SUSUK JAIPONG

SUSUK JAIPONG

Oleh:  Nyi Mas Ratu Intan  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
21Bab
8.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aku Sekar Wangi alias Lestari, aku seorang penari jaipong. Hal itu Aku lakukan karena terpaksa, ingin sekali aku melanjutkan sekolahku ke taraf SMA bahkan lebih. Tapi Apa boleh buat Abah dan Emak hanya buruh tani, jangankan untuk makan untuk sekolah saja aku kesulitan. Aku memutuskan menjadi seorang penari jaipong. Demi apalagi selain mencari uang, ingin rasanya dapat membantu Emak dan adik-adikku sekolah. Apa pun risikonya nanti akan aku lalui. Biarkan aku yang mengalah dan menjalani kerasnya kehidupan asalkan bukan ke empat adik-adikku yang masih kecil.

Lihat lebih banyak
SUSUK JAIPONG Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Nyi Mas Ratu Intan
Aku mampir kembali, keren thor
2021-12-17 12:31:03
0
21 Bab
BAB 1
Bubuy bulan....... Bubuy bulan sangrai bentang Panon poe, panon poe oge hade..... Lirik lagu: Bubuy Bulan   “Cahyati....Cahyati Assalamualaikum.” (Cahyati...Cahyati Assalamualaikum). “Waalaikum salam.” (Waalaikum salam). "Cahyati hayu ka sakola, isuk-isuk geus nyanyi bae Sia teh." (Cahyati Ayo ke Sekolah, pagi-pagi sudah nyanyi saja Kamu itu). "Sakedap tungguan Lestari, urang nyandak tas heula nya." (Sebentar tunggu Lestari, Saya ambil tas dulu ya). “Yak, geuwat candak urang tungguan di buruan yak.” (Ya, cepat ambil saya tunggu di halaman ya). Dari kecil aku dan Cahyati sudah bersama-sama, rumahku hanya berjarak lima rumah saja ke rumah Cahyati. Dia sahabatku sejak kami kecil dulu. Di kam
Baca selengkapnya
BAB 2
Sudah tiga bulan lamanya ini aku menganggur di rumah, kegiatanku pagi hari hanya membantu emak beres-beres rumah, siang hanya menemani adik saja di rumah, sore bantu abah ke sawah sambil mencari rumput untuk pakan ternak. Atau bermain bersama Cahyati setiap harinya. Benar- benar tidak ada kegiatan dan pemasukan. Aku sedang menikmati pekerjaan sebagai seorang pengangguran baru.Yang tak memiliki pekerjaan pasti. "Lestari, baca geura iyeh." (Lestari, baca dong ini) "Naon Eta?" (Apa itu) "Aya sanggar jaipong anyar, keur neangan penari-penari anyar, Urang nyobaan hayuk." (Ada sanggar jaipongan baru, sedang mencari penari-penari baru, Kita coba yuk) "Aya duitan heunte?" (Ada duitnya tidak) "Nyak ayak atuh Siateh, lamun mentas lumayan Urang meunang duit jajan." (Ya ada dong Kamu itu, kalau pentas lumayan Kita dapat uang jajan.) "Di mana jauh heunteu?" (Di mana jauh tidak) "Lumaya
Baca selengkapnya
BAB 3
Setiap hari kami berlatih jaipong dengan giat, Mak Lastri pun sangat bangga dengan kemajuan kami dari hari ke hari. Mak Lastri bilang bulan ini kami sudah layak untuk tampil sebagai penaripemula di panggung. Mak Lastri mengukur baju kebaya untuk kami pergunakan, dan oleh Mak Lastri kami akan di buatkan beberapa setel pakaian kebaya untuk menari. Mak Lastri memesankan dengan beragam warna dan model kepada penjahit langganannya, namanya Ceu Encum. Di kampungku Ceu Encum terkenal sangat piawai menjahit pakaian, khususnya pakaian kebaya untuk segala acara dan umur. Dan dengan hati-hati Ceuk Encim mengukur badan kami satu- persatu untuk membuat pola kebaya. Sungguh terharu mendengarnya akhirnya tak lama lagi aku dan Cahyati sudah dapat mencari penghasilan sendiri, walaupun itu dari karya dan berkesenian tari jaipong saja. Rata-rata yang menjadi seorang penari di sini berlatar belakang dari keluarga yang tidak mampu, ya seperti kami yang bergantung kehidupan dan ek
Baca selengkapnya
BAB 4
Abah telah pulang dari mencari kayu bakar, abah membawa ubi dan singkong pasti karena habis panen dari kebun. Aku pun segera menghampirinya. Aku ambil ubi dan singkong yang abah bawa di dalam bakul. Alhamdulillah masih ada makanan yang dapat kami olah siang hari ini. Aku pun merebus ubi untuk adik-adikku, sebentar lagi mereka pulang dari sekolah. Ubi rebus dan teh hangat bisa menghangatkan dan mengganjal perut kami siang ini. Keadaan yang selalu sama yang sering kami alami dari hari ke hari. Aku pun mempersiapkan peralatanku untuk menari, satu setel kebaya berwarna merah yang sama dengan Cahyati, kain, korset, konde, dan peralatan make-up pemberian mak Lastri. Tak lupa aku cek sepeda, ternyata bannya sedikit kempes. Dan aku bergegas memperbaikinya di halaman rumah bersama abah. Agar tetap dapat aku pergunakan. "Lestari....., ayo kita siap-siap.""Iya, saya tinggal mandi dulu, kita kan harus berkumpul di rumah Teh Arum.""Iya biar kita di bantu untuk dandan."
Baca selengkapnya
Bab 5
Jaipongan masih menjadi primadona di kampung kami, minimal seminggu ada dua acara tanggapan terkadang di acara hajatan atau panggung-panggung hiburan malam. Penghasilan tetap aku dan Cahyati per bulan minimal delapan ratus ribu sampai dengan satu juta sebagai seorang penari pemula. Sedikit demi sedikit aku dan Cahyati bisa membantu keluarga kami. Seperti hari ini, aku dapat membawa uang 150.000 karena Pak Agus juragan kambing memberikan kami saweran 50.000 seorang. Apa lagi Teh Arum ya, pasti banyak penghasilan dari hasil sawerannya. Pantas saja pakaian, sandal, make-up dan rumahnya semakin hari semakin bagus dan selalu ada perubahan, dia juga menjadi primadona di kampung, laki-laki banyak yang mengejarnya karena cantik, tapi para perempuan-perempuan di kampungnya sebaliknya mereka iri dan selalu menghina Teh Arum dan kawan-kawannya, kemungkinan esok-esok bisa aku dan Cahyati. Dan aku rasa teh Arum ada yang berbeda deh. Aku pun teringat ucapannya saat
Baca selengkapnya
Bab 6
Malam ini kami pun pentas kembali, ada acara pernikahan anaknya pak Camat di desa Suka Warna, seperti apa yang menjadi tantangan teh Arum, selain menjadi penari pembukaan acara resepsi kami pun ikut melengser. Melengser istilah tarian malam hari, yang identik dengan duit saweran dan tarian selendang yang sedikit menggoda kaum laki-laki. Kami turut duduk di antrean penari senior. Kami pun siap berlempar selendang dan menari bersama lawan jenis. Tampak beberapa pemuda dan bapak-bapak yang mulai naik ke panggung dan memberi saweran kepada kami, benar saja Teh Sekar Arum orang pertama dan turun dari bangku penari. Dan di susul oleh penari-penari senior lainnya, aku pun terus berdecap kagum, pasti penghasilan mereka yang di dapatkan akan lebih banyak dari kami. Kami yang sering di bilang teh Arum sebagai penari pemula dan polosan. Sungguh apa yang mereka pakai ternyata ada pengaruhnya, teh Sekar Arum dan ke empat penari senior lainnya telah menari terlebih dahulu, sedang
Baca selengkapnya
Bab 7
Sudah satu bulan aku menggunakan bedak pengasih dari Ki Slamet sama dengan temanku yang lainnya. Kini penghasilan aku dan Cahyati semakin membaik, terkadang kami membawa pulang uang sampai Rp 300.000 sekali tampil. Lumayan bukan, sedikit demi sedikit aku dapat membelikan furnitur untuk Emak di rumah. Kemarin sudah terkumpul dua juta rupiah, aku membeli kasur dua set untuk kamar emak dan kamarku. Melihat adik-adik tidur dengan layak di atas kasur membuatku sangat senang. Setidaknya tentu saja mereka tidak akan merasakan sakit dan dingin seperti dulu lagi. Bedakku pun sudah hampir habis, aku harus segera pergi ke rumah Ki Slamat lagi. Kalau bisa, kali ini aku pergi kesana sendiri dan diam-diam saja, dalam hatiku terbesit pikiran andai aku bisa mendapat Mustika atau sejenisnya sebagai pemikat yang berbeda dari teman-teman biasanya. Mungkin aku bisa mendapat duit saweran lebih banyak lagi. "Cahyati, Aku mau ke rumah Ki Slamet Kamu mau ikut bareng tidak?"
Baca selengkapnya
Bab 8
Dan akhirnya aku pun pergi ke rumah ki Anom, dengan sengaja menyewa sebuah mobil beserta sopirnya. Aku bilang kepada abah dan emak ingin main ke kota mengunjungi teman lama dan mungkin menginap di sana jika tidak pulang atau terlambat pulang. Aku sengaja pergi dari rumah menjelang subuh, dan aku yakin Cahyati tak akan memergokiku, perjalanannya lumayan lama, ke Ciamis lebih dari 5 jam aku baru sampai ke dusun abah Anom. Dusun yang aku cari sudah benar, hanya saja aku harus bertanya kepada warga di mana rumah abah Anom tepatnya. “Permisi Bu.” “Iya Neng ada yang bisa ibu bantu?” “Saya mau bertanya alamat rumah Abah Anom Bu apa ibu kenal?” “Oh abah Anom? Dia rumahnya ada di atas bukit sana neng, neng lurus saja dari sini naik ke bukit, tapi tidak bisa bawa mobil neng.” “Ya, baik Bu.” Aku akan meminta pak sopir menunggu di sini, lagi pula biar saja pak sopir beristirahat dulu saja sejenak, karena aku tahu pasti beliau lelah saat dalam perj
Baca selengkapnya
Bab 9
"Neng bangun." "Iya Mak, Neng masih mengantuk ini." "Bagaimana tidak mengantuk, Kamu pulang itu hampir subuh Neng." "Masa Mak? Lestari kenapa tidak ingat ya?" "Ya Kamu sangat lusuh dan sangat terlihat lelah semalam, Mak tidak mau mengganggumu, ya sudah lekas mandi dan berganti pakaian." "Iya Mak." Ya aku pasti lupa, tapi kenapa ya sampai larut malam begini, bahkan menjelang pagi. Apakah memang kami mendapatkan banyak tanggapan dan saweran semalam. Aku pun berdiri dari kasurku, aku mengambil tas pribadiku dan aku buka, astaga duitnya banyak sekali. Aku pun hitung lembar-demi lembar uang yang ada. Totalnya ada dua puluh juta rupiah, doa gepok uang pecahan 100.000. Duit siapa ini? oh iya aku pun ingat saat aku mau naik ke panggung aku melihat ada Abah Rahmat di sana. Sungguh dia memberikan aku uang sebanyak ini dalam satu malam saja saat menari? Aku pun bergegas mandi dan mengganti pakaianku, aku ingin sarapan dahu
Baca selengkapnya
Bab 10
Aku harus tetap menari, agar teman-temanku tidak curiga dengan kejanggalan- kejanggalan yang terjadi ini. Memang benar aku memperoleh banyak uang dari itu semua, tapi haruskah aku mengorbankan seseorang demi syarat Nyi Mas Srinti. Hampir setiap malam pun aku memimpikannya mimpi yang aneh dan sangat menakutkan, mimpi yang sama terus berulang-ulang tentang Nyi Mas Srinti yang meminta bantuanku untuk membalaskan dendamnya. Terkadang aku juga bermimpi, mimpi tentang kehidupan masa lalu Nyi Mas Srinti sebagai seorang penari jaipong. Tampak sosoknya yang memiliki paras yang ayu dan sangat piawai menari. Rasanya ingin berhenti dari semua kehidupan dan mimpi-mimpi buruk ini, tapi sepertinya tidak mungkin, masih sangat berat dan terlanjur semua, aku sudah terlambat untuk mundur. "Teh...." "Iya ada apa Asep dan Jaja?" "Asep sebentar lagi lulus Sekolah Menengah Pertama, Asep mau kerja saja ya? biar dapat bantu Teteh dan Abah." "Jangan! Asep dan J
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status