I Love You My Teacher

I Love You My Teacher

Oleh:  Indhira Syah  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.8
13 Peringkat
21Bab
10.6KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Oh my God! Ini seperti adegan di FTV yang sering kutonton. Sesaat mata kami saling bertatap. Sebelum akhirnya Pak Arkan melepaskan pegangannya pada tubuhku. Sontak teman sekelas bersorak riuh. "Huuu ...." "Mmm makasih, Pak! "Benarkan tali sepatumu!" "Iya, Pak!" Kejadian itu masih sangat kuingat dengan jelas walau sudah enam tahun berlalu. Kini, ia ada di hadapanku, bukan sebagai guru. Namun sebagai calon pendamping hidupku. Apa Arkan mengenali calon istrinya itu? Bagaimana kehidupan Arkan, sang guru setelah menikahi Riri, siswinya yang kini berprofesi sebagai pegawai sebuah biro travel? Kalian akan dibuat gemass dengan sosok adiknya Arkan. So, ikuti cerita ini sampai tuntas. Jangan lupa vote dan beri ulasan, ya Terimakasih

Lihat lebih banyak
I Love You My Teacher Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Jurnalis Detikgo
bagus banget
2021-09-09 01:44:40
1
user avatar
Jurnalis Detikgo
aku suka cerita nya menarik bikin penasaran.
2021-09-09 01:38:26
1
user avatar
Nita Kusuma
Semangat yuk Author~ ditunggu terus kelanjutannya~
2021-08-30 17:31:36
1
user avatar
Indhira Syah
terima kasih kepada para pembaca dan yang sudah memberikan vote serta rate ...... mohon maaf sudah lama tidak update karena suatu hal ... InsyaaAllah akan update sesegera mungkin ...
2021-08-25 18:16:43
0
user avatar
Eluna
Keren, Kak. Semangat.
2021-08-12 17:43:34
1
user avatar
athena_vivian
seru, ni.....berasa kaya nonton drama tapi ga drama banget...mantappppp...lanjut, Thor
2021-08-12 15:47:33
2
user avatar
Fraghesia
ceritanya menarik nih, kutambahkan ke rak ya!
2021-08-11 22:11:59
2
user avatar
Habbi Fillah
Cerita yang sangat menarik, lanjutkan
2021-07-14 20:17:04
1
user avatar
Sunny Zylven
Penasaran, Next next next
2021-07-13 03:16:17
1
user avatar
Indhira Syah
Terimakasih sudah berkenan membaca cerita ini 🙏😍
2021-07-09 18:09:31
0
user avatar
Asep Kuma
Suka gaya penulisannya, ceritanya menarik. Semangat lanjutinnya thor!
2021-07-08 14:46:06
1
user avatar
AlphQueen
aim datang bawa bintaaang
2021-07-08 11:08:58
1
user avatar
babyboo
wah 21+ aku baru 20 tahun, wkwk. semangat!!
2021-07-08 19:21:24
1
21 Bab
Perkenalan
"Cieee ... yang mau ketemu calon suami, wajahnya berbunga-bunga nih!" Suara Sherly membuyarkan lamunanku. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Sudah hampir sepuluh menit aku dan Sherly berada di sebuah kafe di bilangan Jakarta. Kami menunggu dua orang yang akan menemani makan siang. Bagiku, ini bukan makan siang biasa. Ya, karena tujuan dari pertemuan ini adalah perkenalan dengan calon suamiku. Calon? Entahlah.Kemarin, tiba-tiba saja Sherly menelepon semenjak kurang lebih seminggu tidak ada kabar. Ia memintaku untuk berkenalan dengan seseorang. Awalnya aku menolak, tetapi Sherly bilang kalau temannya ini ingin sekali bertemu denganku. Pasalnya, Sherly sudah beberapa kali mempromosikan--menceritakan tentang--aku pada lelaki itu. Tak lama setelah pelayan membawa pesanan kami, dua orang yang ditunggu akhirnya datang. Setelah mengucap salam dan menyapa, kemudian mereka duduk."Maaf ya, kalau sudah menunggu lama," kata lelaki berbaju marun sembari m
Baca selengkapnya
Lamaran
Benda di pergelangan tangan menunjukkan pukul 16.40. Aku dan Sherly berkeliling di lantai dasar mall ini, sambil sesekali melihat ke arah depan toko perhiasan dekat pintu masuk. Namun, Arkan belum juga menampakkan batang hidungnya. Mulai bosan, akhirnya aku putuskan untuk menunggu di depan toko perhiasan."Kita tunggu di sini aja, ya," pintaku pada Sherly."Ok, aku ikut aja. Eh, Ri, mending kita lihat-lihat aja dulu, cincinnya."Benar juga apa kata Sherly, sambil menunggu Arkan yang katanya sekitar lima menit lagi sampai. Aku mulai menyusuri etalase emas toko ini. Sebenarnya aku tidak begitu menyukai perhiasan, apa pun itu. Melihat emas berjejer di depan mata, tak ada ketertarikan sama sekali. Kalau disuruh memilih, pasti aku tak bisa menentukan pilihan. Semua tampak cantik mengkilap."Ri, lihat deh yang paling atas, ke-dua dari ujung kanan, itu cocok untuk kamu," ujar Sherly, jarinya menunjuk ke arah pojok etalase."Iya, ya. Aku mah nggak bisa mil
