Antara Cinta dan Pertalian Darah

Antara Cinta dan Pertalian Darah

By:  kupukupukertas  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
11Chapters
862views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Aiman Khalid menemukan sebuah kenyataan besar dalam hidupnya. Sang ayah yang ia yakini telah meninggal, ternyata merupakan bakal calon mertuanya. Gadis impiannya ternyata adalah adiknya seayah. Perasaan yang telah hadir sebelum ta'aruf yang mereka jalankan, harus dipangkas sebelum berkembang.

View More
Antara Cinta dan Pertalian Darah Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
11 Chapters
Sebuah Rahasia
“Maafkan ayah, Ai. Ayah menolak lamaran ini!” Agus Winarko, ayah Airin menggantungkan kalimatnya."Ma-maksud Ayah?” Airin menatap lelaki di hadapannya dengan gamang.Keadaan menjadi tegang, karena aura semua yang hadir mendadak berubah. Ketika, ayah dan ibu duduk berhadapan dengan Aiman dan ibunya.Bulir bening jatuh tidak tertahankan dari mata coklat milik Airin, Rasa percaya dirinya runtuh seketika, saat mendengar penolakan dari ayahnya. Airin sangat yakin dengan pilihan hatinya, karena Airin tahu siapa yang jadi lelaki idamannya. Bahkan, Airin tidak ragu memperkenalkan pada ayahnya dengan rasa bangga.***“Namanya Aiman, Ayah. Aiman Khalid. Beliau dosen statistik di kampus Ai. Beliau juga dosen pembimbing Ai. Sejak semester empat, beliau menjadi pengajar di kelas Ai. Awalnya, beliau menggantikan dosen yang sedang melahirkan. Ai suka deh, cara beliau ngajar. Asyik banget.” Airin bercerita dengan mata yang berbinar, saat i
Read more
Kebenaran
'Jadi, selama ini, ibu menyembunyikan diri dari keluarga bapak! Kenapa? Apakah aku bukan anak yang diinginkan?' gumam Aiman.Ia masih merenung menatap langit-langit kamar yang telah ditempatinya sepuluh tahun terakhir, saat ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya. Ia bergegas bangkit membukakan pintu."Masuk saja, Bu, sejak kapan pintu kamar Aiman tertutup untuk ibu," ujarnya sambil menuntun sang ibu menuju ranjang.Hera menatap putranya lekat, ketika sudah duduk di tepi ranjang. Kesedihan, penyesalan juga amarah bercampur jadi satu, terpancar dari sorot matanya yang berkaca-kaca. Aiman menciumi tangan ibunya takzim. Ia paham, perasaan bersalah dan penyesalan telah menyelimuti hati ibunya. Sesaat kemudian, ia menatap mata ibunya lembut. "Nak, Ibu minta maaf, Nak.” Hera menggenggam kedua tangan Aiman erat, "tidak seharusnya ibu menghindar. Berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain agar bapakmu kehilangan jejak kita," ujarnya sesenggukan. Tangis
Read more
Serpihan Satu
Wajah Agus berubah sendu, "Dek, bersabarlah dalam sepekan ini. Kakak janji situasi akan menjadi lebih baik," pinta Agus saat Hera terus mendesak untuk diperkenalkan pada keluarga suami sirinya."Adek sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi saat kakak memperkenalkan adek sebagai istri kedua," ucap Hera, mencoba menyakinkan Agus yang terlihat ragu."Tidak semudah itu, Dek. Kondisi mama sedang kurang sehat. Kalau mama tahu hubungan kita sekarang, kakak khawatir semuanya akan kacau. Apalagi, beliau masih mengharapkan cucu dari kakak dan Vina," jelas Agus.Hera menatap Agus yang ada di depannya, pandangan dalam dan menusuk. Hatinya begitu gamang. Kesempatan untuk masuk ke dalam keluarga Agus mulai terbuka. Namun, suaminya malah membuat terjebak lebih dalam lagi, hingga sulit untuk bangkit.“Katakan saja pada mama, kalau kakak sudah punya anak dari adek. Apakah sulit?” Hera menepis tangan Agus kasar.“Dek, kakak mohon. Situasinya tidak semudah itu,
Read more
Pertemuan Pertama
"Iya, Pak. Aiman dosen statistik di kelas Airin,” jawab Aiman.“Ternyata, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, ya. Dulu, Ibumu juga pengajar. Meski di kampung, tapi dia sangat cerdas. Karena itulah, selain wajahnya yang membuat bapak tidak bisa berpaling, kecerdasannya benar-benar membuat bapak kagum,” tukas Agus. Agus menceritakan kisah awal pertemuannya dengan Hera sambil menikmati hidangan yang baru dibawakan oleh pramusaji. Keduanya hanyut dalam perbincangan yang hangat. Aiman mulai belajar mengenal lelaki di hadapannya.***Suara ketukan dan salam terdengar di pintu depan membuat Hera menghentikan aktivitasnya. Hera pun menuju ke depan rumahnya dan membuka pintu.“Assalamu’alaikum, Hera,” salam Vina begitu Hera membuka pintunya.“Wa-wa’alaikumussalam.” Hera terkejut.Setelah memastikan Vina datang bukan untuk melabraknya lagi, ia mengizinkan istri pertama dari suaminya itu masuk.Vina memperhatikan se
Read more
Pertemuan Kedua
"Tapi ternyata, keputusan saya mendatangi kamu sore itu adalah kesalahan terbesar yang saya ambil.” Vina melanjutkan ucapannya, matanya menatap jauh ke depan.***"Aiman, bagaimana kabarnya?" Jaka, dosen manajemen pendidikan, menyapa Aiman yang tampak lebih banyak melamun sejak kabar ta'arufnya menyebar."Alhamdulillah baik, Pak. Cuma ya, memang lagi agak banyak pikiran." Aiman tersenyum. Jaka adalah kawan sejawatnya yang cukup banyak membantu sejak mereka masih menjadi asisten dosen di kampus itu."Saya dengar gosipnya, lho.” Jaka tertawa, "jadi bagaimana itu, ditolak sama keluarganya, begitu?"Jaka melangkah menuju dispenser yang berada di ujung ruangan. Mengambil sebuah gelas, lalu menekan keran air."Mmm, bukan, Pak. Qadarullah ternyata ayahnya Airin juga ayah saya,” jawab Aiman pelan.Jaka menyemburkan air yang sedang diminumnya. Keterkejutan terlihat jelas di wajahnya. Ia memandang Aiman tak percaya."Seri
Read more
Setelah Keputusan (1)
"Tolong temani dia sampai gosip mereda. Saya khawatir ini akan mengganggu konsentrasi perkuliahannya. Dan Airin. Tolong serahkan revisi skripsi kamu maksimal pekan depan ya,” ujar Aiman kemudian berlalu kembali ke depan kelas. === Airin masih tertunduk diam setelah sepuluh menit kedatangannya di kantin kampus. Aiman menatapnya dengan wajah bersalah. Beberapa mahasiswa yang sedang menikmati maka siangnya mencuri pandang ke arah keduanya. “Coba saya lihat skripsinya. Sudah di bab berapa?” tanya Aiman memecah kesunyian. “Eh, i-iya, kak. Sudah bab... em, em, berapa, ya?” Airin membongkar tote bagnya panik. Aiman melihat sekeliling. Mahasiswa yang mencuri pandang langsung berpura-pura mengerjakan kegiatan lain. “Mmm, bunda sehat?” tanyanya. “Eh, i-iya, kak. Alhamdulillah sehat. I-ini, kak, bab akhir ternyata.” Airin menyodorkan tumpukan kertas skripsinya. Aiman menyambutnya. “Aduh, kasihan, yah. Sudah gagal n
Read more
Setelah Keputusan (2)
“Begini, satu hal yang perlu kalian tahu. Kami memutuskan untuk tidak melanjutkan proses ta’aruf kami, karena kami ternyata mahram. Sudah itu saja.” Airin meninggalkan kantin yang mendadak sepi. Martha membulatkan matanya kaget. ~ ~ ~  “Tadi siang Bunda Airin ke rumah,” ucap Hera. Aiman berhenti mengunyah makan malamnya. “Ibu ga papa?” tanya Aiman. Hera menoleh, lalu tersenyum tipis. “Nggak, alhamdulillah. Mbak Vina ke sini Cuma mau cerita saja.” Mata Hera menerawang sambil terus mengaduk-aduk nasi di piringnya. “Tapi apa, Bu?” tanya Aiman seolah mampu membaca kegelisahan sang ibu. Hera menghela nafas berat. “Mbak Vina minta ibu rujuk sama mas Agus,” jawab Hera. Aiman tersedak. “Lalu?” tanya Aiman dengan wajah penasaran. Hatinya mendadak dipenuhi perasaan tidak nyaman. Sekelebat pikiran negatif memenuhi otaknya. Meski ia tak begitu mengenal istri pertama ayahnya, ia sedikit banyak paham bahwa perasaan wa
Read more
Rujuk (?) (1)
Agus berdiri mematung di depan rumah Hera. Ia memperhatikan sekeliling rumah sederhana itu. Cukup rapi dan bersih. Namun, tetap memberikan kesan tidak layak huni dibandingkan rumah yang ia berikan dulu. Hera menanti dengan perasaan tak karuan di dalam rumah. Ia terkejut melihat kedatangan Agus ke rumahnya saat ia hendak berangkat ke pasar. Aiman sudah berangkat ke kampus sejak satu jam yang lalu, mengejar jadwal mengajar paginya. Agus beranjak mendekat ke arah pintu. Hera yang menunggu di dalam, masih dilema akan keputusannya. Hendak bertemu, atau bersikap seolah ia tidak di rumah. Agus mengetuk pintu setelah terdiam selama sepuluh menit. Ia lalu mengucap salam. Hera bergeming. Ia masih belum memutuskan. “Assalamualaikum,” ucap Agus sambil kembali mengetuk pintu. Hera akhirnya memutuskan untuk diam. Ia yakin, Agus akan berpikir bahwa ia tidak ada di rumah. “Waalaikumussalam, cari siapa, Pak? Aiman, ya?” Sebuah suara mengejutkan keduanya. Agus
Read more
Rujuk (?) (2)
“Kak, kenalkan. Ini kak Arman, kakak Airin," ujar Airin. Aiman menyambut uluran tangan Arman saat keduanya tiba di sebuah foodcourt di mall dekat kampus mereka. “Jadi, kamu Aiman. Pantas adik kesayangan saya kesengsem sama kamu. Kamu bener-bener mirip...” Arman menggantung kalimatnya. Perasaan aneh tiba-tiba muncul saat ia menyadari suatu hal. Lelaki di depannya begitu mirip dengan papanya. “Mirip siapa, Kak? Mirip ayah, ya?” Airin baru menyadari hal itu saat ia mendengar pernyataan kakak tirinya itu. “Eh, i-iya. Mirip banget ya, Dek, sama papa.” Arman menyapu pandangannya ke wajah hingga sikap duduk Aiman. Bagai pinang di belah dua. Ia heran, mengapa Airin tidak menyadari hal itu. “Kok Ai baru sadar, ya,” ujar Airin sambil tersenyum canggung. “pantas, sejak awal lihat kak Aiman, Ai rasanya punya koneksi kuat, gitu,” lanjut Airin. Aiman tersenyum kikuk. Aiman diberitahu Airin bahwa akan ada pertemuan pertama mereka bertiga sebagai ke
Read more
Rujuk (?) (3)
Flashback “Ma, bantu Vina, Ma.” Vina tiba di rumah mertuanya dengan penuh air mata.  “Ada apa, anak Mama yang cantik? Ada masalah apa?” Gita menyambut Vina dalam dekapannya. “Mas Agus, Ma. Mas Agus. Dia -dia,” Vina kembali sesenggukan. “dia menikah lagi dengan perempuan lain, Ma. Sekarang mereka sudah punya anak. Sedangkan, setelah menikah, Mas Agus belum pernah sekalipun menyentuh Vina,” lanjut Vina. Gita tersentak. Ia melepaskan pelukannya.  “Ka-kamu- kamu serius? Jadi, selama ini, Mama...” ujar Gita menggantung, lalu terjatuh tak sadarkan diri.  Vina terkejut. Ia berteriak memanggil pembantu di rumah mertuanya. Ia berniat segera menghubungi Agus namun ia urungkan. Akhirnya, ia memutuskan cukup menelefon dokter pribadi Gita saja. ~ ~ ~  Sudah semalaman Gita belum sadarkan diri. Agus yang tiba tak lama setelah pembantu di rumahnya menghubunginya, terus menggenggam tangan ibunya. Di seberangnya, Vina sesenggukan.
Read more
DMCA.com Protection Status