Pernikahan kedua Laras tidak menjamin dia dan anaknya akan hidup bahagia. Mimpi buruk yang dia pikir sudah berakhir, nyatanya kembali lagi. Laras rela bertahan demi sang buah hati. Lalu, bagaimana dengan hari esok?
Lihat lebih banyakTanganku gemetar saat aku melihat layar ponselku. Aku tak percaya kala melihat foto Mas Ifan suamiku tersenyum mesra dengan seorang wanita yang tidak aku kenal dengan buku nikah ditangan masing - masing. Perlahan aku scroll beranda f******k ku. Ada banyak foto - foto Mas Ifan menikah lagi. Ya Allah. Hati ini nyeri. Seperti luka yang disiram dengan air jeruk nipis. Sakit ya Allah. Sungguh aku tak menyangka pada akhirnya seperti ini. Pernikahan yang baru seumur jagung. Terakhir yang aku tau, suamiku pergi merantau lagi. Bosan di kampung katanya saat itu.
Aku duduk, linglung, entah apa yang akan aku lakukan selanjutnya. Kupandangi anakku dengan Mas Ifan yang baru berusia 3 bulan. Wajah yang polos dan lugu sedang asyik bermain mobil - mobilan yang diberikan sepupunya. Perlahan ku dekati, kubelai rambutnya, dalam hati kukatakan padanya "Nak, ayahmu menikah lagi." Aku tidak tau apakah ini karma bagiku atau memang ini sudah jalan hidupku. Apakah ini akibat dari perbuatanku, atau memang aku yang belum tau sifat suamiku dan mertuaku. ***Setahun yang lalu. "Bu, aku mau nikah. Restuin ya!" di dalam bus menuju rumah Mas Ifan, aku menelepon Ibu ku yang berada di seberang pulau. Ya, sejak kuliah, aku tinggal dirumah Tanteku dipulau Jawa. "Alhamdulillah anakku mau nikah!" jawab Ibuku sambil tertawa. "Beneran Bu, aku udah di jalan mau kerumah calon menantu Ibu.""Kamu kalau bercanda jangan kelewatan Ras.""Aku ga bercanda Bu. Sumpah deh.""Yang benar kamu Ras. Kamu mau nikah tapi kok kayak mau beli sayur." "Maaf Bu, ga sempat nelpon Ibu. Tapi ini beneren kami udah di jalan."Kemudian, aku dengar suara HP jatuh dan teriakan anak murid Ibuku. Ibuku pingsan? Entahlah. Tapi yang aku tau, Ibuku punya penyakit Jantung. Aku menarik napas panjang. Mas Ifan menggenggam erat kedua tanganku. "Tak apa. Yang penting kamu udah kasih tau orang tua kamu." Katanya menenangkan. Aku pun mengangguk. Tak terasa, kami telah sampai dirumah Mas Ifan. Kedua orang tua Mas Ifan menyambut kedatangan kami dengan senyum sumringah. Baju can see dan celana legging calon Ibu mertua mengganggu pemandangan ku. Berbanding terbalik dengan aku yang memakai gamis dan hijab syar'i. Mungkin karena dirumah aja, toh yang lihat juga suami dan anaknya, pikirku.Usai membersihkan diri, kami makan malam bersama. "Akhirnya ya Mba, selamat datang di keluarga Danar!" kata Murni, calon mertuaku dengan wajah sumringah. "Mbak nanti bisa dong bantuin aku ngerjain PR!" kata Andy, adik semata wayang Mas Ifan. "Mbak Laras bisa masak ga? Masakannya enak ga?" Lanjut Bu Murni. "Mm. Bisa masak Bu, tapi ga seenak masakan Ibu!" jawabku merendahkan diri. Kulirik Mas Ifan yang senyam - senyum sambil menghabiskan makan malamnya. Setelah makan, kami lanjut dengan ngalor ngidul, dan cerita yang ga jelas. Dan kantuk pun menyapa. Aku tidur di kamar Andy, sementara Andy tidur dengan Mas Ifan.Aku bangun ketika mendengar suara Adzan. Sudah menjadi kebiasaanku bangun Subuh. Segera aku ke belakang dan kulihat Bu Murni sudah selesai dengan segala keruwetan dapur dipagi hari.
