Arissa, seorang terapis pijat berbakat dengan masa lalu yang rumit, tak pernah menyangka akan bertemu dengan Nathaniel Alvaro, seorang CEO muda yang terkenal dingin dan tak tersentuh. Suatu hari, Nathaniel yang sedang dilanda stres berat karena tekanan pekerjaan datang ke klinik pijat tempat Arissa bekerja. Tanpa sadar, tangan lembut Arissa berhasil meredakan ketegangan di tubuhnya—dan juga membuka sedikit celah di hati Nathaniel yang beku. Namun, pertemuan mereka tidak berhenti di situ. Nathaniel, yang terpesona oleh kehangatan dan ketulusan Arissa, menawarkan kontrak eksklusif agar ia menjadi terapis pribadinya. Arissa bimbang antara profesionalitas dan perasaan yang perlahan tumbuh. Di tengah hubungan yang semakin rumit, rahasia masa lalu Nathaniel terungkap, menyeret Arissa ke dalam konflik besar yang melibatkan keluarga, ambisi, dan cinta. Akankah Arissa mampu menjaga hatinya agar tidak terluka, atau justru ia akan menjadi pijatan terakhir yang benar-benar mengubah hidup sang CEO?
ดูเพิ่มเติมArissa berjalan masuk ke klinik pijat kecil tempatnya bekerja. Dinding yang mulai kusam dan aroma minyak esensial yang menenangkan sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Klinik ini bukan tempat mewah, tetapi baginya, ini adalah rumah kedua.
"Pagi, Arissa! Datang lebih awal lagi, ya?" sapa Lina, rekan kerjanya, sambil menata handuk di rak.
Arissa tersenyum kecil. "Seperti biasa, kan? Lebih baik bersiap sebelum klien datang."
Ia segera menata meja pijat, mempersiapkan minyak aromaterapi, dan memastikan setiap ruangan bersih dan nyaman. Meskipun kerja keras ini melelahkan, ia melakukannya dengan tulus. Pekerjaan ini bukan sekadar mata pencaharian, tetapi juga caranya membantu orang lain menemukan ketenangan.
Hari itu, klinik cukup ramai. Klien datang dengan berbagai keluhan, dan Arissa dengan sabar mendengarkan serta meredakan ketegangan mereka. Salah satu kliennya, seorang wanita muda yang baru pertama kali berkunjung, tampak ragu-ragu saat duduk di ruang tunggu.
"Ini pertama kalinya saya mencoba pijat," kata wanita itu pelan. "Saya hanya... merasa butuh sesuatu untuk membuat saya lebih rileks."
Arissa tersenyum hangat. "Tak perlu khawatir. Saya akan memastikan Anda merasa nyaman."
Sepanjang sesi, wanita itu perlahan mulai bercerita tentang kehidupannya di kota yang baru ia tempati. "Kadang, saya merasa sangat sendirian. Semua orang sibuk, dan saya merasa tidak ada yang benar-benar peduli."
Arissa mengangguk mengerti. "Saya tahu perasaan itu. Tapi, selalu ada cara untuk menemukan kedamaian, bahkan dalam kesendirian."
Wanita itu tersenyum kecil. "Terima kasih, Arissa. Saya rasa saya akan datang lagi."
Setelah klien terakhir pergi, Arissa menghela napas panjang dan merapikan ruangan. Ia memikirkan percakapan tadi. Meski ia sendiri sering merasa sepi, ia selalu mencoba menguatkan orang lain. Memberi, meskipun hanya dalam bentuk perhatian kecil, adalah cara terbaiknya untuk menemukan makna hidup.
Sore itu, seorang pria muda memasuki klinik. Berbeda dari klien biasanya, pria ini mengenakan jas rapi dan membawa aura ketegasan yang tak biasa.
"Selamat sore," katanya dengan suara rendah. "Saya Nathaniel, ingin memesan sesi pijat."
Arissa mempersilakannya duduk dan menyiapkan ruangan. Saat sesi dimulai, ia merasakan ketegangan luar biasa di tubuh pria itu. Otot-ototnya terasa kaku, seolah menahan beban berat.
Setelah beberapa saat, Nathaniel berbisik, "Kadang, saya merasa seperti tak bisa bernapas. Banyak hal yang harus saya pertanggungjawabkan."
Arissa tetap bekerja dalam keheningan, membiarkan kata-kata itu mengalir. "Tekanan memang sulit dihindari, tapi tubuh kita selalu memberi tahu kapan harus beristirahat."
Nathaniel menghela napas panjang, seakan baru menyadari hal itu. Saat sesi berakhir, ia berdiri dan menatap Arissa sejenak sebelum berkata, "Sesi ini sangat membantu. Terima kasih, Arissa."
Arissa tersenyum. "Sama-sama, Nathaniel. Semoga Anda merasa lebih baik."
Saat Nathaniel pergi, Arissa merasa ada sesuatu yang berbeda dalam pertemuan itu. Mungkin, seperti dirinya, pria itu juga menyimpan beban yang tak terlihat. Tanpa disadari, keduanya adalah dua orang asing yang saling memahami tanpa banyak kata.
Malamnya, Arissa duduk di apartemen kecilnya, menatap jurnal yang selalu ia tulis sebelum tidur. Hari ini, ia menulis lebih banyak dari biasanya. Tentang klien-kliennya, tentang percakapan dengan wanita muda tadi, dan tentang pria bernama Nathaniel.
"Hari ini penuh dengan hal kecil yang membuatku merasa berarti. Aku masih merasa kesepian, tapi mungkin itu hanya bagian dari perjalanan yang harus aku terima."
Ia menutup jurnalnya dan menghela napas. Hidupnya masih sederhana dan penuh tantangan, tetapi ia tahu bahwa setiap langkah kecil yang ia ambil, sekecil apa pun, memiliki makna. Mungkin suatu hari nanti, segalanya akan berubah. Hingga saat itu tiba, ia akan terus bekerja keras dan memberi yang terbaik, seperti yang selalu ia lakukan.
"Sangat sulit," Bima mengakui dengan jujur. "Terutama saat kamu benar-benar marah atau terluka. Tapi itu sepadan. Karena di akhir percakapan itu, kami biasanya menemukan pemahaman baru dan hubungan kami menjadi lebih kuat."Arjuna mengangguk, tampak memikirkan kata-kata ayahnya dengan serius. "Kurasa itulah sebabnya kalian masih sangat mencintai satu sama lain setelah bertahun-tahun."Bima tersenyum, terharu oleh observasi putranya. "Ya, kurasa begitu. Cinta bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja; itu adalah pilihan yang kami buat setiap hari—untuk tetap bersama, untuk menyelesaikan masalah, untuk mendukung satu sama lain."Di usianya yang ke-15, Bima dan Kirana menghadapi tantangan baru dalam pernikahan mereka. Kirana ditawari posisi penting di perusahaan internasional—sebuah kesempatan yang telah lama ia impikan. Namun, posisi itu mengharuskannya untuk pindah ke kota lain."Aku tidak tahu harus bagaimana," kata Kirana, setel
Bima menatap istrinya dengan tatapan penuh kasih. "Maksudmu?""Maksudku, dulu aku mencintaimu karena kamu tampan, pintar, dan selalu membuatku tertawa. Sekarang, aku mencintaimu karena semua itu, ditambah dengan bagaimana kamu sebagai suami, sebagai ayah, dan sebagai mitra hidupku. Aku mencintaimu karena semua yang telah kita lalui bersama, semua kenangan yang kita buat, dan semua impian yang masih kita kejar."Bima tersentuh oleh kata-kata istrinya. "Aku juga merasakan hal yang sama. Cinta kita telah bertransformasi menjadi sesuatu yang lebih dalam dan berarti.""Dan itu yang membuatnya istimewa," lanjut Kirana. "Bahwa cinta kita bukan sekadar perasaan sesaat, tetapi komitmen yang terus dipupuk setiap hari."Mereka duduk dalam keheningan yang nyaman, mendengarkan deburan ombak dan menikmati kebersamaan mereka. Bima meBima menggenggam tangan Kirana, merasakan tekstur lembut kulitnya yang sudah sangat familiar. "Kamu tahu, ada sesuatu yang ingin ku
"Kamu tahu apa yang paling kusukai dari hubungan kita?" tanya Bima."Apa?""Kita tidak hanya bertahan, tapi kita berkembang. Kita tidak hanya sekadar pasangan yang tinggal bersama, tapi kita benar-benar hidup bersama—berbagi mimpi, ketakutan, harapan, dan kebahagiaan."Kirana mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Dan itulah yang membuatnya istimewa, bukan? Bahwa di tengah dunia yang semakin individualistis, kita masih menemukan cara untuk benar-benar terhubung dan hadir satu sama lain.""Tepat sekali," Bima setuju. "Dan aku berjanji akan selalu menjaga hubungan ini, apapun yang terjadi."Mereka duduk di sana hingga larut malam, berbincang tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tidak ada pembicaraan tentang pekerjaan, deadline, atau masalah sehari-hari. Hanya ada mereka berdua, dan cinta yang terus tumbuh di antara mereka.Waktu berlalu dengan cepat. Arjuna kini berusia lima tahun, dan Bima serta Kirana dikaruniai anak
"Kamu tahu," kata Bima tiba-tiba, "ada satu hal lagi yang membuat kita bertahan: kita tidak pernah berhenti tumbuh bersama."Kirana menatapnya penasaran. "Maksudmu?""Maksudku, kita tidak hanya mendukung pertumbuhan satu sama lain, tetapi kita juga tumbuh sebagai pasangan. Kita belajar dari kesalahan, beradaptasi dengan perubahan, dan selalu mencari cara untuk menjadi versi terbaik dari diri kita—baik sebagai individu maupun sebagai pasangan."Kirana tersenyum, menyadari kebenaran dalam kata-kata suaminya. Mereka memang telah melalui banyak perubahan dan tantangan, tetapi alih-alih membiarkan hal-hal tersebut memisahkan mereka, mereka menjadikannya sebagai kesempatan untuk tumbuh bersama."Aku mencintaimu," bisik Kirana, mengulangi kata-kata yang telah mereka ucapkan ribuan kali namun tidak pernah kehilangan maknanya."Aku lebih mencintaimu," balas Bima, sebelum keduanya terlelap dalam pelukan hangat, di samping buah hati mereka yang tertidur
"Kamu tahu," kata Bima suatu malam saat mereka berbaring bersama di tempat tidur, "aku mulai menyadari bahwa tidak semua 'pekerjaan penting' itu benar-benar penting."Kirana menoleh, tertarik. "Maksudmu?""Selama ini aku selalu berpikir bahwa setiap email harus dijawab segera, setiap masalah harus diselesaikan hari itu juga. Tapi ternyata tidak. Beberapa hal memang mendesak, tapi sebagian besar bisa menunggu.""Dan dunia tidak runtuh karenanya," tambah Kirana dengan senyum."Tepat sekali. Justru sebaliknya, aku merasa lebih produktif di kantor karena aku tahu waktuku terbatas. Aku harus menyelesaikan semua pekerjaan penting sebelum pulang, karena di rumah adalah waktuku bersamamu."Kirana mengangguk setuju. Ia juga mulai menerapkan hal serupa di tempat kerjanya. Alih-alih lembur hingga larut malam, ia berusaha menyelesaikan pekerjaannya dalam jam kerja normal. Tentu saja ada pengecualian untuk proyek-proyek penting, tetapi ia tidak lagi membiarkan pekerjaan mengambil alih seluruh hidu
Suara dentingan sendok beradu dengan cangkir kopi memecah keheningan pagi itu. Bima menatap keluar jendela, mengamati titik-titik embun yang masih menggantung di dedaunan. Di hadapannya, Kirana sibuk mengetik sesuatu di laptopnya, sesekali mengernyitkan dahi. Meskipun berada di ruangan yang sama, mereka seolah berada di dunia yang berbeda—masing-masing tenggelam dalam urusan pekerjaannya."Deadline-nya besok," gumam Kirana, tanpa mengalihkan pandangan dari layar. "Proposal ini harus selesai malam ini."Bima hanya mengangguk pelan. Ia sendiri memiliki tumpukan dokumen yang menunggu untuk ditinjau. Sejak mendapat promosi sebagai kepala divisi, waktu luangnya semakin terkikis. Begitu pula dengan Kirana yang kini menjabat sebagai manajer proyek di perusahaan konsultan ternama.Keduanya telah menikah selama lima tahun, dan tiga tahun terakhir telah menjadi periode paling sibuk dalam kehidupan mereka. Karier mereka menanjak, tanggung jawab bertambah, dan waktu bersama semakin berkurang. Nam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น