Dari Pegawai Jadi Mempelai

Dari Pegawai Jadi Mempelai

By:  Selene21  Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings
59Chapters
707views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Keluarga tirinya mendepaknya keluar dari rumah seminggu setelah ayahnya meninggal, tanpa uang sepeserpun di dalam dompet. Elia terpaksa bekerja serabutan sambil menyelesaikan kuliahnya. Karena mabuk dan salah kamar, membuatnya harus menikahi dosennya dan merawat ibu mertua pria itu, masuk dalam konflik baru dengan status istri sementara. Apa motif sebenarnya di balik tawaran Wirasena—dosen dingin—menikahinya?

View More
Dari Pegawai Jadi Mempelai Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
default avatar
indeed.psyche
ceritanya bagus banget. lanjut dong...dah lama nggak update. udah kangen sama mas wira senewen nih.
2024-03-19 22:04:21
0
default avatar
Ndy Yanis
keren mbaa..
2024-02-13 09:49:34
2
user avatar
Diganti Mawaddah
Ceritanya bagus, lanjut Kak
2024-02-13 09:21:14
1
59 Chapters
Bab 1
“PERGI KAMU DARI SINI!”Elia terbeliak mendengar bentakan saudara tirinya. “Apa katamu?” tanya Elia tak percaya. “Pergi?” Posisi Elia yang sedang duduk, membuatnya terpaksa mendongak menatap wajah sinis di hadapannya.“Ya, pergi dari sini!” ulang wanita yang usianya terpaut beberapa tahun di atas Elia itu.“Hahaha … sepertinya kamu lupa siapa pemilik rumah ini.” Elia tersenyum miring melihat kekonyolan saudarinya, Yulia.“Kemarin, rumah ini masih milikmu, tapi sekarang ….”Dengan penuh percaya diri, Yulia mengeluarkan selembar kertas dari dalam tas kerjanya dan melambaikannya di udara, tepat di depan wajah Elia. “Tidak lagi, Nona!” tandas Yulia seraya melepas kertas di tangannya di atas kepala Elia. “Baca itu baik-baik.”Tanpa melepas pandangannya dari wajah sombong Yulia, Elia meraih kertas yang jatuh di sampingnya. Dibacanya deret kalimat yang tertera dengan cermat, seperti permintaan Yulia. Perlahan, kepalanya menggeleng dan bibirnya menggumam, seiring seulas senyum kemenangan yang
Read more
Bab 2
Yulia berdiri cukup lama di depan pintu kamar cucian, cukup untuk menyimpulkan bahwa Minah berbahaya baginya. Awalnya, ia ingin meminta tolong Minah membuat secangkir kopi pahit untuknya karena sakit kepala tiba-tiba menyerangnya setelah bertengkar dengan Elia. Tapi, apa yang didengarnya dari balik pintu, nyatanya mampu menyembuhkan sakit kepalanya.Dibukanya pintu kamar dengan keras.“Ngapain kalian sembunyi di sini?!” hardik Yulia. Hatinya bersorak, manakala melihat wajah pias Minah dan gurat kejengkelan adik tirinya. “Lho, malah bengong. Lagi main petak umpet? Kok cuman berdua, kurang seru, dong. Ikutan, boleh gak?”Tanpa bicara, Elia mendorong bahu Yulia dengan kesal agar perempuan itu menyingkir dari jalan dan membiarkannya keluar ruangan. Minah bermaksud mengekor Elia, tapi lengan Yulia mencekalya.“Bik Minah, tolong buatin kopi pahit, dong,” pinta Yulia dengan nada lembut yang dibuat-buat tertuju pada Minah, sedang matanya mengiring kepergian Elia.Setelah memastikan Elia masuk
Read more
Bab 3
Elia membaca dengan cermat laporan singkat pemeriksaan perawat dan dokter, matanya berkaca-kaca. Ingatannya kembali pada hari di mana ia mendapat telepon dari Rossa yang mengabarkan bahwa ayahnya sedang dirawat karena serangan jantung.“El,” panggil Rafi membuyarkan lamunan gadis itu.“Hmm?” Elia mendongak sambil mengusap matanya yang basah.“Kamu baik-baik saja, El?”Air mata Elia luruh. “Jadi, ayahku DOA (Death on Arrival), Raf? Dia tidak sempat mendapatkan pertolongan? Dia meninggal dalam perjalanan?” cecar Elia sambil terisak.Rafi memegang bahu Elia agar gadis itu tenang. “Menurut perawat yang bertugas hari itu, ayahmu datang dalam kondisi cardiac arrest (henti jantung). Sudah dilakukan pertolongan pertama, tapi jantungnya tidak merespon. Kesimpulan dokter jaga DOA karena akralnya masih hangat.”Pernyataan Rafi membuat Elia tergugu. Pasalnya, semua itu berbeda dengan apa yang Yulia ceritakan padanya.‘Ayah bukan tipe pasien yang tidak patuh. Apa yang membuatnya tiba-tiba mengalam
Read more
Bab 4
“Bodoh, bodoh!” umpat Elia di sela isakan di atas skuternya.Panik, mengacaukan otaknya dan menurunkan kecerdasannya. Bukan karena sedih air matanya tidak berhenti mengalir, tapi karena gumpalan amarah yang tidak bisa ia luapkan. Elia memacu pelan motornya yang nyaris tenggelam dalam muatan.“Aku harus pergi ke mana?” lirihnya sendu. “Harusnya tadi aku berkeras untuk tinggal. Toh, itu rumah milik orang tuaku. Bodoh kamu, El!” umpatnya penuh sesal.Drtt … drtt ….Elia meminggirkan motornya. Shinta calling ….“Halo,” jawab Elia menahan tangis.[El, lu kenapa? Kok suaranya gitu? Nangis, ya?] cecar Shinta dari seberang.“Eh, nggak. Lagi serak aja,” kilah Elia menahan napas.[Mau minta tolong, dong. Bisa gak temenin gue tidur apartemen? Gue abis berantem ma bokap.]“Astaga … kenapa lagi, sih?!” Tangis Elia teralihkan mendengar cerita sahabatnya.[Reval barusan nelfon gue. Dia bilang, dia lihat bokap gue gandengan ma cewek cantik di depan lift apartemen. Malam ini, gue harus tidur sana supa
Read more
Bab 5
“Kenapa Bapak ada di sini?” Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Elia.Wirasena mengernyit tidak suka mendengar sapaan yang digunakan padanya. “Bapak?! Siapa yang kamu panggil bapak?”Elia mengerjap panik karena sikap sinis pemilik rumah. ‘Prof. Wira? Kok bisa? Astaga … mimpi apa gue semalem?’ batin Elia bingung.“Bisu?!” kesal Wira karena sikap diam Elia.“E-eh, maaf, Prof. Sepertinya saya salah alamat. Permisi.” Elia buru-buru mengangguk sopan, kemudian berbalik. ‘Kalau dia negur, artinya ini alamat yang benar. Tapi kalau nggak, artinya gue salah alamat. Mampus!’ umpat Elia dalam hati.Langkah Elia sengaja diperlambat untuk berjaga-jaga pria dingin itu memanggilnya. Lima langkah berlalu, tapi tidak ada teguran. Jadi, Elia putuskan mempercepat langkahnya. Di luar gerbang, Elia segera membuka kertas yang sudah lusuh dan dalam genggamannya.“Sedap malam, nomer sembilan belas,” gumamnya sambil celingukan. Matanya melebar manakala melihat papan kayu cokelat tua yang menempel di te
Read more
Bab 6-1
“AAA …!” Teriakan Elia membuat Wirasena terjaga dan menatap marah ke arah gadis itu. Namun, beberapa detik kemudian, pancaran amarah di matanya berganti tatapan bingung. Kulit putih mulus tanpa penutup sedang membanjiri indera penglihatnya. “Apa yang kamu lakukan di sini?!” bentaknya setengah sadar. Bentakan Wirasena dan tatapan aneh yang terarah padanya membuat Elia menunduk mengikuti arah pandangan itu. “Aaa …!” Teriakan lain yang tak kalah nyaring menyusul keluar diikuti tarikan kasar pada selimut yang setengah tersingkap. “Diam!” geram Wirasena berusaha menguasai diri. “Katakan. Apa yang kau lakukan di kamarku dalam kondisi begini?!” tunjuk Wirasena dengan dagunya. Mata Elia terpejam. Denyutan di kepalanya kembali menyerang. Sekuat tenaga dicobanya mengingat apa yang terjadi semalam. Dahinya mengernyit antara mengingat dan menahan sakit di kepala dan bagian bawah tubuhnya. ‘Sudah terjadi. Ada nyeri dan perih di situ, ada ke
Read more
Bab 6-2
Elia menahan tawanya dengan melipat bibir ke dalam seraya menggeleng.“Kamu sependapat denganku?” selidik Tatik dengan lirikan tajam, tapi sudut bibirnya berkedut membuat Elia kembali meringis.“Maaf, Oma. Tapi, saya memang sependapat.”Mereka berdua terkekeh bersama. Tatik mulai melanjutkan ceritanya tentang mendiang anaknya yang meninggal karena kanker indung telur yang mengakibatkannya tidak bisa memiliki keturunan.“Kadang, aku merasa kasihan saat melihat Wira begitu telaten menemani Mika bermain dan mendengar ocehannya.” Tatik mengusap mata tuanya yang basah. “Tapi, mau bagaimana lagi. Tidak banyak wanita sabar dan pengertian yang mau menderita bersanding dengan pria kaku dan dingin seperti dia.”Elia berjongkok di samping kursi roda Tatik sambil memasangkan pakaian bersih. “Ada sebuah rahasia yang mau Elia ceritakan, tapi Oma harus janji tidak akan menceritakannya pada orang lain.”
Read more
Bab 7
Wirasena gelisah sepanjang perjalanan pulang. Ia bahkan menunda jadwal operasi yang sedianya harus dia kerjakan, hanya untuk memastikan bahwa Elia pantas menyandang gelar lulusan terbaik. Langkahnya panjang dan cepat saat melintasi ruangan demi ruangan rumahnya.Ketika hendak menuju kamar Elia, ia mendengar teriakan Mika dari halaman belakang. Disempatkannya melongok ke jendela dan melihat perempuan yang dicarinya sedang bersiap melompat dari atas pohon mangga. Panik, Wirasena berlari ke halaman belakang sambil berharap Elia masih menyisakan kewarasannya yang sudah terkontaminasi wiski.“STOP!” teriak Wirasena masih berlari sampai ke bawah pohon. “Apa yang kamu lakukan?!”“Melompat,” sahut Elia tanpa dosa.Wirasena membungkuk, dua tangannya menumpu pada lutut dan menghela napas dalam sebelum kembali berdiri dan merentangkan lengan. “Sini, lompat ke sini!” titahnya menunjuk kedua lengan yang terentang dengan
Read more
Bab 8
“Keju? Astaga …!” Elia bergegas ke kamarnya. Dicermatinya wajah putih mulusnya yang mulai memerah di area sekitar bibir dan pipi. “Astaga … gawat ini!” paniknya.Tangannya panik mencari obat alergi miliknya di laci meja rias dan kotak obat, tapi tidak ada. Sekilas, dari pantulannya di cermin, Elia melihat lehernya juga mulai berubah warna. “Cepet banget, sih!”Elia berbalik, meraih tas selempang di ranjang dan cardigannya. “Aku harus ke apotek sebelum gejalanya makin parah,” gumamnya sambil mencari kunci skuternya. “Aish … sial!” umpatnya seraya mengusap cairan yang mulai mengalir dari lubang hidungnya.“Astaga …! Mana sih!” gerutunya saat kunci motor pun tidak berpihak padanya.Ia putuskan untuk mencari taksi. Elia tergesa-gesa keluar dari kamar hingga tidak memperhatikan Wirasena yang berjalan cepat ke arahnya.Brug.Mereka berdua bertabraka
Read more
Bab 8
“Keju? Astaga …!” Elia bergegas ke kamarnya. Dicermatinya wajah putih mulusnya yang mulai memerah di area sekitar bibir dan pipi. “Astaga … gawat ini!” paniknya.Tangannya panik mencari obat alergi miliknya di laci meja rias dan kotak obat, tapi tidak ada. Sekilas, dari pantulannya di cermin, Elia melihat lehernya juga mulai berubah warna. “Cepet banget, sih!”Elia berbalik, meraih tas selempang di ranjang dan cardigannya. “Aku harus ke apotek sebelum gejalanya makin parah,” gumamnya sambil mencari kunci skuternya. “Aish … sial!” umpatnya seraya mengusap cairan yang mulai mengalir dari lubang hidungnya.“Astaga …! Mana sih!” gerutunya saat kunci motor pun tidak berpihak padanya.Ia putuskan untuk mencari taksi. Elia tergesa-gesa keluar dari kamar hingga tidak memperhatikan Wirasena yang berjalan cepat ke arahnya.Brug.Mereka berdua bertabraka
Read more
DMCA.com Protection Status