White Love

White Love

Oleh:  Yani m  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
1 Peringkat
89Bab
4.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Kita tidak pernah tahu kemana takdir akan membawa kita. Yang pasti, takdir akan mendekatkan kita dengan jodoh kita. Andini Khumaira, seorang gadis yang bercita-cita ingin menjadi Tahfiz Qur'an. Namun, tekadnya mulai diuji ketika cinta terhadap lawan jenis mulai bersemi di hatinya. Memilih dan memilah kumbang yang datang dan pergi. Akankan Dini mempertahankan cita-citanya? Atau malah terbuai dengan manisnya cinta?

Lihat lebih banyak
White Love Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Luna Fadilah
cerita yang menginspirasi, lanjutkan author
2021-08-27 07:03:11
2
89 Bab
Katakan cinta bila suka
Namaku Andini khumaira, bungsu dari empat bersaudara. Kedua kakakku telah berumah tangga dan memiliki rumah sendiri. Aku tinggal bersama Ibu dan Bapak, sedangkan kakakku yang lain menuntut ilmu di pesantren.Sejak kecil, aku senang menghapal Al-Quran, pun pernah beberapa kali mengikuti lomba tahfiz tingkat SD mewakili sekolah. Sebenarnya aku sempat beberapa tahun sekolah di pesantren tapi terhenti di tengah jalan. Saat itu baru lulus SD dan masih sangat manja juga cengeng. Hingga akhirnya, Bapak menjemput dan membawaku pulang ke rumah. Sekarang usiaku sudah tujuh belas tahun, sekolah di Madrasah Aliyah Negeri, kelas sebelas Bahasa. Hiruk pikuk suasana kelas kali ini lebih ricuh dari sebelumnya. Teriakan, canda dan tawa turut mewarnai suasana kelas. Jam pelajaran kosong adalah momen yang paling kami tunggu. Bagai kuda yang terlepas dari kandangnya, kami bebas berekspresi. Tampak beberapa siswa ke luar kelas untuk sekedar menghi
Baca selengkapnya
Cemburu Tandanya Sayang
Rembulan menggantung anggun di cakrawala, bertahtakan gumintang yang berkelip. Suara-suara binatang malam mulai terdengar bersahutan pun dengan udara yang terasa semakin dingin.  Namun, mata ini tidak hendak terpejam, kejadian tadi siang sedikit mengganggu pikiranku. Antara bahagia, cemas, takut dan ragu. Akhirnya bantal dan guling menjadi sasaran kegelisahanku. Berserak di atas lantai kamar, berdampingan dengan beberapa buku yang belum kubereskan.  Aku memang agak pemalas kalau urusan rumah, terbiasa dimanjakan Ibu dari kecil membuatku menjadi seorang gadis yang tidak pandai berbenah rumah, mungkin karena terlahir sebagai anak bungsu. Jam dinding menunjukkan pukul 02.00 dini hari ketika sebuah pesan whattsap masuk ke layar gawai.Terlihat nama Zidan di layar, dada ini kembali berdegup kencang saat membuka pesannya.  [Assalamualaikum, sudah tidur, Din? Jangan lupa shalat tahajud ya. ] Sebuah pesan yang diakhir
Baca selengkapnya
Cinta Dan Sahabat
Libur telah tiba,  libur telah tiba, hore! Hore! Begitulah aku bersenandung kala libur sekolah di depan mata. Liburan kali ini, tidak ada acara khusus dengan keluarga. Aku memutuskan berlibur dengan sahabatku di rumah Nenek Salma. Aku pamit hanya untuk dua malam di sana. "Kamu yakin mau berlibur di sana? " tanya Ibu dengan mimik sedih. "Iya, Bu, cuma dua malam kok, hari Rabu juga pulang. ""Huhh, Ibu di sini nggak ada teman, " ucap Ibu sembari menghela nafas panjang. "Kan ada Jelly, he .... ""Jelly kan kucing, Neng, masa Ibu tidur sama kucing. "Kami pun terkekeh bersama. Lucu rasanya membayangkan Ibu tidur dan mengobrol dengan seekor kucing. Tapi, itu kan cuma sebentar, toh aku juga bakal pulang ke rumah. Ibu kembali membereskan barang-barang yang akan kubawa. Kemudian, aku pun pergi ke kamar untuk mengambil gawai dan benarlah dugaanku. Ada banyak pa
Baca selengkapnya
Jangan Sentuh Aku!