Baca selengkapnya
Sibling
"Maaf, Pak! Eh ... Arkan." Aku menutup mulut. Sesaat matanya tak berkedip. Lalu, aku langsung melesat keluar meninggalkannya. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu ditutup agak kencang. Aku menghela napas sambil mengelus dada. Hufft.Selesai salat, aku merapikan jilbab yang berantakan. Kamar Nindi ini sangat nyaman, dengan nuansa hijau yang menyejukkan mata. Dari mulai dinding, sprei, meja belajar sampai sisir yang tergantung di cermin, semua berwarna hijau.Setelah penampilan rapi, aku beranjak ke ruang depan, kemudian duduk di sofa. Sudah lewat magrib, belum ada tanda-tanda Nindi pulang. Pak Hamka--bapaknya Arkan--juga belum menampakkan batang hidungnya. Padahal, dulu aku tak pernah berani pulang sekolah lewat dari jam lima sore. Mungkin saja, Nindi sedang ada tugas sekolah yang urgent."Lho, Neng Riri kok malah duduk di sini? Ayo, ke dalam, kita makan. Sudah lapar, 'kan?" Bu Rukmini menghampiri, lalu menarik lenganku pelan. Di dalam, terlihat
Baca selengkapnya
Resah dan Gelisah
"Abang nganterin souvenirnya besok aja, ya?" Nindi memohon, bukan, tepatnya merengek manja pada Arkan dengan mimik wajah yang dibuat-buat. Ish, lebay deh."Lagian ngapain juga sih, datang ke sini segala? Biasanya juga Abang yang nganter dari kemarin-kemarin. Emang dasar ganjen!" lanjutnya."Nindi!" Mata Arkan membulat, tangannya menutup mulut adiknya yang seperti rem blong itu. Lalu, ia menyuruh Nindi untuk meminta maaf padaku. Namun, Nindi hanya mengerucutkan bibir, menggerutu tidak jelas. Gadis bertubuh mungil itu terus saja merangkul lengan Arkan dengan mesranya.Kali ini ucapan Nindi benar-benar membuatku geram, ditambah tatapan sinisnya tadi. Berhasil membenarkan prasangkaku selama ini, kalau Nindi memang sangat menyebalkan.Aku memang menahan diri untuk tidak membalas ucapannya, tetapi dalam hati terus saja memaki. Mungkin Arkan menyadarinya begitu melihat ke arahku. Entah rupa wajahku seperti apa, yang jelas aku juga tidak bisa menyembunyikan kekes
Baca selengkapnya
Malam Pertama ?
Warning! 21+Bab 5Malam Pertama?Aku harus berbuat apa setelah ini? Rasanya masih malu untuk ... aahhh ....Aku mendengkus, kesal! Memangnya hanya kamu saja yang mau? Lihat saja nanti! aku bakalan habisin kamu, Arkana Putra. Duh! Ngomong apa, sih aku!Aku ambil baju yang akan kukenakan nanti di hadapannya. Aku menyeringai tipis, membayangkan ekspresinya nanti ketika melihat penampilanku. We'll see .....Selesai melipat mukena, aku hendak ke luar kamar menuju dapur. Perutku sudah meminta untuk diisi. Minimal segelas teh hangat sebagai energi untuk memulai aktivitas pagi. Namun, langkah kaki ini terhenti saat Arkan menarik lenganku pelan. Arkan baru saja selesai mengaji. "Mau ke mana?" tanyanya menyelidik."Ke dapur, aku laper. Mau sekalian aku bikinin kopi?" "Saya nggak biasa ngopi pagi." Arkan mulai merapatkan tubuhnya. Membuat hatiku berdebar lebih cepat dari biasanya. Padahal belum pemanasan juga, eh
Baca selengkapnya
Dua Kejutan
Bab 6Dua KejutanSelepas salat Zuhur dan makan, aku menghabiskan waktu di kamar bersama Arkan. Aku sibuk dengan ponsel di tangan. Arkan? Ia lebih dulu bermesraan dengan benda pipih berkamera itu. Entah apa yang ia lihat pada layar ponselnya. Jemarinya tampak sibuk mengetik, sesekali seulas senyum terbit di bibirnya yang seksi. Ya, bagiku bibir itu seksi, apalagi kalau tersenyum sangat manis, membuat hatiku meleleh seketika."Ehem." Sengaja, aku berdeham sambil melirik ke layar ponsel Arkan.Arkan bergeming, matanya fokus menatap layar tanpa berkedip. Apa sih yang ia baca? Sampai tidak mendengarkan aku. Atau memang sengaja mengabaikan. Aku berdeham sekali lagi, kali ini lebih keras.Arkan menoleh, ia menatapku lumayan lama, lalu berkata, "Kenapa? Minta cium?" Ia menaikkan sebelah alisnya. Ish, dasar mesum! Rutukku, tentu hanya dalam hati. Aku harus bisa bersabar menghadapi sifatnya yang ... masih sulit kutebak. Ini baru permulaan, masi
Baca selengkapnya
Jogja, I'm Coming
Bab 7Jogja, I'm Coming "Nindi, bukannya Kakak nggak mau ngajak, tapi ini cuma untuk dua orang." Duh, bagaimana aku menjelaskannya? Lagi pula, mana ada bulan madu bertiga? Nindi mulai bicara, agak panjang. Ia bercerita, sejak kecil sampai sekarang tidak pernah sedikit pun berpisah dengan Arkan. Dari mulai Nindi belajar jalan, makan, dan bermain semua ditemani abangnya itu. Dengan telaten, Arkan menyuapi Nindi kecil. Memang Nindi tidak begitu mengingatnya, semua itu Arkan yang menceritakan pada Nindi.Kelahiran Nindi disambut riang oleh Arkan. Ia yang pada waktu itu baru berusia tujuh belas tahun, sangat senang mempunyai seorang adik perempuan. Pasalnya, ia hanya memiliki seorang kakak laki-laki yang hanya selisih dua tahun darinya.Nindi Aulia Putri, namanya pun Arkan yang memberikan. Tak heran, jika Arkan sangat menyayanginya. Namun, menurutku justru sikap Arkan yang berlebihan itu membuat Nindi jadi terlalu manja dan ... aneh. Ya, ane
Baca selengkapnya
(Masih) Explore Jogja
Bab 8(Masih) Explore JogjaAku masih terpaku melihat gambar pada layar benda pipih di tangan. Mencoba mengingat, barangkali aku pernah bertemu wanita ini. Namun, tak jua kuingat apa pun tentangnya. Mas Arkan tampak sangat akrab, bahkan di foto ini sepertinya ia tengah asik mengobrol.Mas Arkan menyentuh bahuku, saat menyadari kalau aku tengah melamun. "Sayang, nggak dengerin mas?" tanyanya sambil menatapku dengan kedua alis yang bertaut."Eh, nggak. Ng ... itu, aku ...." Aku menggaruk kepala yang tidak gatal. Ponsel yang kupegang di tangan kiri, sudah kuletakkan di kasur."Mikirin apa, sih, sampai mas ngomong nggak didengerin?" Mas Arkan membelai lembut rambutku."Nggak ada, kok, Mas. Aku cuma kecapean aja." Biar saja kusimpan dulu pertanyaan tentang foto wanita itu. Aku tidak ingin merusak suasana bulan madu kami.Mas Arkan menyuruhku untuk merebahkan kepala di pangkuannya. Kami mengobrol santai perihal perjalanan tadi. Sambil memai
Baca selengkapnya
Bulan Madu yang Harus Berakhir
Bab 9Bulan Madu yang Harus Berakhir"Demam katanya, meriang." "Terus?""Nanti mas minta tolong Sandra aja." Mas Arkan masih asik menyantap kacang rebus.Dasar manja! Di rumah kan ada Ibu, kenapa masih minta abangnya pulang? Aku menghela napas, lalu menghirup udara dengan rakus. Agar rasa panas yang tiba-tiba saja hinggap segera berganti dengan sejuknya oksigen. Sabar, Ri."Mas, buruan kabari Sandra. Nanti Nindi telepon lagi." Aku berkata selembut mungkin agar terdengar biasa.Tanpa menjawab, Mas Arkan langsung mengirimkan pesan pada Sandra untuk menemani Nindi. Kebetulan sepupu Mas Arkan itu tidak bekerja. Kegiatannya hanya membantu menjaga toko kelontong milik orang tuanya. Jadi, ia punya banyak waktu luang. Setelah puas menikmati keindahan Jurang Tembelan, aku dan Mas Arkan melanjutkan perjalanan ke Panguk Kediwung dengan menggunakan mobil. Jarak dari Jurang Tembelan sekitar lima kilometer ke arah bawah dusun Ked
Baca selengkapnya
Nindi Berulah Lagi
Bab 10 Nindi Berulah LagiMas Arkan masih terus menggenggam tangan Nindi, bibirnya tampak bergerak-gerak sepertinya ia sedang merapalkan doa. Satu sisi, aku mengerti posisi Mas Arkan sebagai seorang kakak. Akan tetapi, di sisi lain aku merasa perlakuannya ini berlebihan.Tak lama kemudian, mata Nindi mulai bergerak perlahan sampai akhirnya terbuka. Ia tampak mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Saat matanya tertuju pada Mas Arkan, ia berkata, "Abang, Abang udah pulang?" Nindi memberikan seulas senyum di bibirnya yang pucat. Suaranya terdengar parau."Ssttt, kamu jangan banyak bicara dulu." Telunjuk Mas Arkan ditempelkan pada bibir mungil Nindi. "Abang akan nemenin kamu sampai sembuh," lanjutnya kemudian."Kamu pulang aja, biar ibu yang nginep malam ini. Kamu kan baru aja sampai, harus istirahat. Besok gantian kamu yang nginep." Ibu berdiri, lalu menghampiri Mas Arkan.Nindi menarik tangan Mas Arkan, kepalanya menggeleng-geleng. Pert
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status