#Warning bacaan dewasa ya, mohon bijak dalam memilih bacaan Menjadi bagian dari keluarga Wilianus, merupakan sebuah kenyataaan tak terduga bagi Case Mowelas. Seorang anak perempuan, yang di besarkan seorang diri oleh sang Ibu. Bekerja di keluarga Tuan Bastara Wilianus, membuat Case Mowelas banyak berhutang budi. Sang Tuan yang merupakan tuan tanah itu pun, begitu menyukai kebaikan hati Case Mowelas. Dia meminta Case, untuk menikahi cucu lelakinya, yang bernama Joe Wilianus, seorang lelaki angkuh, dan dingin. Demi sebuah warisan, Joe Wilianus pun mau, menikah dengan Case Mowelas. Nyonya Sabhira, dan juga Elvina adik ipar Case, begitu membencinya. Nyonya Sabhira begitu murka pada Case, dia menganggap, Case telah mencuci otak ayahnya itu, sehingga membuat persyaratan segila ini. Dimata keluarga besar Wilianus, Case Mowelas hanyalah seorang wanita bodoh yang miskin. Sehingga, membulynya setiap hari, adalah kesenangan bagi mereka. Apalagi, semenjak meninggalnya Tuan Bastara Wilianus, kehidupan Case Mowelas semakin menyedihkan, di tambah keadaan sang Ibu, yang tiba-tiba sakit keras, hingga mengalami koma. Membuat Case harus melapangkan hati dan menyabarkan diri, tinggal di kediaman keluarga Wilianus. Kebencian yang semakin membesar itu, membuat identitas Case akhirnya terungkap. Bagaimana reaksi keluarga Wilianus, setelah tahu siapa Case dan Ibunya yang sebenarnya? Yuk, baca novelnya di BUKAN WANITA MISKIN. hanya di GOOD NOVEL.
View MorePagi-pagi buta. Seorang wanita dengan wajah tanpa polesan make up, tengah sibuk melakukan rutinitas paginya seperti biasa. Dengan semangat pagi, yang selalu membelai jiwanya yang tersakiti oleh takdir, Case Mowelas berusaha kuat menjalani drama kehidupannya.
Sesekali dia bersenandung pelan, sekedar menghibur diri dan menguatkan hati, bahwa Tuhan sedang menguji kekuatannya bertahan hidup.
Wanita berumur 20 tahun itu, seharusnya saat ini menikmati indahnya masa remaja, juga masa menempuh pendidikan. Tapi nyatanya? Case Mowelas, kini hanyalah seorang istri dari Manager marketing pemasaran, Joe Wilianus. Dia juga begitu dibenci mertua dan iparnya.
Bruuccckkkk ....
Wanita yang membawa ember itu pun terjatuh ke lantai keramik, dan membuat lantai dapur menjadi basah. Dia terjatuh, bukan karena licin lantainya, tetapi karena tenaga sang wanita yang sudah sangat lemah.
"Hahaha, dasar bodoh, jalan itu pake mata," ejek Elvina, sembari tertawa keras, melihat ke arah Case yang kesakitan.
"Apa yang terjadi?" tanya nyonya Sabhira, yang juga berjalan menuju dapur, karena terkejut mendengar suara benda terjatuh.
"Liat tuh, wanita bodoh itu sampe terjatuh, dia jalan nggak pake mata," sahut Elvina pelan.
"Case, ada apa?" kini seorang lelaki berperawakan tegap menghampiri mereka.
"Aku tidak apa-apa," jawab Case Mowelas dengan suara lemah, kentara sekali, wanita itu sangatlah lelah.
"Kamu pucat! Jangan terlalu memaksakan diri, bangkit," titah lelaki itu dengan dingin.
Case Mowelas berusaha bangkit, namun dia terlihat begitu kepayahan, mengumpulkan tenaganya. Hal itu, membuat Joe sedikit kesal. Dia pun berniat membantu Case Mowelas untuk berdiri.
"Joe, apa-apaan kamu? Jangan kotori baju kamu yang sudah rapi. Lagian, Case hanya terjatuh biasa, bukan lagi pingsan."
"Ibu benar, aku bisa berusaha sendiri." Case menyahut dengan suara lirih.
"Case, nggak lucu kalau kamu pingsan, hanya karena belum sarapan." Suara Joe Wilianus terdengar penuh penekanan.
"Ah, jangan manja kamu Case, suka sekali cari simpatik. Perempuan itu harus kuat, jika kamu hanya wanita miskin yang tidak memiliki harta dan tahta, setidaknya kamu memiliki skil babu," ejek nyonya Sabhira, disambut gelak tawa keras dari Elvina.
Joe hanya mendengkus, melihat tingkah laku adik dan Ibunya."Dasar wanita," lirih Joe.
"Cih," decak Elvina. "Selalu saja membela wanita ini," lanjut Elvina, memutar bola mata malas.
"Yang bela itu siapa?" Joe menatap galak pada Elvina.
"Semua punya perasaan, termasuk Case." Suara Joe kembali terdengar menyahut, membuat nyonya Sabhira meradang.
"Kalau dia punya perasaan dan harga diri, seharusnya dia tidak menikah sama kamu, Joe. Dalam hidup Ibu, tidak pernah terpikir sedikitpun, bahwa kamu, menikahi pengasuh mendiang Kakek. Ah, memalukan sekali."
"Bu, ini sudah menjadi keputusan mendiang Kakek. Sudahlah, tidak perlu dibahas terus." Joe pun melihat jam, yang melingkar di tangannya.
"Ah, Joe sudah terlambat," gumam Joe.
"Ya sudah sana, cepat berangkat ke kantor," titah nyonya Sabhira. Joe pun menghela napas kesal, dan pergi meninggalkan ruang dapur begitu saja.
Joe yakin, bahwa Case bisa melewati semua ini. Karena biar bagaimana pun juga, sikap Ibu dan adiknya, sudah lama seperti ini pada Case.
"Heh, dengarkan aku! Sampai kapanpun, aku tidak akan anggap kamu sebagai menantu. Jangan kamu pikir, karena sudah berhasil menikahi Joe, hidup kamu akan bahagia, tidak akan," desis nyonya Sabhira, menatap tajam wajah Case.
"Dasar wanita miskin. Kami bahkan tidak tahu siapa ayahmu, bisa jadi, kamu hanyalah anak haram, hasil dari hubungan terlarang," lanjut nyonya Sabhira menghinanya.
"Aku kuatir, jika Ibu tahu siapa aku, Ibu akan sujud sukur dikakiku," batin Case. Namun apalah daya, kini dia hanya bisa terdiam, dan menikmati setiap luka yang mertua, ipar dan bahkan suaminya tancapkan dihatinya.
Setidaknya, dengan melihat senyuman Joe saja, hati Case sudah bahagia.
Meskipun dia tahu, pernikahan mereka bukanlah karena cinta, melainkan hanya karena permintaan kakeknya Joe.Terlanjur sudah berjanji. Case harus menelan pahitnya penghinaan dari keluarga Joe, hanya karena dianggap wanita miskin yang terhina.
Demi pengobatan sang Ibu yang juga menelan biaya besar, Case Mowelas rela mengikuti apapun kemauan Bastara Wilianus termasuk menikah dengan Joe.
Bastara Wilianus, adalah seorang pengusaha sukses dibidang kuliner, dan memiliki beberapa tanah di kota Monarki, dia adalah Kakeknya Joe yang sudah meninggal 5 bulan yang lalu.
"Ibu, sudahlah, Elvina mau berangkat dulu," ucap Elvina. "Dadah babu," ejek wanita itu, sembari tertawa keras, meninggalkan ruang dapur.
"Cepat bereskan kekacauan ini, atau kuhentikan biaya pengobatan Ibumu."
"Jangan," lirih Case. "Baiklah, akan kubereskan secepatnya," lanjut Case dengan perasaan terluka.
"Pinter, makanya hidup jangan jadi miskin," desis Sabhira, sembari berlalu meninggalkan dapur.
Sudah menjadi makanan sehari-hari Case, dihina dan dimaki. Ditertawakan dan direndahkan.
***********
"Tuan Joe, hari ini Presdir Jeremy akan datang, tolong persiapkan semuanya dengan baik," ucap asisten Jeremy melalui sambungan telepon.
"Baik, Tuan Wilson."
Joe yang merupakan Manager disebuah perusahaan raksasa, Giant Company Group ini, selalu menjadi kebanggan keluarga Bastara Wilianus.
Sedangkan Elvina, dia masih berstatus mahasiswa semester akhir. Dan rencananya pun, akan mengikuti jejak sang kakak, berkarir di perusahaan raksasa itu.