Kabar tentang jalan menuju kota yang rusak parah akibat longsor ternyata benar adanya. Kami terpaksa harus menginap beberapa hari lagi di sini. Aku bergegas memberi kabar kepada Ibu tentang kepulanganku yang terlambat. Begitupun dengan Aisyah dan Zidan yang terlihat menghubungi keluarga mereka. Tidak terbayang, betapa cemasnya Ibu jika aku tidak mengabarinya."Jalannya sedang diperbaiki tapi butuh beberapa hari," ucap Kakek yang baru pulang dari balai Desa.Pria tua itu duduk di teras rumah dan bersandar pada dinding kayu berwarna cokelat. Mengepulkan asap rokok yang membumbung ke udara. Netranya menerawang ke atas, seperti sedang mengingat sesuatu."Kakek baru ingat, tadi ketemu sama Abah Ustaz," ucapnya yakin."Kalian bersedia mengajar anak-anak di surau?" tanya Kakek setelah menyeruput secangkir kopi pahit."Memangnya kemana ustazah Siti?" tanya Nenek sembari menyodorkan sepiring pisang goreng kepada Kakek."
Baca selengkapnya
Akankah Kamu Melukaiku?
Libur telah usai, menyisakan asam, manis dan pahitnya kenangan. Aku menjalani aktivitas seperti biasanya, pun dengan Zidan. Ia bersikap lebih sopan dan berhati-hati ketika bersamaku.Kompetisi hafiz Qur'an tingkat Provinsi akan segera di mulai. Semua sekolah dan pesantren tengah sibuk mempersiapkan kandidatnya. Begitu pun dengan sekolahku. Hampir setiap hari aku dan siswa tahfiz lainnya diwajibkan menambah hapalan. Ustazah pembimbing akan mendengarkan setoran hapalan kami satu per satu di pagi hari dan selepas pulang sekolah. Aku menunggu giliran untuk setor hapalan. Di tempat lain, kulihat Zidan pun sedang menunggu giliran. Hati ini serasa damai dan sejuk saat mendengar lantunan ayat suci di setiap penjuru."Dini!" Setelah hampir satu jam menunggu akhirnya giliranku untuk setor hapalan."Bismillahirohmanirohiim," gumamku pelan.Selang beberapa menit setelah merampungkan setoran. Aku merasakan nyeri di dalam per
Baca selengkapnya
Kamu Tetap Juara Di Hatiku
"Kak, ayo makan dulu! " ajakku lembut kepada sosok wanita yang tengah termenung di bawah jendela. Jarang sekali melihat Kak Rianti makan, akhir-akhir ini. Tubuhnya tampak semakin kurus dan tidak terurus. "Nanti saja, " jawab Kak Rianti datar."Kakak harus makan agar kuat menghadapi kenyataan. Karena sakit hati itu butuh tenaga, " godaku sedikit berkelakar. "Iya, kamu bener, " jawabnya sambil terkekeh. Kak Rianti pun makan dengan lahap, seperti buronan yang tidak makan selama tiga hari. Namun, manik hitamnya tidak bisa menyembunyikan luka, terlihat sayu dan berembun. Ia tertawa, tapi aku tahu betul kalau hatinya menangis. Raut muka yang dahulu cantik berseri. Kini kusam dan murung. Semangat hidupnya seolah sirna bersama pengkhianatan Kak Rangga. Badannya mulai kurus dengan mata hitam dan cekung. Ya Rabb, aku tidak tega melihat Kak Rianti seperti itu, aku hanya bisa mendoakannya di dalam hati. Tidak bisa mengobati luka di hati
Baca selengkapnya
Perkenalkan Dirimu
Aku berlari sekuat tenaga menuju rumah, tampak beberapa tetangga tengah berkerumun sambil berbisik-bisik. Teriakan Kak Rianti terdengar nyaring hingga ke pekarangan rumah. Aku menubruk kerumunan itu untuk bisa masuk ke dalam rumah. "Pergi! " pekik Kak Rianti sembari melemparkan beberapa bantal sofa ke arah Kak Rangga. "Istigfar, Ran. Inget anak-anakmu, " ucap Ibu sembari memeluk Kak Rianti. "Maafin aku, tapi Alif akan kubawa, " ucap lelaki berbaju hitam itu sembari menoleh ke arah Alif. "Jangan! Jangan bawa anakku. Aku yang mengandung dan melahirkannya, merawat mereka sampai sekarang, " tukas Kak Rianti diiringi tangisan pilu. "Maaf, Ibu-ibu, tolong jangan ngumpul di sini. Kasian Kak Rianti, " pintaku kepada kerumunan orang di depan rumah sambil mengatupkan kedua tangan. Mereka pun pergi bersamaan. Masih terdengar suara gunjingan mereka ke telingaku. Mengabaikannya adalah pili
Baca selengkapnya
Kuatkan Imanku Ya Rabb
"Apa maksudmu? Kalian pacaran? " tanya Bapak dengan ekspresi marah.  Bapak terlihat sedikit emosi. Rona wajahnya berubah menjadi merah padam. Aku baru pertama kali melihat Bapak marah kepada orang yang baru dikenalnya. Beliau memang sosok yang protektif dan tegas. Namun ramah dan penyayang.  "Bukan begitu, Pak. Ini nggak seperti yang Bapak pikirkan, " jawabku agak cemas.  "Jika Allah mengizinkan dan Bapak menerima. Saya ingin mengkhitbah Dini, Pak, " ucap Zidan sambil menatap Bapak lekat.  'Apa?  Mengkhitbah?  Ini semua di luar rencana. Aku belum siap menikah, Zi,' bisikku di dalam hati sambil menatap ke arah Zidan dan menggelengkan kepala perlahan.  "Tapi kalian kan masih sekolah. Masa depan kalian masih panjang.  Dipikir dulu baik-baik, " ucap Ibu tenang.  Bapak terlihat bingung, ia menyeruput kopi hitamnya beberapa kali.  "Iya, Bu. Maksudnya, saya akan
Baca selengkapnya
Assalamu'alaikum, Umi
Ujian akhir sekolah sudah di depan mata. Aku dan Zidan lebih sibuk belajar dan hanya sesekali bersua. Bel jam istirahat terdengar nyaring dari speaker kelas. Hampir semua siswa ke luar kelas untuk melepas penat. Sebagian pergi ke kantin sekolah sebagiannya lagi pergi dengan urusan mereka masing-masing. "Din,  ayo ke kantin! " ajak Salma yang sudah berdiri di samping mejaku bersama Aisyah. "Duluan aja, aku mau ke belakang dulu. ""Oh ...  Ehm, ehm, " goda Salma seraya menoleh ke arah Zidan. "Ehm, ehm juga, " ucapku mengulum senyum. Zidan pergi ke luar kelas terlebih dahulu. Aku menyusulnya dari belakang sambil menunduk. Sebenarnya, agak malu juga terlalu sering bersama di jam istirahat. "Aduh! " pekikku spontan saat tubuh ringkih ini menumbruk benda empuk di depanku. "Hati-hati dong, " ucap Zidan mengernyitkan dahi. "Ih ... Kenapa juga kamu berhenti ngedadak?  Kan jadi tab
Baca selengkapnya
Cemburu Itu Tidak Enak
Zidan mengantarku dengan selamat sampai ke rumah. Kemudian pamit pulang setelah menyapa Bapak yang sedang duduk di depan teras. "Assalamualaikum.""Waalaikumsalam, acaranya lancar, Neng?" tanya Bapak penuh selidik. "Allhamdulillah, Pak. Uminya Zidan baik banget," jawabku dengan seulas senyum. "Allhamdulillah.""Dini masuk dulu ya, Pak, " ujarku diikuti anggukkan dari Bapak. Aku melangkah malas menuju ke dalam kamar. Dari jauh,terdengar tangisan Alif yang memekakkan telinga. Aku bergegas mencari sumber suara, tampak Ibu sedang sibuk menenangkan Alif sambil bershalawat. "Alif kenapa, Bu? " tanyaku seraya mendekat ke tempat Ibu berdiri. "Kangen sama Mamahnya, dari siang nanyain Rianti terus, " jawab Ibu sedih. Beliau terlihat lelah nenggendong Alif. Keringat mulai mengucur dari dahi dan pelipisnya, padahal udara sudah mulai dingin. Tubuh renta itu terlihat semakin ringkih. Ibu beber
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status