'Wow. Secepat itu?'Aku malu melihat Bu Murni. Kukira akulah orang pertama yang bangun. Ternyata... "Udah bangun Ras. Tuh ada teh. Monggo diminum.""Iya Bu. Sebentar."Tapi ada yang aneh. Kenapa Bu Murni tidak menyuruhku segera Shalat? Ahh mungkin ga enak kalau Bu Murni langsung menyuruhku Shalat. Toh ini masih hari pertama aku disini. Dulu pertama kali kesini, aku dan Mas Ifan tiba pagi hari dan sorenya langung kembali ke Tangerang. Aku bergegas ke belakang hendak mengambil wudhu. Setelah wudhu, aku tak jadi shalat, aku malah meraih ponsel ku dari atas nakas dan ada begitu banyak panggilan tak terjawab disana. Anehnya aku sama sekali tidak memikirkan keluargaku lagi. Apalagi Ibu, apakah terjadi sesuatu kepada Ibu setelah percakapan ditelepon kemarin sore, aku bahkan tidak peduli. Yang ada dalam pikiranku hanyalah bayangan akan menjadi pengantin untuk pria yang aku cintai. Aku bahkan tidak mempermasalahkan Mas Ifan yang tidak memintaku kepada kedua orang tuaku. Bahkan orang tuaku juga tak kenal sama Mas Ifan. Tapi apapun yang dikatakan Mas Ifan, semuanya aku turuti. Aneh bukan? Tapi itulah yang terjadi. "Assalamualaikum. Sehat dek? Aku dengar kamu mau nikah? Kenapa tiba - tiba banget? Kenapa ngebet banget? Ayolahhh. Jadi manusia itu jangan bego banget. Mau aja diajak kawin lari. Apa alasannya? Apa kalian uda tidur bareng? Pikirkan lah Ibu dek. Ibu pingsan dari kemarin sore dan belom sadar juga. Kamu punya hati ga sih? Setidaknya kenalkanlah calon suamimu kepada kami."Mbak ku seperti biasa dengan kecerewetannya. Tak kuambil pusing karena Mbak ku dari dulu memang cerewet. Lalu Ibuku, ahh nanti juga sadar sendiri. "Ga bisa Mbak. Aku uda sampai dirumah calon suamiku. Adatnya disini, kalau uda sampai disini ga boleh pulang lagi!" kubalas pesan Mba ku. "Kalau uda tau seperti itu, kenapa kamu langsung kesana? Apa kamu ngak nganggap kami keluarga? Apa kamu ga butuh restu dari Ibu dan Bapak?""Kemarin aku uda nelpon Ibu Mba. Jadi ga ada masalah.""KAMU PUNYA OTAK GA SIH? KALIAN BELUM SAH JADI SUAMI ISTRI TAPI KAMU UDAH TIDUR DIRUMAH LAKI - LAKI ITU?""Disini ga apa - apa kayak gitu Mba."Aku masih membela diri. Tak sedikit pun aku berpikir kenapa aku dengan senangnya langsung tinggal dirumah Mas Ifan sementara kami belum sah jadi suami istri. Dan yang lebih anehnya kenapa calon mertuaku juga tidak membahas hal ini. Kuabaikan pesan Mbak Rika. Aku beranjak menuju ruang tengah kala kudengar suara Mas Ifan dan juga Andy. "Mbak, dikampung sebelah sepertinya ada keluarga dari kampung Mbak. Pak Robi namanya. Coba kita nanti kesana. Siapa tau nanti bisa jadi wali nikah kamu!" pak Danar memulai percakapan. "Gimana baiknya aja pak!" jawabku sekenanya. Hari yang kutunggu sebentar lagi akan tiba. Tapi bagaimana dengan keluargaku? Tak sedikit pun orangtua Mas Ifan menanyakan perihal orangtuaku. Ahh masa bodoh. Yang penting aku sudah berkabar. "Mbak Laras nanti beres sarapan temenin Ibu ya. Kita ke grosir yang diujung sana. Semuanya harus segera dipersiapkan. Nanti acaranya pake adat kami aja ya. Soalnya kalau adat kalian ga ada yang ngerti disini. Sama - sama pesta kok!" kata Bu Murni. "Iya Bu. Mana baiknya aja.""Nanti siang kita kerumah Pak Robi ya!" kata Mas Ifan.
"Iya Mas!"
Setelah sarapan, tak lupa aku mengambil ponsel dari kamar dan tiba - tiba suami Mba Rika menelepon.Hahh? Pertanyaan macam apa itu. "Maksudnya? Kenapa Ibu ngomong kayak gitu?""Kemarin juga Mbak mu ngirim ini. Sekarang juga. Apa karena kami ga sanggup beli makanya kamu suruh Mbak mu?""Ibu kenapa? Laras ga pernah nyuruh Mbak Rika buat ngirimin ini Bu. Ini Mbak Rika sendiri yang ngirim.""Banyak alasan kamu Ras. Bilang aja memang kamu yang minta ini semua." Bu Murni menatapku sangat tajam. Begitu juga Pak Danar dan Mas Ifan. Hanya Andy yang terlihat santai. Aku tersenyum santai. "Iya Bu. Aku yang nyuruh Mbak Rika ngirim ini!" jawabku sambil berlalu. Kuambil ponselku dan mengetik pesan untuk Mbak Rika. |Mbak, kurmanya enak. Mkasih banyak ya Mbak!| Klik. Terkirim. Tiba-tiba Mas Ifan masuk. "Ras, kamu kenapa bentak Ibuku?"Hahh??? Apalagi ini"Bentak gimana maksudnya Mas?""Ya tadi. Kamu kenapa ngomong kasar sama Ibuku?""Yang bagian mana ya Mas aku ngomong kasar sama bentak Ibu kamu?""Alah banyak alasan kamu Ras. Selama ini juga aku udah berusaha ngasih yang terbaik buat kamu.
Aku menatap tajam mata Mas Ifan. Ingin kuhajar saja lelaki yang sudah sah menjadi suamiku itu. "Tak sedikit pun aku ada rasa sama kamu Mas. Bahkan sekarang yang ada aku sangat membencimu! Mungkin sekarang ragaku ada disini. Tapi hatiku tertinggal entah dimana Mas. Maafkan aku jika besok dan seterusnya tak bisa jadi istri yang kamu inginkan. Karena pernikahan ini hanya kemauan sepihak. Bukan kedua belah pihak!" "Ya, tapi kamu itu sekarang sudah jadi istriku Ras!""Aku ngak bilang aku bukan istrimu Mas. Aku sadar sepenuhnya aku itu sudah jadi menantu dirumah ini. Hanya saja, hatiku belum jadi milikmu Mas."Mas Ifan tersenyum. Senyum misterius menurutku. "Seandainya kamu gak menghalangi kami kemarin Mas. Mungkin aku masih bisa memaafkanmu.""Tak perlu dimaafkan Ras. Aku juga tak akan meminta maaf padamu. Ya, memang aku yang mau kamu harus jadi istriku. Dan kuwujudkan walaupun dengan cara yang salah. Dan sekarang semua sudah terjadi. Kamu juga sudah sadar sepenuhnya. Kamu sadar saat ij
Tak kujawab panggilan Mas Ifan. Aku takut. "Ras, suami kamu nanya loh, kok ga dijawab. Dosa tau."Fakta baru yang tak bisa kuhindari. Satu jam yang lalu, aku mulai menyandang status sebagai istri Mas Ifan. Perlahan kubuka pintu. Nampak Mas Ifan berdiri tegap dengan senyuman yang sangat manis menurutku. "Kamu kenapa Ras? Sedih karena ditinggal orangtua kamu? Atau karena kamu takut?"Aku tak menjawab. Mas Ifan memanggil penata rias untuk memperbaiki riasanku yang sudah tak berwujud. Selama proses merias, semua diam. Rasanya sangat canggung. Mas Ifan kemudian masuk ke kamar. "Jangan pasang wajah ketat gitu dong Ras. Kamu mau mempermalukan kami semua disini? Dipikir orang-orang aku maksa kamu. Terima kenyataan dong Ras."Mas Ifan mulai jengkel. Aku tetap tak menjawab. Bagaimanapun ini hari kami. Aku disini sendirian, aku tak mau mengambil resiko. Kupaksakan untuk tersenyum kepada semua tamu yang hadir. Wajah jengkel Mas Ifan berubah menjadi senyum yang sangat manis. Acara berjalan lan
