Menjadi seorang sekretaris adalah impian Renata Prameswari, dia membayangkan memiliki atasan yang sangat idealis. Tapi pada kenyataannya, Renata bekerja dengan bos yang arogan. Selain menjadi sekertaris, Renata harus menjadi asisten rumah tangga di apartemen mewahnya. Renata ikhlas menjalankan semua perkejaan dari bosnya Demitrio Agashi, untuk membiayai ibunya yang tengah terbaring karena koma. Dia berpikir menjadi seorang ART lebih mulia daripada menjual diri pada pria hidung belang. "Saya ini sekertaris atau babu sih, Pak," kata Renata. "Kerjakan! Jangan pernah membantah dan mengeluh. Saya tidak akan terperdaya oleh tangisan seorang wanita," seru Demitrio.
View More"Bersihkan mulai dari lantai atas sampai bawah, tidak boleh ada satu debu yang menempel!" seru Demitrio, matanya menyasar setiap inci lekukan tangga dan barang-barang mewah yang tersusun rapih.
"Saya sudah bersihkan semuanya, Pak! Masa diulang lagi?" keluh Renata yang meresa terperdaya oleh atasannya.
"Saya katakan sekali lagi, saya tidak suka bantahan! Sekali lagi kamu mengeluh, pekerjaan kamu sebagai sekertaris di Agashi Groups hanya akan menjadi kenangan," sarkas Demitrio pada Renata.
Ya, beginilah keseharian Renata bekerja sebagai sekertaris CEO muda tampan tapi memiliki perangai arogan.
Demi membiayai ibunya yang terbaring karena koma, dia tidak segan mengerjakan tambahan sebagai Asisten rumah tangga di rumah bosnya sendiri."Baik, Pak bos...," ucap Renata seperti suara ejekan di telinga Demitrio.
"Kamu ngejek saya!"
"Ih, siapa yang ngejek bapak. Mana berani saya ngejek bapak!" seru Renata tidak mau kalah.
"Bereskan semuanya, jangan lebih dari jam sembilan. Kasian tuh Mang Ade kalau nganter kamu kemalaman!" ketus Demitrio.
Demitrio berlalu meninggalkan Renata, yang mencebik di balik punggungnya.
***
Agashi Groups Company"Re, dipanggil Bigg Bos," ucap Alin teman satu kantor yang selalu kepo mengulas berita ter-up date bosnya.
Renata masih sibuk dengan laptop, dia mengacuhkan apa yang dikatakan Alin.
Sebagai sekertaris sang atasan, Renata harus selalu siap menyediakan kebutuhan dan menjadwalkan kegiatannya.
Tap ... Tap ... Tap ...
Langkah kaki seorang pria mendekati kubikel Renata. Dia tidak menyadari seorang pria tengah berdiri melipat tangan di dada bidangnya.
Braak ...
Suara meja dipukul dengan keras.
"Sudah berapa kali saya katakan, segera temui saya di ruangan!" bentak Demitrio.
Keseharian Renata seakan terpasung dengan atasannya ini, hanya mengangguk dan mengiyakan, apabila bosnya sudah berucap "tidak ada kata bantahan".
Demitrio Agashi blasteran Jawa Amerika, kulit putih, rambut hitam ikal dengan rahang tegas. Dia tidak bisa menerima pekerjaan yang asal-asalan, di matanya kesempurnaan yang harus selalu diutamakan.
"Baik Pak, sebentar lagi saya ke ruangan, Bapak," jawab Renata yang masih kaget mendengar gebrakan di atas meja kerjanya.
"Saya tunggu lima menit dari sekarang, Renata Prameswari." Mata hazelnya semakin mengintimidasi.
Demitrio berlalu meninggalkan Renata menuju ruangannya.
"Dasar tukang nyuruh, awas aja. Kalau aku udah kaya, aku akan menginjak dan menyuruhnya bersujud" gumam Renata dengan tawa licik, membayangkan seorang Demitrio memelas kepadanya.
Tanpa Renata sadari, gumamnya masih terdengar oleh pendengaran Demitrio yang sangat tajam.
"Barusan, apa yang kamu katakan?" tanyanya semakin menggetarkan tubuh ramping Renata.
Renata hanya tertunduk apabila Demitrio memandang dengan tatapan tajam, daripada hukuman makin bertumpuk lebih baik diam walau hati ingin menjambak rambut tebalnya.
"Maaf pak ... Saya tidak bicara apa-apa. Mungkin pendengaran bapak yang salah mengartikan," imbuh Renata.
"Ikut saya, jangan lelet!"
Demitrio pergi menuju ruangan diikuti Renata yang mengekor di belakangnya.
Demitrio membuka pintu ruangannya, aroma khas gentle menyeruak menusuk hidung. Renata sangat suka dengan aroma ini. Walaupun Demitrio selalu membuatnya kesal, tapi apabila masuk keruangannya seakan terhipnotis.
Renata tersadar dari lamunannya, ketika satu jitakan berhasil mendarat mulus di dahinya.
"Siang-siang melamun, mau kesambet kamu yah! Kerja!" bentak Demitrio.
Demitrio melangkah menuju meja kerja, menyandarkan punggung di kursi empuk kebanggaannya.
Renata duduk tepat di depan Demitrio, yang semakin menyebalkan di matanya.
"Kamu tahu kan Re, Alex tidak bisa menemani saya ke acara louncing food produk kita yang baru," kata Demitrio menjelaskan.
Alex adalah kaki tangan Demitrio yang selalu setia menemaninya kemanapun bosnya pergi. Namun saat ini Alex masih terbaring lemah di rumah sakit karena terkena demam berdarah.
"Pulang kerja kamu ikut saya...,"
"Maaf Pak, pulang kerja kan saya bersihin apartemen Bapak?" tanya Renata menegaskan.
"Jangan banyak bantahan Renata,saya akan tambah bonus kamu. Itukan yang kamu inginkan?" tanya Demitrio yang berhasil melemahkan pertahanan Renata.
Renata pada saat ini memang membutuhkan biaya yang sangat besar untuk kesembuhan ibunya yang tengah koma karena kecelakaan lima bulan yang lalu.
Pada saat Renata mengajukan pinjaman yang sangat besar, dengan kuasanya Demitrio menawari Renata dengan pekerjaan yang tidak wajar.
Tapi bagi Renata untuk berbakti kepada ibunya, dia rela menjalani segala pekerjaan. Walaupun pulang sampai rumah dalam keadaan yang sangat melelahkan.
"Ya pak. Jadi apa yang harus saya lakukan?" tanya Renata memainkan pulpen di tangannya.
"Ikuti saja!" Demitrio memerintah.
"Sore ini, bapak harus menemui Nyonya Velope di Resto Orchid," jelas Renata.
"Ya saya mengerti. Selama Alex belum bisa masuk kantor, kamu harus menggantikan Alex,"
"Apa Pak? Kenapa saya lagi? Terus pulangnya saya juga yang harus bersih apartemen, Bapak," tanya Renata dengan suara tinggi.
"Yah, siapa lagi kalau bukan, kamu!"
Renata masih terdiam tidak percaya, apa yang diperintahkan atasannya ini sudah diluar perjanjian.
"Kenapa masih diam? Tidak setuju! Mau saya tambah bonus lagi atau kamu keluar dari Agashi Groups," tegas Demitrio mengancam.
Ingin rasanya berteriak tepat di kuping atasannya ini, yang semakin hari semakin menyebalkan.
"Tidak pak. Saya akan ikuti bapak, sampai ke kutub pun saya ikut, asal bonus tetap lancar," imbuh Renata menetralisir keadaan yang sangat kaku.
"Lancang kamu! Sekali lagi kamu berbicara seperti itu, saya pastikan kamu pergi dari kantor ini...," ucap Demitrio dengan tatapan tajamnya.
Renata tertunduk kembali, terbuat dari apa ini orang? Tidak bisa diajak bercanda sedikitpun. Tapi sudahlah, Renata tidak pernah sakit hati dengan perlakuan atasannya ini, kuat karena ingat ibunya yang masih terbaring karena koma.
***
Jam telah menunjukkan lima sore, karyawan satu persatu meninggalkan meja kerjanya.
Renata masih menunggu Demitrio keluar dari ruang kerja. Setengah jam berlalu tapi Demitrio tidak muncul juga.
Dia mulai berhalusinasi dengan sepinya kantor yang telah ditinggalkan karyawan. Kalau dia tetap bertahan di ruang kerjanya, bagaimana kalau ada penampakan hantu gentayangan? Dengan secepat kilat, dia menuju ruangan atasannya.
Kaki Renata hendak beranjak dari kursinya, tiba-tiba dia dikagetkan dengan kedatangan seorang perempuan cantik memakai atasan v neck dengan belahan dada yang tampak mengotori mata Renata, dia makin terbelalak melihat rok yang sangat minim.
"Mau cari siapa, Mbak?" tanya Renata menyapa.
"Mbak? Emang aku siapa kamu? Asal kamu tahu saya tamu penting!" sarkas perempuan cantik, menghujat Renata yang masih risih melihat penampilannya.
"Oh. Sudah buat janji mau ketemu, Pak Demitrio? Kalau boleh tahu nama Mbak siapa?" tanya Renata sopan menahan amarah.
"Bilang sama bos kamu, Nitta sudah datang!" bentaknya.
"Silahkan Mbak tunggu disini,"
Renata melangkah pergi meninggalkan Nitta, yang masih berdiri dekat meja.
Renata masuk ke dalam ruangan Demitrio, tampak dia sedang memasukan berkas ke dalam tas.
"Kenapa masuk, apa ada masalah, Re?" tanya Demitrio, tanpa melihat wajah Renata.
"Ada Mbak Nitta, cari Bapak...,"
"Ngapain ke sini?" ungkap Demitrio, bertanya tapi bukan untuk Renata. Mendengar Demitrio bergumam, Renata langsung membalikkan badannya.
"Saya ulang ya pak. Saya ke sini, hanya memberi tahu kalau ada Mbak Nitta," jawabnya kesal.
Demitrio hanya tersenyum, karena Renata sudah salah sangka.
"Maksud saya kenapa Nitta ke sini? Haduh Renata Prameswari, otak udang kamu disimpan di mana?" tanya Demitrio mengejek.
Kalau bukan bosnya, mungkin pada saat ini satu tendangan maut sudah mendarat di bibirnya yang menjengkelkan, hati Renata terus membeo kesal dengan perlakuan Demitrio.
Ceklek ... pintu ruangan terbuka.
Tanpa dipersilahkan, Nitta masuk ke dalam ruangan Demitrio. Tangannya menghambur ke dada bidang Demitrio. Tanpa malu bibirnya, menyambar bibir Demitrio yang sedang berdiri di depan Renata.
"Sayang aku kangen sama kamu...," ucap Nitta manja.
Ihh ... Renata bergidik mendengar suara manja. Mungkin sebantar lagi, aura adegan dewasa tercium. Tapi bukan Renata kalau tidak protes, apabila melihat hal yang janggal.
"Maaf Mbak, sopan dikit dong. Masih ada saya di ruangan ini!" tegas Renata memotong kegiatan panas Nitta.
"Emang siapa kamu! Kamu tidak tahu siapa saya?" timpal Nitta tidak suka dengan perkataan Renata.
"Maaf Mbak, saya tidak tertarik dengan identitas Mbak!" tegas Renata masih dengan perlawanan sengit.
"Renata! Dia, Nitta klien baru kita!" bentak Demitrio.
Renata berasa tersambar petir mendengar perkataan Demitrio, 'Apa klien? Oh my lord ... Aku butuh penutup muka atau terjun bebas ke laut untuk menutupi rasa malu,' batin Renata lirih.
"Maaf atas kelancangan saya, Mbak," lirih Renata.
Renata melangkah pergi, namun naas Nitta mungkin masih dendam padanya. Kaki kanannya sengaja dijulurkan menghalangi Renata.
Mata Renata tidak melihat ke bawah, karena merasa akan terjatuh dengan gerak refleks Renata menarik jas Demitrio.
Bugh ...
Renata dan Demitrio terjatuh di atas sofa dan sialnya bibir mereka saling menempel. Demitrio sengaja memperdalam ciuman di bibir Renata yang tidak pernah tersentuh.
"Manis." Mata Demitrio melihat lembut Renata.
Renata hanya terdiam karena Demitrio mengunci tangan Renata, walau hatinya sangat kesal dengan perlakuan Demitrio.
Nitta memandang nyalang pada mereka,
"Dem!" Nitta berteriak.
Demitrio mengangkat tubuhnya yang menempel di tubuh Renata.
"Ok it's done. Aku cuma main-main saja." Satu matanya mengedip ke arah Renata.
Renata berdiri dan merapikan pakaiannya
"Ok Pak Demitrio, saya tunggu meeting bapak dengan Mbak Nitta. Saya akan ingatkan anda tepat jam lima untuk meeting selanjutnya," jelas Renata, hatinya hancur, kesal dengan kelakuan bosnya.
Dengan berat hati Renata membereskan meja kerjanya. Dalam hatinya terus mengutuk semua perbuatan bos-nya ini. "Ih, kenapa aku harus terjebak dengan manusia minus rasa seperti ini. Aku tidak ingin berada di sini. Tapi keadaan memaksaku untuk selalu mengikutinya. Ahhhh, menyebalkan!" teriak Renata seraya menghapus air matanya dengan kasar.Grep!Satu tangan telah berada di atas lengan Renata mencengkramnya dengan kasar. "Siapa yang menyebalkan, Renata Prameswari?"Mata Renata perlahan menoleh sesaat pada sumber suara. "Ahh, kenapa anda di sini?" tanya Renata seraya menggerakkan lengannya supaya terbebas dari tangan besar sang pria."Ini kantorku, Renata. Apa kamu sudah tidak ingat?Hah!" bentakan seraya melepaskan lengan Renata.Renata mendekati, "Saya tahu ini kantor anda! Dan saya bukan karyawan anda lagi! Dasar the demit!" teriak Renata.Mendengar ejekan Renata, amarah Demitrio semakin menjadi. Dengan cepat dia mendorong Renata p
"Sudah, Mbak Re. Biar kita saja yang bereskan," ucap Rio, seorang OB gaul. Wajahnya tampan namun sayang karena masih terlalu muda, dia training di bagian OB. Ya, semoga takdir memihak padanya."Gak apa-apa, Rio. Mbak juga dah biasa ngerjain kayak gini." Tangan Renata sibuk mengelap meja yang akan dipakai meeting."Emang, Pak Bos, gak marah kalau lihat, Mbak, lap meja?""Gak, lah. Yang penting uang kita ngalir. Bener, gak?" tanya Renata yang berhasil membuat Rio terkikik.Tak ada pilihan untuk Renata pada saat ini. Selain mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasannya dengan senang hati."Untuk minumannya apa yang harus saya siapkan, Mbak Re?""Seperti biasa saja, Rio. Mereka bukan orang yang menuntut lebih kok...," ujar Renata yang masih sibuk mempersiapkan alat-alat untuk meeting."Kalau gitu saya cek dulu di pantry, ya, Mbak...," sela Rio.Belum Renata menjawab, tiba-tiba datang Demitrio dari belakang."Rio! Kamu ke
Meskipun, dalam keadaan kesal Renata pergi menuju meja kerjanya dengan wajah tersenyum ketika bertemu sahabatnya Alin. Renata tidak mau rasa sedih yang tengah dia rasakan ketahuan oleh Alin."Hai, cantik. Udah lihat meja kerja kamu belum?" Alin menggandeng Renata."Emang kenapa dengan meja kerjaku?""Lah, si Empunya cerita juga gak tahu, ya...," tukas Alin tidak percaya.Renata hanya menggelengkan kepalanya. Hari ini benar-benar membuat hatinya ingin meledak."Kalau kamu belum tahu, aku tutup mata kamu, ya." Dengan gerakan cepat, Alin menutup kedua mata Renata dengan jari-jarinya.Beberapa saat melangkah, akhirnya mereka sampai di kubikel Renata."Taaaraaaa, lihat Renata...," ucap Alin.Buket-buket bunga Orchid tertata rapih di meja kerja Renata. Sesaat terpaku seakan terhipnotis dengan pandangan yang menyejukkan mata."Ini punya siapa?" tanya Renata."Kalau di meja kerja kamu, berarti punya kamu, Re." Alin menghi
"Ini rumah kamu, Re?" Alghara memarkirkan mobilnya di depan rumah sederhana namun memiliki taman kecil yang tertata rapih, pot-pot kecil menghiasi garis pembatas teras rumah."Masuk dulu, Pak?""Bolehkah?" tanya Alghara berbasa-basi, namun tak ada niat jahat dibenaknya."Kalau bapak berkenan, silahkan...," ujar Renata, kakinya melangkah menuju pintu dengan aksen kayu berwarna coklat.Alghara mengekor, mengikuti Renata dari belakang. Dia hanya berpikir selama dia hidup, dia selalu diberikan fasilitas super fantastis. Namun hatinya terasa kosong dan tak pernah merasa puas. Tapi lihatlah gadis yang tengah berjalan di hadapannya ini, dengan santai memasuki ruangan yang mungkin hanya seluas dapur rumahnya dengan penuh kebahagiaan.Ceklek ...Renata membuka kunci pintu, terlihat kursi-kursi berwarna krem."Duduk Pak. Bapak mau kopi atau teh?" tawar Renata."Espresso saja," ucap Alghara menyandarkan punggungnya di kursi de
"Pak Al! Bapak gak apa-apa? Kalau bapak sakit, saya antar ke dokter, mumpung masih di rumah sakit," ucap Renata seraya berdiri, bersiap untuk mengantar Alghara.Alghara sesaat membenturkan kepalanya sendiri ke tembok, seakan sakit tidak dia pedulikan lagi.Renata tidak mengerti dengan sikap Alghara, tampak seperti orang yang tengah frustasi. Dia segera mendekati Alghara yang semakin rapuh, pikirnya memberi kekuatan mungkin bisa sedikit mengurangi kecemasan yang dirasakan Alghara."Ada yang bisa saya bantu, pak?"Greep ...Alghara memeluk Renata dalam cemas, tak terasa satu demi satu bulir-bulir bening membasahi bahu Renata.Renata hanya bisa terdiam, tak mengerti harus berbuat seperti apa? Alghara yang garang berubah menjadi seorang yang rapuh."Maafkan aku, Re...," ucap Alghara dalam lirih."Aku sudah maafin bapak, it's ok." Renata menepuk-nepuk punggung Alghara yang masih dalam pelukannya.Nyaman yang Alghara rasakan p
"Tolo--!" teriak Renata terpotong karena bekapan tangan kekar Alghara.Renata hanya bisa berpikir untuk berteriak berharap orang yang melihatnya, datang untuk menolong. Tapi semua sia-sia, tangan Alghara dengan satu gerakan mampu membungkam mulut Renata."Ikuti aku!" bisik Alghara dengan sarkasme tepat di kuping Renata.Alghara membuka pintu mobilnya dengan cepat, dia setengah mendorong tubuh ramping Renata."Pak turunkan saya, Pak!"Renata sudah kehabisan akal untuk menghindari Alghara yang telah menyalakan mobil, Alghara tidak memperdulikan kata-kata Renata, dengan tergesa dia melajukan mobilnya.Vroom ... Vroom ...Alghara terus mengemudikan mobilnya, menyalip keramaian di jalanan kota. Dia sudah tidak memperdulikan lagi teriak kasar dari orang-orang yang meneriakinya. Dalam benaknya sekarang hanya ada keinginan untuk membawa Renata ke tempat yang menjadi favoritnya.Alghara membelokkan mobilnya ke suatu tempat yang in
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments