Rumah tangga yang Irena dan Fandi bina selama lima tahun, akhirnya mengalami badai yang dahsyat. Semua dimulai kala Irena menemukan surat pengajuan talak di ruang kerja sang suami. Saat itu, Fandi masih bimbang antara mengajukan ataukah tidak. Dengan alasan jenuh, Fandi berniat menceraikan Irena. Namun, alasan yang sebenarnya sang suami berniat menceraikannya terkuak oleh Irena di kala dia sedang mengandung. Masalah demi masalah membuat mereka berulang kali menyerah dan bertahan. Terlebih saat Irena kembali keguguran dan wanita lain yang membuat Fandi penasaran terus membuatnya goyah. Hingga suatu hari Irena berubah, wanita itu berubah setelah mengetahui tentang kondisi dirinya. Melihat itu, Fandi semakin merasa cinta pada sang istri. Meski berulang kali godaan datang dari sang wanita idaman lain. Hingga Irena mengajukan permohonan di suatu malam kala pertengkaran hebat di antara mereka terjadi. Irena meminta tiga bulan dalam hidup Fandi untuk bersama dengannya. Tiga bulan yang membuat Fandi semakin jatuh cinta dan sadar akan tulusnya cinta sang istri. Tiga bulan yang membuatnya merengkuh bahagia dan menyesali semua perbuatannya yang menyakitkan sang istri. Tiga bulan, yang membuat Fandi ingin kembali ke masa lalu. Memperlakukan istrinya lebih baik. Dalam tiga bulan, bisakah mereka tetap bersama sementara Irena sudah mengabadikan tiga bulan itu sebagai pengabdian terakhirnya sebagai seorang istri. Lika-liku kisah mereka, membuat keduanya belajar untuk Ikhlas. Bagaimana kisahnya? Akankah Fandi bersama Irena sampai akhir hayat? Nantikan kisahnya, dukung author dengan subscribe, bintang lima dan like setiap babnya.
View MoreBersama dalam mengarungi rumah tangga dan tampak selalu bahagia depan pasangan, ternyata tak membuat kata jenuh terhalang oleh cinta yang terucap. (Irena, dalam Pengabdian Terakhir Seorang Istri)
_____ "Aku tak mau bercerai, Mas! Aku tak mau!" Saat itu wanita yang perlahan bangkit dari duduknya menatap sendu wajah pria yang meneteskan air mata. "Tapi aku ingin bahagia. Aku ingin bahagia, Irena!" pekik sang pria. "Aku juga ingin bahagia Mas, kita bisa wujudkan itu bersama!" Wanita yang semula memegang perutnya, kini membelai pipi pria yang masih berstatus suaminya itu. "Tiga bulan saja Mas, beri aku waktu tiga bulan untuk membuatmu yakin jika aku bisa berubah dan menjadi jalan pulangmu. Biarlah, tiga bulan itu menjadi pengabdianku yang terakhir sebagai istrimu. Kumohon Mas, setelah itu silakan ceraikan aku dan menikahlah dengan wanita yang kau ingin," pinta sang istri. Ya, tiga bulan yang membuat sang suami merasa jika apa yang dilakukannya salah. Tiga bulan yang membuat hatinya kembali merasa cinta yang begitu besar untuk sang istri. Andai waktu bisa diulang, lelaki itu ingin kembali ke masa di mana semua perkara itu terjadi. Di mana rasa lelah dan ingin berpisah seakan menjadi solusi. Andai waktu bisa diulang .... Lelaki itu ingin kembali ke malam di mana Irena masih cerewet seperti itu. _______________ “Dari mana kamu, Mas? Jam segini baru sampai rumah.” Seorang wanita menggunakan gaun mewah tengah menatap tajam pria yang baru saja keluar dari mobilnya. “Dari kantor, emang aku bisa dari mana lagi.” Lelaki itu masuk begitu saja tanpa peduli sang wanita yang merupakan istrinya tengah berbalik dan memicingkan matanya. “Cepat mandi dan kenakan pakaian yang sudah aku siapkan di kamar. Kita sudah terlambat ini,” ucap sang wanita. “Aku lelah, kau saja yang pergi,” jawabnya. “Mas!” pekik wanita itu melengking. Langkahnya cepat menyusul sang suami yang tak menghentikan langkahnya meski sang istri memanggil. “Kamu ini! Sudah tahu ini acara keluargaku, harusnya kalau gak bisa kasih kado mahal … ya datang ucapin selamat. Kok malah gak datang,” gerutu sang istri. “Baiklah! Tunggu aku mandi sebentar.” Dilemparnya tas kerja ke atas ranjang dan pria itu langsung masuk ke kamar mandi. Mereka adalah sepasang suami istri, Irena dan Fandi. Keduanya menikah karena cinta satu malam yang terjadi begitu saja hingga Irena hamil. Sayangnya, sebulan setelah menikah Irena keguguran. Irena merupakan anak orang kaya dan Fandi hanya karyawan kantoran biasa. Meski begitu, rumah tangga mereka bertahan sampai di tahun kelima. Meski lebih dominan Irena yang berperan. Bagaimana tidak, Irena yang merupakan pengusaha sukses. Terbiasa memberi perintah dari pada diperintah. Maka wajar, jika Irena selalu tak mau kalah dari Fandi. Begitu pun urusan keluarga. Irena lebih condong ke keluarganya dari pada pada sang mertua yang sudah renta di kampung Fandi. Setahun sekali Irena dan Fandi berkunjung ke rumah orang tua Fandi. Itu pun tak menginap, sebab Irena tak biasa tidur di tempat yang ah … kumuh dan apalah katanya. Fandi hanya bisa mengelus dada atas perkataan serta sikap istrinya itu. Meski begitu, Irena selalu royal pada mertuanya. Rumah direnovasi dan adik-adik Fandi diberi modal untuk usaha serta bersekolah. * Ponsel Irena terus berdering, membuat wanita itu kesal kala melihat suaminya tampak enggan mengenakan pakaian yang disediakannya. Terpaksa wanita itu turun tangan. “Dengar ya Mas, ini pesta yang amat ditunggu Mamah. Gak mungkin kita gak hadir. Please, jaga image Mamah di depan para tamu undangannya,” ujar Irena memperingatkan. Fandi tak bicara, dirinya pasrah saat Irena bergegas menarik tangannya untuk segera keluar dari kamar. Di acara pesta, Fandi berkumpul dengan ayah mertua dan saudara laki-laki Irena. Pembahasan yang begitu membosankan, membuat Fandi hanya tersenyum sembari memegang gelas minuman. Di sana, Irena bersama ibunya tengah bercengkrama dengan para kerabat. “Eh, Erik dan Wandy sudah kembali dari luar negeri. Kenapa kamu gak temui dia, Na. Kan teman sedari kecil, mana tahu bisa kasih jabatan tinggi di perusahaannya buat suamimu. Betah amat jadi karyawan biasa,” singgung sang kerabat. Irena tak menjawab, senyumnya sinis ketika melirik sang suami di sana. Hal itu membuat Fandi semakin tak betah di pesta tersebut. Dengan alasan ada meeting besok pagi, Fandi mengajak Irena pulang. “Padahal bentar lagi selesai lho Mas,” sungut Irena kesal. “Kenapa? Kamu senang mendengar suamimu dinilai buruk dan direndahkan seperti itu oleh kerabatmu sendiri, hah!” Fandi sudah kadung naik pitam. “Mas, apa-apaan sih? Kenapa diambil hati?” Irena melipat tangannya di dada. Suasana dalam mobil saat itu seketika hening. “Selalu begini,” celetuk Irena kemudian. “Kamu itu kalau berada di taraf bawah ya terima aja. Lagian aku gak masalah kok, kita yang jalani hidup ini Mas. Jangan pikir hal yang penting seperti itu,” sambung Irena seenaknya. Ciittt! Mobil mengerem mendadak, di mana Fandi menatap Irena dengan tatapan nyalang. Untung saja saat itu jalanan yang dilewati mereka tengah sepi. “Sepertinya langkah yang kuambil memang tepat,” balas Fandi. “Langkah apa? Bodo ‘ah! Terserah kamu aja Mas. Kayaknya kamu harus dikasih jatah biar gak sensi seperti ini,” canda Irena. Andai Irena tahu, suaminya tak sedang bercanda saat ini. Terlalu dirinya anggap suaminya gampang dalam hal hati. * * * Kening Irena mengernyit kala sesampainya di rumah, Fandi malah masuk ke ruang kerjanya. Tempat di mana dia akan mengerjakan semua pekerjaan lembur agar tak mengganggu istirahat sang istri. “Ck, malah lembur tu laki. Padahal bini udah siap tempur gini.” Irena memang sudah berganti pakaian, wanita cantik itu menggunakan baju dinas yang sangat menggoda. Pikirnya Fandi marah-marah karena belum mendapat jatah rutin suami istri. Tok … tok … tok …. Pintu ruangan kerja itu memang tak dikunci, tetapi wanita itu selalu mengetuknya kala hendak masuk. Saat itu dirinya melihat banyak kertas berserakan di atas meja kerja sang suami. Suaminya sendiri tengah berbaring di atas sofa panjang yang ada di ruangan tersebut. “Mas, ayo!” Wanita cantik itu lalu meraih tangan sang suami. “Aku tidur di sini saja,” tolak Fandi. “Gak, ayo! Gak boleh ditunda! Ayo pokoknya. Biar Mas senyum lagi,” rayu Irena. Akhirnya, Fandi pun menurut. Irena sempat melihat kembali ke arah kertas tersebut, tetapi urusan dirinya dan Fadi lebih penting sekarang. “Biarlah besok aku bereskan semua,” gumam Irena. Aktivitas suami istri itu memang banyak menguras tenaga, Irena sampai terlelap dan bermimpi … di mana Fandi pergi meninggalkannya. Meski hubungan mereka tercipta dari hal yang aneh, yaitu hubungan satu malam. Akan tetapi, lima tahun berumah tangga membuat lrena mencintai sang suami. “Mas Fandi!” Irena terjaga, keringatnya begitu banyak. Napasnya terengah-engah kala terjaga, tangannya mencoba meraih ke sebelah. Sang suami sudah tak ada. Hanya ada note di atas nakas. Ada meeting mendadak beneran. Jadi aku berangkat tanpa sempat membangunkanmu. Maaf Fandi. Irena mencium kertas kecil itu, memang biasanya Fandi akan membangunkan sang istri. Keduanya akan menyiapkan sarapan bersama. Pagi ini, tak ada sarapan. Tampaknya Fandi tak sempat membuat sarapan. Jadi, Irena pun berniat mengantarkan bekal makan siang. Irena memang seorang pengusaha sukses, meski begitu semenjak menikah dengan Fandi, Irena hanya sesekali ke kantor. Semua di-handle sang adik, Roy. Semula dirinya ingin perusahaan itu dipimpin Fandi, sayangnya sang suami menolak. Begitu pun tawaran kerja di perusahaan sang ayah Irena. Fandi menolak dengan alasan sudah nyaman dengan pekerjaan yang sekarang. * Irena bersenandung kala selesai bersiap untuk ke kantor sang suami bekerja. Namun, dirinya teringat akan ruangan kerja Fandi yang berantakan. Karena ruangan kerja tak boleh dibersihkan oleh pembantu, takut sembarang membuang barang … alasan Fandi. Membuat Irena yang kerap membersihkannya. Wanita itu masuk ke dalam ruangan kerja sang suami, satu per satu kertas itu dipungutnya. Hingga matanya memicing kala mendapati surat yang begitu menarik perhatiannya. “Apa ini? Pengajuan gugatan permohonan talak?”Di Jakarta, kehidupan keluarga Moon berubah ketika Irena dan Carlos memutuskan untuk kembali ke Indonesia setelah lama tinggal di Jerman. Kembali ke tanah air bukanlah keputusan yang mudah bagi Carlos, seorang dokter spesialis yang bekerja di salah satu rumah sakit terkenal di Jerman. Namun, permintaan dari orang tua Irena agar mereka pulang dan menetap di Indonesia menjadi dorongan utama untuk perubahan besar ini. Meski Carlos sempat ragu, kecintaannya pada keluarga membuatnya akhirnya setuju untuk bekerja di rumah sakit swasta di Jakarta. Irena, seperti biasa, tetap menjadi ibu rumah tangga. Itu adalah kesepakatan yang dibuat sejak awal pernikahan mereka, sebuah perjanjian yang Carlos pinta agar Irena dapat lebih fokus pada Alana, anak mereka. Namun, kehidupan baru di Indonesia membawa beberapa pertanyaan dalam benak Alana, yang kini beranjak sepuluh tahun. Di sekolahnya yang baru, Alana berteman dengan Aldo Moon, seorang anak laki-laki yang bersekolah di tempat yang sama. Kebetula
Saat itu, keluarga Irena begitu panik dan bergegas membawa Musda ke rumah sakit.Musda melahirkan secara normal, bayi berjenis kelamin laki-laki itu begitu lucu dan sangat mirip Roy.Tangis Roy pecah kala menggendong bayinya pertama kali, tangannya gemetar begitu pun suaranya kala mengadzani sang bayi mungil.“Mbak, beri anak Roy nama. Kami berdua sudah sepakat agar Mbak Irena yang memberi nama untuk bayi kami,” ujar Roy.Irena yang tengah menggendong Alana, kini menyerahkan Alana yang manja pada Carlos sedang dirinya mendekat ke arah bayi yang menggeliat dalam dekapan Roy.“Ren, jangan lupa sematkan nama ayah.” Sosok lelaki yang kini menggendong Aldo, sempat-sempatnya mengingatkan sang anak agar menyematkan namanya.Irena mengangguk, “Tentu Ayah.”Wanita cantik itu mengusap pipi dan pucuk kepala bayi yang masih terpejam dan tenang dalam buaian sang ayah.“Ada nama yang ingin disematkan dari kalian?” tanya Irena pada Roy dan Musda.“Muhamad, Roy dan Musda berharap Mbak menyematkan jug
“Innalilahi wa innailaihi Raji'un.” “Ada apa?” Carlos mendekat begitu mendengar sang istri berucap.“Fera,” sahut Irena pelan.***Wanita yang tengah mengandung itu masih mengerang kesakitan, selain menyebut nama Allah … dirinya hanya menyebut nama Irena, di mana keadaannya dalam setengah sadar.Fera, wanita cantik yang sedang mengandung itu mengalami kemalangan.Kandungannya yang sudah menginjak usia matang untuk lahir. Kini bermasalah dan harus segera dilarikan ke rumah sakit berkat rujukan bidan setempat.Maka berangkatlah mereka dengan ambulance milik desa.Ambulance yang membawanya hendak ke rumah sakit terdekat, mengalami kecelakaan beruntun di jalan raya. Imbas dari pengguna jalan yang tak sabar dan hendak menyalip ambulans tersebut.Wisnu dan kedua anak kembarnya tak selamat, ajaibnya Fera yang terpental dari ambulans selamat meski dalam keadaan bersimbah darah.Para pengguna jalan yang menolong, segera membawa wanita hamil itu ke rumah sakit. “To—tolong hubungi Mbak Irena,”
Pagi ini Irena terjaga di tempat tidur bersama sosok lain yang kini menjadi imamnya.Semalam, selesai acara resepsi … keduanya memulai sholat berjamaah.Hal yang dulu hanya Irena lakukan bersama sang mantan. Bahkan, sebelum perpisahan itu terjadi … Irena melakukan sholat berjamaah bersamanya.Kini, senyum Irena begitu merekah kala meraih koko serta sarung untuk sang imam.Wajahnya yang masih basah oleh air wudhu, menambah ketampanan yang hakiki. Ya, begitulah kata hati Irena.Setelah sholat berjamaah, keduanya bersiap untuk sarapan bersama keluarga Irena. Ya, mereka masih tinggal di rumah orang tua Irena. Bukan tak mau tinggal terpisah, tetapi Irena dan Carlos akan kembali ke Singapure. Di mana tempat itu sudah menjadi rumah bagi keduanya.“Hari ini jadi ke panti?” tanya Carlos pagi itu.Irena mengangguk, “Katanya Indah sakit, jadi gak bisa hadir di pernikahan kita.”“Ckckck, Mbak ini … masih saja begitu peduli sama dia,” celetuk Rani.“Sttt, gak baik begitu ah.” Sang suami mencubit
Pengajian Akbar hari itu tak sepenuhnya didengar oleh Irena. Hatinya terasa kacau dan bimbang.Namun, kepalanya yang tertunduk tiba-tiba terangkat kala mendengar kutipan kalimat yang diucapkan oleh pendakwah kondang tersebut.“Janganlah kau ragu akan janji Allah. Pasrahkan dirimu pada-Nya dan yakinlah jika skenario Allah itu indah dan paling terbaik untukmu. Ingat … jodoh, maut, dan rejeki merupakan rahasia Allah yang sudah ditetapkan untuk kita. Bersabarlah, ikhlas, dan selalu tawakal.” Kata-kata pendakwah itu menyejukkan hati wanita cantik tersebut.‘Ya Allah, hamba berserah pada-Mu,’ batin Irena.Satu jam kajian, akhirnya selesai dengan baik. Irena sudah tak ambil pusing kala dua wanita tadi masih berceloteh dan berangan-angan tentang Carlos.Dirinya bahkan tersenyum dan menyapa keduanya kala keluar dari tempat kajian terlebih dahulu.Baru saja keluar, tiba-tiba ujung hijabnya ditarik seseorang.“Eh,” celetuk Irena.Wanita cantik itu menoleh dan mendapati pria tampan berkoko putih
“Roy? Kamu ngapain ke sini?” Irena tercengang, kala melihat sang adik yang garuk-garuk kepala menanggapi perkataannya.“Anu … mau sunat, hehehe!” Roy berbisik pelan ke telinga sang kakak, tak hanya itu … di ujung sana ayah dan ibunya turut datang.“Dianter Mamah?” tanya Irena lagi.“Hm, takut sakit.”Kini, Roy mengaduh karena Irena memukul punggungnya sembari tak henti mengomel.Kini, di sinilah mereka. Ada ayah dan ibu Irena yang duduk dekat Roy. Irena sendiri duduk di samping Carlos yang terus beristighfar.Kala menunggu itu, Roy menerima panggilan telepon dan sempat tersenyum manis.“Dari siapa?” tanya Irena penasaran.“Bidadari,” sahut Roy singkat.Tak sempat Irena mengulik lebih dalam, Roy meminta ijin untuk keluar terlebih dahulu.Kebetulan masih antrean anak-anak yang dikhitan.“Mah, kok Roy minta disunat sekarang?” Irena yang kini duduk di samping sang ibu menggantikan Roy, berbisik pelan demi satu jawaban.Wanita yang sudah berumur itu tersenyum dan mengusap pipi sang anak su
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments