Menaklukkan Suami dan Mertua Super Dingin

Menaklukkan Suami dan Mertua Super Dingin

Oleh:  Yenika Koesrini  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
12 Peringkat
68Bab
6.1KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Nafia harus belajar bersabar terhadap ujian. Belajar ikhlas menerima takdir. Lalu belajar mencintai pria yang sangat dingin padanya. Dunia Nafia serasa berhenti saat mengalami kecelakaan yang menewaskan seluruh keluarga dan tunangan tercinta. Hidupnya kian hancur ketika mendapati dirinya menjadi cacat karena kecelakaan tersebut. Pihak tersangka penabrak mobil Nafia dan keluarga meminta maaf dan mengajak damai pada Nafia. Paman Nafia menyetujui perdamaian tersebut tetapi dengan satu syarat. Nafia harus dijodohkan dengan kakak dari si penabrak yaitu Arzen. Pernikahan antara Nafia dan Arzen terasa begitu dingin. Arzen yang masih mencintai mantan kekasihnya, sedangkan Nafia yang selalu merasa minder dengan keadaan fisiknya? Akan cinta Arzen dan Nafia dapat bersatu?

Lihat lebih banyak
Menaklukkan Suami dan Mertua Super Dingin Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Muna Junaidi
nyimak ya bunda......
2022-11-02 11:25:32
0
user avatar
Rosemala
kerenn kak.........
2022-09-01 20:46:39
0
user avatar
Guardian_eagle
Menarik untuk dibaca. lanjut
2022-09-01 20:37:42
0
user avatar
Siti Auliya
Keren, lanjut Thor
2022-09-01 20:16:21
0
user avatar
Hervina Nataya
Baru lagi, Thor. semangat...
2022-09-01 10:02:15
0
user avatar
Fransesko 12
ayo Nafia semangat
2022-08-31 06:38:33
0
user avatar
Galuh Arum
keren banget lanjutkan
2022-08-30 18:28:27
0
user avatar
Lyra Vega
Keren banget ceritanya, lanjut.
2022-08-30 18:09:02
1
user avatar
Luthfiano Al ghani
semangat Nafia
2022-08-30 17:39:19
0
user avatar
Wiwin
bagus ceritanya. semangat!!!
2022-08-30 16:53:53
0
user avatar
Yenika Koesrini
keren sekali
2022-08-30 16:27:38
0
user avatar
Lia M Sampurno
Keren Thor, lanjuuttt
2022-08-30 16:25:26
1
68 Bab
1. Terpaksa Menikah
"Cantik sekali."Aku mengulum senyum mendengar pujian yang dilontarkan oleh MUA yang tengah merias wajah ini."Nafia dari kecil memang sudah cantik," timpal Bibi Ira.Wanita itu tampak semringah. Lebih bahagia dari aku sebagai pengantin. Ya hari ini aku akan menikah. Namun, bukan dengan Mas Ibnu. Melainkan dengan Arzen. Pemuda kaya yang baru kutemui satu bulan lalu."Ayo, pengantin laki-lakinya sudah menunggu." MUA itu berbicara lagi sambil meremas pelan pundakku.Aku mengangguk tanpa semangat. Karena memang bukan dengan Arzen aku ingin menikah. Andai waktu bisa diputar kembali."Ayo, Naf!"Kali ini Bibi Ira yang mengajak. Perempuan itu membantuku untuk berdiri. Tangannya langsung mengamit lengan kiriku. Sementara lengan kanan ini diamit oleh MUA.Kami melangkah pelan meninggalkan kamar. Kamar mewah milik calon suamiku yang terletak di lantai dua. Dengan hati-hati aku menuruni anak tangga masih dibimbing oleh Bibi Ira dan MUA. Semua pasang mata tertuju padaku.Sampai di bawah Adik Arz
Baca selengkapnya
2. Ibu Mertua yang Sinis
"Lagi ngapain kamu?"Aku tercekat. Mata ini langsung terbuka. Begitu membalikkan badan, tampak Ibu Sita tengah menatapku tajam."E-e-eum ... saya--""Mau ngikutin jejak bibimu jadi maling?"Hatiku tersayat mendengar tuduhan keji itu."Itulah kenapa saya tidak menginginkan punya menantu miskin seperti kamu!" tandasnya dalam.Seperti ada sebuah belati yang menikam hati ini. Amat dalam sehingga terasa sangat menyakitkan. Aku tahu Ibu Sita tidak menyetujui perjodohan ini. Tetapi, dia tidak bisa seenaknya menuduhku."Karena biasanya orang miskin itu lancang." Makin sempurna Ibu Sita menghina.Aku tarik napas dalam-dalam. Aku harus kuat. Inilah babak baru hidupku. "Maaf, saya bukannya lancang. Tapi, sungguh saya tidak tahu kamar yang Arzen di mana," ucapku pelan. Untuk kesopanan aku menunduk Terdengar Ibu Sita mendengkus. "Gak usah bohong gitu! Masa iya gak bisa membedakan mana kamar pengantin mana kamar biasa," tukas Ibu Sita tajam."Saya benar-benar tidak tahu, Bu. Maaf." Kali ini aku m
Baca selengkapnya
3. Malam Pertama
"Arzen pergi diantar Diaz. Dia bilang mau keluar sebentar," lapor Bapak Ari seakan tahu isi hatiku.Kutanggapi laporan Bapak Ari dengan anggukan. Lalu mulai memakan hidangan yang ada di meja. Ada banyak makanan yang tersedia. Daging rendang, ayam goreng, sop iga, sayur lodeh, sambal, dan perkedel. Namun, semua makanan ini terasa hambar begitu melihat ekspresi Ibu Sita.Sepanjang acara makan mulut wanita itu tidak bersuara. Namun, matanya selalu mengawasi gerak-gerikku. Membuatku kikuk saat akan mengambil makanan yang ada. Dan aku cukup tahu diri dengan memakan makanan yang berada di jangkauan. Beruntung Arsy pengertian. Gadis itu mengambilkan daging rendang dan ayam goreng yang berada tepat di hadapan Bapak Ari dan Ibu Sita. Ada rona kekesalan yang kutangkap dari wajah Ibu Sita melihat Arsy perhatian padaku.Acara makan malam selesai. Aku dengan sigap membereskan meja makan. Kata Diaz, ibu dan ayahnya hanya bekerja dari pagi hingga petang saja. Jadi kalau malam begini rumah ini suda
Baca selengkapnya
4. Mencoba Bersabar
(Nafia)"Maaf," ucap Arzen begitu aku membuka mata. "Untuk saat ini aku belum bisa melaksanakan tugas itu, Naf," jujurnya sambil membuang muka.Aku menipiskan bibir, walau Arzen tidak melihatnya. Tiba-tiba dia menatapku lagi."Aku capek dan kamu juga. Iya kan?" tebaknya terlihat yakin.Aku hanya mengangguk kecil. Padahal sebenarnya badan ini lumayan bugar setelah di-charge dengan tidur sore selama dua jam tadi."Yodah ... sebaiknya kita tidur." Arzen menyuruh sambil merebahkan tubuh. Pria itu menarik selimut sampai ke dagu. "Selamat malam," ucapnya dingin. Setelah itu Arzen memutar badan.Aku termangu melihat Arzen tidur membelakangi. Punggung itu tidak bergerak lagi."Malam ...." Aku membalas lirih.Selanjutnya aku mengikuti gaya tidurnya. Masing-masing saling membelakangi. Hingga satu jam berlalu, mata ini belum juga mau diajak tidur.Sungguh ... tidur miring seperti ini terus membuat badanku terasa pegal. Sebenarnya ingin merubah posisi. Namun, aku malu. Malu karena tidak dianggap.
Baca selengkapnya
5. Kesepian
Aku hanya tinggal selama tiga hari di rumah Bapak Ari. Hari keempatnya Arzen memboyongku ke rumahnya sendiri. Itu pun Diaz yang menjemput. Arzen hanya menyuruh saja.Rumah Arzen lebih kecil dibanding rumah orang tuanya. Namun, terkesan lebih modern. Barang-barang di dalamnya juga tidak terlalu mewah.Kamar utama terletak di lantai atas ternyata. Begitu juga kamar Diaz."Biar aku usul ke Arzen kalo sebaiknya kamar kalian pindah di bawah saja," ujar Diaz ketika melihatku tanpa tertatih menapaki tangga. "Biar kamu gak turun naik tangga," lanjutnya sambil menatapku iba. Dan aku merasa terharu. Selama ini cuma Diaz saja yang perhatian padaku."Gak usah, Yaz!" Aku menggeleng pelan, "aku biasa kok turun naik tangga," tuturku meyakinkan pemuda."Gak!" Diaz juga menggeleng, "aku gak mau ambil resiko kamu kenapa-kenapa pas ditinggal di rumah sendiri," dalihnya begitu terlihat tulus. "Lagian di lantai bawah juga ada kamar yang ada kamar mandinya juga."Omongan Diaz bukan sekedar kelakar. Pemuda
Baca selengkapnya
6. Takdir
FlashbackSeharusnya waktu itu adalah hari yang membahagiakan. Karena Rafi adikku akan pulang dari Jogjakarta dengan menyandang gelar sarjana hukum. Dia akan menjadi pengacara sesuai cita-citanya.Akhirnya, pengorbananku selama ini tidak sia-sia. Tiga tahun lamanya, gaji dari menjadi pelayan di sebuah toko roti selalu kukirimkan pada adik semata wayang. Tidak mengapa aku tidak punya tabungan, asal Rafi bisa lulus kuliah."Kenapa dari tadi kok senyum-senyum terus?" tegur Tina. Teman seprofesi. "Lho ... kok udah siap-siap? Waktu pulang masih dua jam lagi, Naf. " Mata Tina menyipit melihatku tengah mengelap etalase yang memajang aneka kue dan roti."Hari ini aku ijin pulang cepet." Aku membalas sambil berlalu menuju ruang ganti. Tina mengekor. "Rafi pulang," terangku dengan senyum yang tersungging."Oh ya? Sudah jadi sarjana dia?""Alhamdulillah ... Rafi lulus dengan nilai terbaik." Aku mengambil blazer berwarna hitam untuk melapisi seragam. "Aku pergi ya," pamitku semringah."Hati-hati
Baca selengkapnya
7. Syarat Dari Paman
"Kalian harus bertanggung jawab!" Terdengar Paman menggertak. Bisa kurasakan amarah Paman, walau mata ini terpejam menahan sakit."Kalian yang telah membuat keponakan saya seketika menjadi yatim piatu dan kehilangan calon suami," ujar Paman dengan nada yang bergetar. "Tentu!" Sang Ayah dari pihak penubruk terdengar menyanggupi. Aku masih menyembunyikan wajah pada dada Bibi. "Pasti kami bertanggung jawab."Emosi Paman yang mulai meledak saat membicarakan keluargaku. Serta tangisanku yang tidak kunjung surut membuat keluarga tersebut berpamitan. Ketika sang gadis meraih tanganku untuk disalim, aku menyentaknya keras.Aku bukan tipe gadis yang kasar. Tidak juga lemah lembut. Biasa saja. Hanya saja sakit hati ini membuatku belum bisa memaafkan begitu saja perilaku gadis tersebut.Selepas kepergian keluarga tersebut, air mataku tidak berhenti mengalir. Napas terasa sesak. Merasa menjadi gadis yang paling malang sedunia. Bagaimana tidak? Hanya dalam waktu sekejap saja aku langsung kehilan
Baca selengkapnya
8. Perjodohan
"Apa syaratnya?" Suami istri itu kompak bertanya.Paman terdiam sejenak. "Masalah ini akan diselesaikan secara damai, jika kalian bersedia menjodohkan putra kalian dengan keponakan saya."Sontak aku dan si pemuda di hadapan langsung berpaling memandang Paman."Tidak!" Bahkan bibir kami kompak menolak. Sesaat refleks kami saling menoleh. Bersitatap sekian detik. Lalu sama-sama membuang pandangan."Kenapa syaratnya harus seperti itu?" Pemuda itu tampak sekali keberatan."Iya." Ibunya pun turut menimpali. "Kalian bisa minta apa saja dari kami, asal jangan menjodohkan mereka," pinta wanita itu menunjukku dan putranya, "kasihan. Mereka tidak saling mengenal. Sementara berumah tangga itu bukan hal yang main-main. Ibadah panjang. Seharusnya sekali dalam seumur hidup," papar sang ibu panjang. Kentara sekali dia tidak menyetujui. Sementara anaknya mengamini omongan ibunya dengan anggukan.Paman kembali menghela napas. "Kami memang berasal dari keluarga biasa. Sangat tidak pantas jika keponaka
Baca selengkapnya
9. Arzen
(POV Arzen)"Zen!"Aku yang tengah sibuk meracik minuman pesanan menoleh begitu mendengar Diaz memanggil. Pemuda itu tergopoh-gopoh mendekat."Arsy." Diaz menyebut nama adikku dengan napas tersengal."Kenapa dengan dia?" tanyaku cuek. Mata ini masih fokus pada cup di mesin peracik kopi."Arsy kecelakaan, Zen," balas Diaz dengan wajah yang pucat."Apaaah?!" Aku tersentak kaget. Tangan ini refleks mencopot celemek hitam yang menutup kemeja kotak-kotak di badan. Kugantung kain tersebut. Salah seorang karyawanku mendekat untuk meneruskan pekerjaan."Bagaimana bisa?" tanyaku panik saat ke luar dari bar."Papamu barusan telpon." Diaz menjawab, "beliau sempat marah karena hape kamu sulit dihubungi," imbuhnya serius."Hapeku lagi dicharger." Aku memberi tahu. Gegas kutuju ruang kerja. Mengambil ponsel cepat kemudian keluar lagi.Aku dan Diaz melangkah tergesa ke luar kafe. Kamu menuju mobil di parkiran. Diaz langsung tancap gas begitu aku selesai memasang sabuk pengaman.Ponsel yang mati kuny
Baca selengkapnya
10. Dilema Arzen
(POV Arzen)Namanya Aliya. Dia adalah sepupu dari Diaz. Aku sudah mengenalnya selama bertahun-tahun.Dari kecil aku sering main ke rumah Diaz. Ketemulah dengan Aliya. Gadis pemalu yang punya mata indah.Ceruk di pipi membuatnya manis kala tersenyum.Aku, Diaz, dan Aliya akrab sedari kecil. Aku yang kaku sangat cocok berteman dengan Aliya yang lemah lembut. Jika sedang bad mood, Aliya adalah orang pertama yang kudatangi. Karena Aliya mampu menenangkan dengan ucapan. Di umur lima belas kami berikrar sebagai sepasang kekasih.Sebenarnya Mama melarang aku berdekatan dengan Diaz. Wanita itu memang masih berpikiran sempit. Katanya, jangan terlalu dekat dengan bawahan. Nanti mereka melunjak.Untung pikiran Papa seberangan dengan Mama. Prinsipnya bahwa semua orang itu sama derajatnya di hadapan Allah. Hanya ketakwaan yang membedakan.Tidak heran semua karyawan baik di kantor maupun rumah, sangat menghormati Papa.*Usai berpamitan pada keluarga korban yang bernama Nafia, aku, Mama, dan Papa p
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status