Meeting kali ini, membahas prestasi para karyawan Giant Company Group, dan akan diadakan pemberian penghargaan juga bonus, yang akan diadakan di kediaman Jeremy malam ini.
______Makan Malam
"Apa? Aku harus ikut?" Case terkejut, mendengar penuturan Joe.
"Yakin kamu mau bawa dia?" sela nyonya Sabhira. "Lebih baik kamu bawa adik kamu, dan kenalkan dia pada bosmu yang ganteng itu," sambar nyonya Sabhira, dengan mata berbinar penuh harap.
"Bos Joe sudah memiliki tunangan. Cantik dan memiliki karir yang bagus pula. Jadi, rasanya sangat mustahil, jika dia melirik Elvina."
"Maksud kakak apa?" Elvina merasa tersinggung dan tidak terima.
Meja makan menjadi sedikit ribut, membuat Case Mowelas semakin tidak berselera untuk makan lagi.
"Lagian, membawa wanita buluk begini, apa nggak bikin malu," cibir Elvina.
Bab156"Semua begitu cepat berubah. Dalam hitungan beberapa hari saja, tingkah kamu menjadi begitu tidak biasa. Ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan mereka?" tanya Desca pada Jeremy, ketika mereka masuk ke dalam mobil Jeremy."Itu hanya perasaan kamu saja. Sudahlah, tidak untuk di bahas, semua hanyalah kebetulan.""Oh ya? Bagaimana mungkin ini kebetulan. Sedangkan pagi sekali, kamu pergi meninggalkan rumah tanpa pamit. Ini bukan kamu, Jeremy. Aku ini istri kamu, aku kenal kamu dengan baik."Jeremy menarik napas, dan mulai melajukan mobilnya. Desca terdiam, karena Jeremy tidak menanggapi ucapannya. Hatinya jelas gelisah, sebab di selimuti perasaan curiga."Aku mampu mencari tahunya sendiri, jika kamu tidak berani jujur," ujar Desca lagi, membuat Jeremy menelan ludah."Kamu tentu tahu bagaimana sifat burukku. Jika kamu membuat sesuatu yang salah, dan tidak berani mengakuinya, maka aku pun tidak segan- segan, melakukan sesuatu yang tidak bisa kamu perkirakan dampaknya," lanjut Desca l
Bab 155Sebagai seorang istri, Desca jelas merasakan sekali perubahan sang suami. Jeremy yang emosi, menatap tajam kepada Desca yang matanya kini berkaca- kaca."Aku butuh ketenangan, paham!!" tekan Jeremy. Wanita itu hanya terdiam, meski air mata kini jatuh berhamburan membasahi pipinya. Hal itu membuat Jeremy seketika merasa bersalah dan langsung memeluk Desca."Maaf, maaf jika aku berkata kasar dan melukaimu," lirih Jeremy, sembari memeluk istrinya itu.Desca masih tidak bersuara, dia cukup syok dengan perlakuan Jeremy hari ini. "Aku mau istirahat," ujar Desca pada akhirnya, setelah melepaskan diri dengan perlahan dari pelukan Jeremy.Lelaki itu tahu, bahwa kini Desca terluka, dia pun memilih diam dan membiarkan Desca berjalan menuju kasur."Kamu sudah makan?" tanya Jeremy. Namun Desca tidak menyahut dan langsung menenggelamkan diri di dalam selimut.Jeremy terdiam, dan duduk termenung di depan laptopnya yang masih menyala.Bayangan kedua anak kembar Rebecca, membuat pikiran Jere
Bab154"Tidak, aku tidak akan memberitahu mereka," tegas Rebecca. Wanita itu membuang pandangannya dari Jeremy."Oh begitu. Aku yang akan beritahu mereka."Rebecca kembali menatap Jeremy, kemudian tersenyum. "Apakah kamu sudah siap? Jika istrimu mengetahui semuanya?"Jeremy terdiam. Wajahnya nampan gusar, membuat Rebecca tersenyum kecut."Pergilah! Ada baiknya kita, tidak usah saling mengenal lagi. Semua yang pernah terjadi antara kita, anggap saja angin lalu."Jeremy mengernyit. "Angin lalu? Andai tidak ada mereka, tidak masalah bagiku."Mendengar jawaban Jeremy seperti itu, ada perasaan terluka di hati Rebecca. Ingin sekali wanita itu menangis dan mengumpat Jeremy yang berkata selugas itu."Pergilah, aku perlu beristirahat.""Baiklah, tapi ingat, jangan melarangku untuk dekat dan bertemu mereka."Rebecca menatap dalam mata Jeremy. "Akan kupikirkan."Kemudian terdengar bunyi bell. Rebecca beranjak dari duduknya dan menuju pintu. Wanita itu membuka lebar daun pintu dan."Taraaa ...
Bab153Seakan mengulang masa lalu sang Ayah, Jeremy tidak mengenali Clara, seperti Wiliam dulu tidak mengenali Case.Bedanya Wiliam dan Aluna Welas sempat menikah dan bahagia. Sedangkan Rebecca dan Jeremy? Kandas karena hadirnya sosok Rebecca diantara mereka.Panggilan telepon masuk, ketika Jeremy sedang makan siang bersama keluarganya. Melihat nama orang suruhannya yang menghubungi, Jeremy pun menjawab panggilan itu, dengan menjauh dari meja makan."Tuan ....""Ya, bagaimana?""Dia benar nyonya Rebecca yang anda cari selama ini, dan kedua anak itu adalah anaknya, mereka kembar!" seru lelaki di seberang telepon.Jeremy tertegun, mendengar informasi itu."Kembar!!" "Ya, Tuan. Selama ini, nyonya Rebecca bekerja seorang diri menghidupi kedua anaknya, beliau belum menikah. Hanya saja, ada seorang laki- laki yang memang sangat dekat pada mereka.""Siapa itu?""Zacob Catwalk, Tuan."Hati Jeremy terasa tidak nyaman, mendengar tentang Zacob Catwalk yang dekat dengan Rebecca dan kedua anak k
Bab152Panas dingin, kini Rebecca mendadak kaku, dan seakan kesulitan untuk menoleh ke belakang."Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu."Ansel, menghindar! Kamu lupa yang Mami katakan? Jangan bicara dengan orang asing," bentak Clara.Gadis berwajah imut itu menarik tangan Ansel, membawanya menjauh dari Jeremy."Aku bukan orang asing," sahut Jeremy. "Mami, Ansel bicara dengan orang asing," kata Clara mendekati Ibunya. Jeremy yang semula berjongkok karena berbicara pada Ansel, pun kini berdiri.Tidak jauh dari mereka berdiri, seorang wanita yang Clara panggil Mami itu seakan mematung."Ayah," seru Samuel, membuat Jeremy menoleh."Suamiku, kamu di sini? Ayo pulang, pendaftaran sudah selesai," seru Desca.Jeremy serba salah, ingin sekali melihat dan menyapa Rebecca lagi. Ah, bukan hanya itu, dia ingin sekali menanyakan tentang kedua anak ini.Hanya Ansel yang ingin dia tanyakan, sedangkan Clara? Jeremy meyakini, bahwa Rebecca telah menikah lagi, dan Clara anak keduanya."Ansel namanya," gu
Bab151"Kita naik taksi online lagi? Om Zacob nggak jemput kita?" tanya Clara mengulangi pertanyaannya tadi."Betul sayang! Om Zacob itu sibuk!" sahut Rebecca lembut."Ah, orang dewasa selalu saja sibuk," celetuk Clara tak senang."Nanti kalau kita dewasa, kita tidak usah sesibuk itu untuk pergi bekerja," sahut Ansel menimpali.Mereka duduk di sebuah halte."Kalau kalian tidak sibuk bekerja, pastikan kalian memiliki uang yang tidak akan pernah habis." "Tentu saja, aku calon wanita sukses dan kaya! Mam. Lihat wajahku, aku cocok menjadi artis di masa depan." Clara menyahut dengan pongahnya, juga dengan gaya centilnya, membuat Rebecca terkekeh."Baiklah, Mami coba percaya itu, oke." "Ansel, kamu sendiri bagaimana?" tanya Rebecca, menoleh ke arah Ansel."Aku calon dokter, Mam. Jadi, jika Mami sakit, aku bisa mengobatinya." "Oke baiklah, kita perlu pembuktian dari ucapan kalian berdua, oke." "Oke." Ketiganya memasuki taksi online. Di perjalanan, sebuah mobil terlihat mengejar ke arah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments