로그인「誰にも言わないで。……俺がこんなに脆いこと」 完璧主義で冷徹なトップアイドル・綺更津レン。 彼が仮面を脱ぎ捨て、涙を流して縋れる場所は、モブOL・紬の狭い部屋だけだった。 「お前の料理がないと、もう生きていけない。……責任取って」 私が彼を生かし、彼が私に愛を教える。 5万人の歓声を浴びる彼と、秘密の合鍵で繋がる背徳感。 世界で一番「尊い」男との、じれったすぎる同棲生活が始まる!
더 보기"Ugh!" Suara lenguhan panjang terdengar memenuhi ruang kamar saat Andi menyelesaikan permainannya.
"Enak," ucap Andi, merasakan nikmat yang tiada tara. Namun berbeda dengan Febby yang tidak merasakan klimaks sama sekali. Wajahnya menyiratkan kekecewaan mendalam. "Sudah keluar Mas? Kok cepet banget, ngga sampai satu menit. Perasaan baru masuk." Febby mengeluh sambil menghela napas panjang. Sudah sering dia mengatakan kalau dia tidak pernah puas dengan permainan suaminya. Dia juga tidak pernah merasa ada yang keluar dari bagian inti tubuh, yang menandakan dia belum mencapai puncak. Namun Andi seolah masa bodo. Yang penting nafsunya tersalurkan. "Aku lelah. Tadi itu aku udah berusaha untuk lama, tapi malah keluarnya cepet." Selesai melampiaskan hasrat, Andi berbaring di sebelah istrinya tanpa merasa bersalah sama sekali. Raut kesal dan kecewa terlihat jelas di wajah Febby, yang selama dua tahun menjadi istri sah Andi. Selama dua tahun itu dia tidak pernah merasakan klimaks saat berhubungan dengan suaminya. Kenikmatan hanya dirasakan oleh Andi, bahkan Andi tidak pernah membuatnya nyaman di atas ranjang. Andi juga kurang perhatian, hanya memikirkan diri sendiri. Pernikahan dua tahun terasa semakin hambar bagi Febby. Namun tidak ada yang bisa dilakukan. Toh Febby yang memilih laki-laki itu menjadi suaminya dan mereka sedang menjalani program kehamilan. Ya, Andi dan Febby sudah didesak oleh kedua orang tua mereka agar secepatnya memiliki anak, tetapi sampai detik ini tidak ada tanda-tanda Febby mengandung buah cinta mereka. "Kamu mau langsung tidur Mas?" tanya Febby pada suaminya yang baru saja pulang kerja dan meminta dilayani. Selesai dilayani, Andi berbaring di ranjang sambil memejamkan mata. "Iya, aku ngantuk. Kamu masak makan malam aja dulu. Kalau udah mateng semua, bangunin." Febby menghela napas panjang, turun dari ranjang lalu memakai pakaian satu per satu. Matanya melirik Andi yang terlelap, padahal baru saja kepala suaminya itu bersandar ke atas bantal. Tidak ada ucapan terima kasih. I love you. Atau gombalan yang keluar dari mulut Andi, membuat Febby merasa tidak dicintai sama sekali. "Mandi dulu dong Mas, masa langsung tidur." "Hem," sahut Andi datar. Selesai memakai pakaian, Febby melangkah mendekati pintu lalu keluar. Sedangkan Andi sudah jauh mengarungi mimpi. Langkah kaki Febby dihentikan oleh ibu mertua di ambang pintu dapur. Wanita paruh baya itu menatap wajah menantunya yang lesu sambil mengerutkan kening. "Kamu kenapa, Feb?" "Ngga apa-apa Bu," jawab Febby, pelan, melanjutkan langkah kakinya mendekati kulkas. Ratih mengikuti Febby ke dapur, membantu menantunya menyiapkan bahan makanan. Sejak kemarin wanita paruh baya itu menginap di rumah kontrakan dua kamar tersebut. Satu bangunan rumah yang baru dua bulan ditempati itu berada di komplek perumahan Melati. Rencananya Andi ingin mencicil rumah yang mereka tempati sekarang agar tidak bayar kontrakan lagi. "Suami kamu mana, Feb?" tanya Ratih. "Mas Andi tidur Bu. Katanya capek," jawab Febby seraya mengeluarkan bahan makanan dari dalam kulkas dua pintu. Beberapa jenis sayur dan ikan segar dia letakan di dekat wastafel untuk dibersihkan. "Kamu udah konsultasi lagi ke Dokter Kandungan?" tanya Ratih pada menantunya. "Udah Bu, katanya aku sama Mas Andi harus sering minum vitamin biar subur. Aku udah dikasih resep vitamin itu. Semoga aja ada kabar baik bulan depan." "Amin," ucap Ratih. "Selain berkonsultasi ke Dokter, kamu juga harus pergi ke Dukun beranak. Atau ke mana kek. Biar kamu cepet isi." "Udah Bu, tapi emang dasarnya belum dikasih aja. Kalau memang belum rejekinya, ya mau gimana lagi." "Kalau gitu, coba kamu konsultasi ke Dokter lain. Misalnya ke Dokter Dirga. Dia sepupunya Andi. Siapa tahu dia bisa bantu kalian. Kasih saran apa untuk membantu mempercepat kehamilan kamu." Febby terdiam. Sebenarnya sudah beberapa kali mereka gonta-ganti dokter, tetapi tidak ada perubahan sama sekali. Beberapa dokter juga menyarankan untuk memeriksa kesuburan satu sama lain, namun Andi selalu menolak dan mengatakan kalau dia sehat. Sementara, selama berhubungan Febby tidak pernah merasa puas. Bahkan durasinya hanya sebentar, tidak sampai tiga menit langsung crott. "Lebih baik kamu coba dulu saran Ibu," ucap Ratih yang selalu mendesak Febby agar cepat hamil. Andai kehamilan bisa dibeli, Febby akan membelinya agar bisa secepatnya memberi gelar ayah pada sang suami. "Kalau kamu ragu, mending komunikasikan dulu sama Andi. Biar kalian lebih yakin. Ibu sih percaya sama Dokter Dirga. Banyak kok pasien dia yang berhasil hamil." Febby menghela napas panjang. "Nanti aku coba bicarakan sama Mas Andi. Kalau dia mau, besok aku dan Mas Andi ke tempat praktek Dokter itu." Ratih tersenyum, "Nanti alamatnya Ibu kasih ke kamu. Kamu dan Andi langsung ke sana aja. Nanti Ibu bikin janji biar kalian ngga antri." "Iya Bu, makasih." Saat sedang berbincang, Andi datang mendekati kedua wanita di dapur. Pria yang memiliki tinggi 170cm itu duduk di depan meja makan dengan lesu. "Bikinin aku kopi," katanya memerintah Febby. "Tunggu sebentar Mas. Aku lagi masak." "Ck! Aku maunya sekarang!" Andi mengeraskan suaranya, membuat Febby terhenyak kaget. Ratih dan Febby saling tatap, Ibu mertuanya itu memutar bola mata meminta Febby menurut saja. "Biasa aja dong Mas, jangan marah begitu," sahut Febby kesal. "Kamu ini. Suami minta kopi malah nanti-nanti. Utamakan melayani suami dulu, baru yang lain! Gimana sih!" cecar Andi memarahi Febby. Ratih hanya diam, tak membela menantunya ataupun menasehati Andi. Baginya pemandangan seperti itu sudah biasa terjadi. Dia pun mengalami di rumah. "Sabar Mas." Terpaksa Febby menunda masakannya dan membuat kopi untuk Andi yang sudah tidak sabar. Dengan perasaan kesal, Febby meletakkan kopi hitam pesanan suaminya ke atas meja. "Mau apa lagi Mas? Sekalian aja, aku mau masak." Andi melotot, menatap istrinya seperti ingin menelan hidup-hidup. "Kamu ngga iklhas?" "Bukan ngga ikhlas Mas, aku kan cuma nanya sama kamu. Kamu mau apa lagi? Biar aku ambilin sekalian." "Ngga ada, aku cuma mau kopi." "Ya udah," sahut Febby pelan. Ia kembali melanjutkan memasak makan malam, meski perasaannya kesal. Sikap dingin Andi sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Tanpa alasan yang jelas, Andi tiba-tiba jadi kasar dan bahasanya tidak pernah lembut seperti dulu. Febby curiga suaminya memiliki wanita idaman lain di luar sana, namun ia tidak pernah mendapatkan bukti apapun perselingkuhan itu. Suasana hening. Di ruang dapur yang tidak luas itu hanya terdengar suara dentingan sendok dan panci. "Mumpung ada Andi di sini. Ibu ngomong aja langsung sama kalian berdua." Ratih membuka pembicaraan di ruang sunyi itu. Andi mendongak, "Ngomong apa Bu?" tanyanya datar. "Ibu mau ngasih saran, gimana kalau kamu dan Febby konsultasi aja ke Dokter Dirga. Sepupu kamu itu. Dia kan Dokter kandungan terkenal. Kebetulan dia buka praktek di Jakarta. Kalian bisa ke sana. Kalau kamu mau, nanti Ibu bikin janji sama dia. Biar kalian ngga antri panjang. Maklum, pasien dia kan banyak." Andi manggut-manggut. "Oke, aku setuju. Aku dan Febby akan ke sana." Ratih tersenyum. Ia tatap menantunya yang tengah sibuk mengaduk sayur di dalam panci. "Kamu dengar kan. Suami kamu setuju. Kamu juga setuju kan?" tanya Ratih pada menantunya itu. "Iya Bu, aku setuju," jawab Febby.夜の21時。それは、信徒にとって最も神聖な礼拝の時間だ。 私はお風呂を済ませて身を清めてから、部屋着の中でも一番綺麗な「正装」に着替えた。 テレビの前に座布団を敷いて正座する。その視線の先、部屋の隅にあるカラーボックスの上には、私の信仰の対象が鎮座している。 あの一角は名付けて、「レンくん神棚」。 最新のアクリルスタンドを筆頭に、厳選された缶バッジ、ファンクラブ限定のポストカード。 そして中央には、彼が愛用している香水『CielBlue(シエル・ブルー)』のボトル(未開封の観賞用)が祀られている。私はパンパン、と柏手を打ち、深く一礼した。「どうか今日も、世界が平和でありますように。レンくんの喉の調子がすこぶる良いものでありますように」 祈りを捧げ、リモコンの電源ボタンを押す。画面が明るくなり、生放送の音楽番組『ミュージック・アワー』のロゴが踊った。『今夜のトップバッターは、Noix(ノア)!』 司会者の声と共に、スタジオの照明が落ちる。鼓膜を震わせる、重厚なイントロが流れ始めた。無数のレーザー光線が交錯し、その中心に彼らが浮かび上がった。「……っ」 息を呑む。センターに立つのは、綺更津レン。今日の衣装は、氷の結晶を模したような青白いスーツだった。カメラを見据えるその瞳は、絶対零度のアイスブルー。唇の端をわずかに歪め、不敵に笑う。『――愛なんて、氷のように溶けて消える』 歌い出しのワンフレーズで、スタジオの空気が凍りついたように張り詰めた。完璧なピッチ。ダンスは指先の角度まで完璧に計算され尽くしている。汗さえもダイヤモンドの粉末のようにきらめき、彼の美しさを引き立てる演出にしかなっていない。(……同じ人、なんだよね?) 脳がバグを起こして、処理を拒否する。 昨日、この安物ラグの上で膝を抱えていた男と、画面の中で数百万人の視線を釘付けにしている「王」が、同一人物だなんて。 生物としての格が違いすぎる。あれはきっと、神様がうっかりシステムエラーを起こして、私
『――愛なんて、氷のように溶けて消える』 唇から紡がれる歌声はクリスタルのように硬質で、透明だった。 聴く者の心臓を直接握りつぶすような、甘く危険なハイトーンボイス。 顎を伝う汗さえきらびやかだ。 照明を弾いてきらめくそれは、もはや演出のための宝石か聖水にしか見えなかった。 呼吸をするのと同じように色気を撒き散らし、画面の向こうの数億人を殺しにかかっている。「…………」 昨日の、涙目で雑炊をかきこんでいた「迷い猫」はどこにもいない。 膝を抱えて「帰りたくない」と甘えてきた幼児もいない。 そこにいるのは、完璧にパッケージングされた商品としての「綺更津レン」だった。(遠い) あまりにも遠すぎる。画面の中の彼と、吊革に捕まっている私。やっぱり、私たちは別の世界に住む生き物なのだ。昨夜の出来事は、次元の裂け目がうっかり開いてしまっただけのエラーに過ぎない。もう二度と起きない奇跡だろう。 私はそっとブラウザを閉じ、スマホを鞄の奥底にしまった。◇「おはよーございまーす」 始業10分前のオフィスで、いつものようにタイムカードを切り、自分のデスクに向かう。給湯室の方から、キャピキャピとした声が聞こえてきた。 昨夜私に残業を押し付けた、後輩のキラキラ女子だ。お仲間の子たちと女子トークをしている。「ねえ昨日の番組見た!? レン様マジ尊かったんだけど~!」「見た見た! あの流し目ヤバくない? 見つめられただけで倒れるかと思った」「あんな完璧な人、絶対トイレとか行かないよね。てか霞食べて生きてそう」 彼女たちの会話が、鼓膜を素通りしていく。 トイレも行くし、お腹も鳴るし、必死な顔で雑炊も食べるよ。そう言いたくなる口を、ぐっと引き結んだ。「あ、小日向さーん! おはよーございます!」 私に気づいた後輩が、手を振ってくる。「小日向さんも見ました? 昨日のレン様!」「あ、うん。見たよ。…&he
何だか泣きたくなる。国民的アイドルがなけなしの小銭を置いていくなんて。その不器用さがひどく愛おしく、同時に胸を締め付ける。 私は小銭の山から、500円玉を1枚だけつまみ上げた。ひんやりとした金属の感触がする。銀色の硬貨は朝の光を受けて、鈍く光っていた。「……安すぎますよ、命の値段」 誰に言うでもなく呟いて、私はその500円玉をギュッと握りしめた。◇ 私は痛む体をぐーんと伸ばして、シャワーを浴びることにした。 髪や肌に染み付いた『CielBlue』の残り香を、安物のボディソープで洗い流していく。これは儀式だ。夢から覚め、現実に戻るための通過儀礼。 シャワーから上がったら、鏡の前でいつものメイクをする。派手すぎず、地味すぎず。誰の印象にも残らない「総務部の小日向さん」の顔を作る。 そうして出来上がったのは、モブの顔だ。いつもながらプロのモブ顔である。「あれは夢。全部、私の都合のいい妄想」 鏡の中の自分に言い聞かせる。推しをゴミ捨て場で拾って、ご飯を食べさせて、手を握って寝た? そんな小説みたいな展開、あるわけがない。疲れていたんだ、私。 アパートを出て駅へ向かった。満員電車に揺られながら、周囲を見渡す。 疲れ切った顔のサラリーマン。参考書を広げる学生。スマホをいじるOL。この車両の誰も、私が昨夜「国宝」にご飯を作ってあげたなんて信じないだろう。私自身でさえ、もう信じられなくなってきている。 スマホを取り出し、惰性でニュースアプリを開いた。トップニュースに見慣れた名前がある。『Noix(ノア)綺更津レン、新曲MV公開! 圧倒的な美で世界を魅了』 タップすると、動画が再生される。 重厚なイントロが鼓膜を震わせる。 画面の中の世界は氷で作られた城のように青白く、冷たく輝いていた。 その中心に彼がいる。―― 綺更津レン。 カメラを見据えるその瞳は、絶対零度のアイスブルーだ。 昨夜、潤んだ瞳で私を見上げていた男と同一人物だなんて、誰が信じるだろうか。そこにあるのは「媚び」など微塵もない、見る者すべてをひれ伏させる王者の眼差しだった。 長い手足が、鞭のようにしなやかに空気を切り裂く。 指先の動きひとつ、髪の揺れ方ひとつに至るまで、すべてが緻密に計算された芸術品であるかのよう。激しいビートに乗っているのに、彼の周りだけ重力が仕事をしていないみた
チュン、チュン。爽やかな小鳥のさえずりで目が覚めた カァー、ガァー。と、言いたいところだけど、実際は近所のカラスのダミ声で目が覚めた。私の日常なんて、こんなものだ。「……んぐっ」 目を開けようとして、首にグキッと痛みが走る。バキバキと音がしそうなほど凝り固まった体を起こすと、腰からも悲鳴が上がった。 無理もない。フローリングの床に体育座りをしたまま、壁にもたれて寝ていたのだから。「……あ」 ぼやけた視界が焦点を結ぶ。 目の前の安物ラグの上には、誰もいない。 私が彼にかけてあげたタオルケットが、不器用に、でも丁寧に畳んで置かれているだけだ。「……いない」 当たり前だ。シンデレラの魔法は12時で解けるし、かぐや姫だって月へ帰る。国宝級アイドルが、築30年の木造アパートに永住するわけがない。 ふぅ、と息を吐いた。ほっとしたような。胸のど真ん中に、ぽっかりと穴が空いたような。形容しがたい喪失感が胸をかすめる。 でも、夢じゃなかった。6畳一間の空気には、確かに昨夜の香水――『CielBlue(シエル・ブルー)』の香りが残っている。甘く切なく、どこか寂しげなトップノート。それが私の生活、日常と混ざり合って、何とも言えない非日常の余韻を醸し出していた。◇ よろよろと立ち上がり、ローテーブルを見る。そこには空っぽになった土鍋と、綺麗に舐めとられたような茶碗が置かれていた。 そして、メモ帳の切れ端とおぼしき紙切れと、小銭の山があった。 紙切れを拾い上げる。乱雑に破り取られたメモ紙の裏面に、ボールペンで走り書きがされていた。『助かった。レン』「美味しかった」でも「ありがとう」でもなく、「助かった」。 その一言が、彼の切実な本音を物語っている。字は達筆だが、線が少し歪んでいた。書く時に手が震えていたのかもしれない。 私はその横の小銭たちを見た。500円玉が1枚と、100円玉が数枚。あとは10円玉や1円玉がじゃらじゃらと積まれていた。ざっと数えても、1000円に届くかどうかだ。(……これたぶん、全財産だ) 察してしまった。彼は昨日、どこぞのパーティー会場からボロボロになって逃げ出してきたのだ。バッグを持っている様子はなく、財布も持っていなかっただろう。 ポケットに入っていた小銭、それが彼の手持ちの全てだった。「無銭飲食はしない」という彼のプ