Ini terlalu mudah. Apakah segampang ini aku bisa kabur sementara persiapan untuk acara pernikahan sudah siap semua? Bukankah ini terlalu mudah? Firasatku tak enak. Tapi bagaimanapun, bismillah aja. Allah sebaik-baik pelindung. Dan benar saja, tiba-tiba dipersimpangan kami dihadang oleh orang yang tidak kami kenal. "Kalian mau apa?" kata Om Tino. Tak ada yang menjawab. "Mau kemana Ras?" Mas Ifan muncul. Matilah aku. Tapi kenapa Mas Ifan bisa ada disini sementara rumah Mas Ifan bukan didekat sini. Siapa yang sudah mendahului kami? Seminggu yang lalu, ketika Mas Ifan sekeluarga kembali dari rumah Pak Alex, Ifan singgah kerumah tetangga yang juga temannya Ifan. Ifan minta tolong untuk memantau Laras selama dirumah Pak Alex dengan iming-iming uang. Kebetulan orangtua Ifan juga kenal dengan orangtuanya. Jadilah mereka tak langsung pulang. Dan benar saja. Semua kegiatan Laras dilaporkan mereka ke Mas Ifan sekeluarga. Tak lupa mereka menguping pembicaraan Ayu dan Laras dihalaman belak
Tiga hari sebelum acara pernikahan, utusan dari keluarga Pak Danar datang kerumah Pak Alex. "Pak, semua sudah siap ya pak. Akad nikah hari minggu jam 9. Dirumah saja. Dilanjutkan dengan resepsi!" kata utusan Pak Danar. Pak Alex menarik nafas panjang. Tak mengiyakan dan tak menolak juga. Karena pada intinya keputusan bulat ada ditanganku. Setelah makan malam, saat semua sedang berkumpul di depan televisi, "Ras, kamu yakin akan melanjutkan semua ini?" tanya Pak Alex. Semua menatapku menunggu jawaban. Aku ragu. Antara melanjutkan dan membatalkan. "Gak tau Pak. Aku bingung. Tadi malam aku bermimpi didorong Mas Ifan kejurang!" Aku menceritakan mimpi buruk tadi malam. "Aku benar-benar tidak bisa mengambil keputusan Pak. Aku bingung."Aku menarik nafas panjang. Speaker murottal yang diberikan Bu Rina selalu kuhidupkan saat aku berada dikamar. Shalat yang sejak tiba dirumah Mas Ifan selalu kutinggalkan, setelah dirumah Pak Alex tak pernah kutinggalkan lagi. Bahkan sujudku lebih panj
"Assalamualaikum Ras. Sehat nak?""Wa'alaikum salam. Alhamdulillah sehat Pak. Bapak sehat?""Bapak sama Ibu ga sehat Ras. Ibu sempat diopname. Bapak kepikiran sama kamu. Apa gak pulang aja dulu Ras? Jangan buang harga diri kamu."Aku diam. Tak tau harus menjawab apa. "Bapak harap kamu pulang Ras. Jangan lupakan kami orangtua kandung kamu."Aku tetap diam. "Ras, kamu dengar nak?" kali ini Ibu yang bicara. Air mataku tak bisa kubendung. "Iya Bu.""Jangan lupa shalat ya. Perbanyak Istigfar. Minta sama Allah diberikan kesehatan.""Iya Bu.""Jangan nyusahin yang punya rumah Ras. Anak-anak Ibu ga pernah Ibu ajarin nyusahin orang. Tapi entah lah kali ini.""Maafin Laras Bu.""Yasudah. Ibu tutup dulu ya. Jangan lupa shalat Ras. Assalamualaikum.""Iya Bu. Wa'alaikum salam.""Ras, kamu tidur dikamar sebelah Ibu ya. Yuk, udah malam!" ajak Bu Rina. "Iya Bu."Aku berbaring dikasur. Mencoba memejamkan mata tapi tak junjung terpejam. Tok...tok... tok"Ras, udah tidur belum? Ini Ibu.""Belum Bu.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen