"Aku sudah memiliki kekasih, dan ... aku tidak bisa meninggalkan wanita itu." Layla tidak pernah menyangka bahwa perjodohannya dengan sang CEO akan berakhir sebagai perjanjian. Kenyataan bahwa Arsen telah memiliki kekasih membuatnya terpaksa menerima tawaran perjanjian pernikahan yang pria itu sodorkan. Hanya setahun dan kemudian keduanya akan resmi berpisah. Tetapi, apakah takdir menginginkan hal yang sama untuk dua insan itu?
Lihat lebih banyak"Ini sudah sebulan Nak, bukankah itu normal bagi Layla untuk hamil? Ibu sudah cukup bersabar."Arsen memijat sisi kepalanya yang mendadak terasa sakit memikirkan permintaan ibunya. Bagaimana ia memberi jawaban yang tepat? Ibunya sangat berharap dengan kehamilan Layla, sementara hubungannya dengan gadis itu hanya sekadar... kontrak."Ibu, tolong dengarkan penjelasanku dulu," kata Arsen dengan suara lembut, mencoba membujuk ibunya yang keras kepala dengan keinginannya. "Aku tahu Ibu sangat menginginkan kehamilan Layla, tapi kami masih ingin menikmati waktu berdua.""Layla juga menginginkan hal yang sama?""I-ya," jawab Arsen kaku. Ia menelan ludah dan memohon maaf berulang kali dalam hati karena telah membohongi ibunya. Arsen hanya berharap ibunya yang berada jauh di seberang sana bisa percaya dengan ucapannya."Baiklah, tapi tetap saja Ibu berharap adanya bayi dalam waktu dekat. Mungkin Layla akan berubah pikiran," sahut ibunya, masih bersikeras."Aku pasti akan memberitahu Ibu jika ka
Sepertinya terhitung hanya sekali saat Layla membuka buku album pernikahannya dengan Arsen.Waktu itu, ia masih cukup kecewa dengan kenyataan bahwa ia harus menjalin kontrak dengan Arsen, jadi ia menyimpan rapat-rapat album foto itu. Tetapi sekarang, saat ia membongkar satu kardus berisi buku-buku yang telah ia baca, ia mendadak penasaran dengan isinya.Layla membuka lembar demi lembar yang memperlihatkan dirinya, Arsen, dan keluarganya. Kebanyakan adalah foto yang diambil secara acak, sementara fotonya dengan Arsen bisa dihitung dengan jari.Tetapi, ada beberapa yang terlihat romantis.Terutama saat ia dan Arsen berdansa. Bahkan di mata Layla, foto di mana ia berputar di bawah lengan Arsen dengan gaun yang mengembang jauh lebih manis, dibanding foto saat Arsen menunduk untuk menciumnya.Layla meraba perlahan gambar itu dan tersenyum tipis. Mungkin jika takdir tidak berpihak padanya dan ia harus berpisah dengan Arsen, foto ini akan menjadi kenangan terindah untuknya. Setidaknya, ia ta
"Jadi kak Layla membalasnya?""Aku tidak tahan, Kiran.""Memang seharusnya begitu, Kak!" kata Kiran dengan suara menggebu-gebu. "Kakak harus membalasnya dengan kata-kata pedas yang sama. Kalau aku jadi kakak, aku sudah melabraknya dan menamparnya!""Sshhh." Layla mengggeleng dan mengarahkan jari telunjuknya ke mulut sang adik ipar. Setiap kali berkunjung, gadis itu selalu saja tidak bisa memelankan suaranya. "Aku tidak ingin ada masalah, kecuali kalau Olivia melampaui batas.""Kakak terlalu baik, sungguh. Sama saja dengan kak Arsen," kata Kiran cemberut. "Aku jadi cemas kalian akan ditipu. Kalian adalah pasangan yang terlalu lembut, beda denganku dan Kaito.""Kau dan Kaito apa memangnya? Pasangan enerjik?""Tentu saja!" sahut Kiran dengan wajah bangga.Layla tertawa kecil. Tidak bisa ia bayangkan betapa berisiknya rumah Kiran dan Kaito. Tentunya, mereka tidak akan terjebak dalam masalah karena keduanya sama-sama blak-blakan. Seandainya saja Layla bisa mengungkapkan perasaannya tanpa k
"Aku tidak menyangka kau pelakunya."Layla menatap Olivia yang mendengkus di tempat, tak terlihat bersalah setelah mengakui apa yang dia lakukan—menaruh udang di sup ayam yang Arsen pesan.Layla sudah menduga Olivia hanya berpura-pura ingin meminta maaf untuk meredakan kemarahan Arsen. Dia tidak ingin Arsen terus mengabaikannya dan inilah satu-satunya hal yang bisa dia lakukan.Lagi pula, Layla tidak berharap mendapat permintaan maaf yang tulus dari wanita seperti Olivia. Tetapi, ia tetap setuju untuk bertemu secara langsung, semata-mata karena permintaan suaminya.Arsen membujuknya untuk datang, dan Layla tidak tega melihat wajahnya yang bersalah. Sementara di sisi lain, Olivia terlihat begitu enggan untuk sekadar mengakui kesalahannya di hadapan Layla.Arsen pergi menemui Marlon dan meninggalkan keduanya di ruangannya. Untuk waktu yang lama, hanya suara dari detik jam yang terdengar mengisi keheningan di antara keduanya.Layla ingin mengakhiri ini semua dan pulang ke rumah, tetapi Ar
Bagaimana ini?Jika Arsen bergerak, maka Layla akan terbangun.Arsen kembali mencoba menarik tangannya dengan perlahan, tetapi Layla lagi-lagi mengerang. Pergerakan Arsen seketika berhenti. Ditatapnya Layla yang masih terlelap, kemudian ia menghela napas.Apa ia bangunkan saja Layla?Tetapi gadis itu tidur begitu pulas, Arsen tidak tega untuk mengusik tidurnya. Lagi pula, jam dinding baru menunjukkan pukul lima pagi. Namun, tidak mungkin juga Arsen bertahan dengan posisi ini sampai Layla bangun.Layla menjadikan lengannya sebagai bantal. Entah bagaimana keduanya bisa berakhir di tengah ranjang, Arsen mendapati Layla telah meringkuk dalam pelukannya.Mungkin karena cuaca yang dingin.Sejak semalam, hujan tak henti-hentinya mengguyur. Bahkan pagi ini, gerimis masih turun menyapa. Aroma petrikor tercium dari sela-sela di atas jendela ketika angin kencang berembus.Layla biasanya bangun lebih awal, jadi Arsen kira mereka tidur dengan normal tanpa ada sesuatu yang terjadi. Tetapi sekarang,
"Jadi apa yang sebenarnya terjadi, Marlon? Kenapa bisa ada udang di sup ayam istriku?"Arsen menatap Marlon yang kini duduk di depan meja kerjanya, tampak termenung dengan pertanyaan yang ia berikan. Sebelumnya, Arsen telah bertanya mengenai apa yang terjadi dan Marlon mengatakan bahwa dia memesan sesuai dengan permintaan Arsen."Aku awalnya mengira ini adalah kesalahan dari restoran tempat di mana aku membeli sup itu, tapi..." Marlon menghela napas dan menatap Arsen dengan wajah kecewa."Tapi apa?" tanya Arsen. Ia tidak mengerti kenapa Marlon menatapnya dengan kecewa seolah-olah ia telah melakukan kesalahan."Olivia," ucap Marlon setelah beberapa saat.Satu kata itu berhasil membuat Arsen kebingungan di tempat. "Apa?""Olivia yang melakukannya," jelas Marlon, berdecak pelan. "Dia yang memasukkan potongan udang di sup Layla."Arsen benar-benar terkejut dengan pengakuan itu. Ia menatap asistennya dengan tatapan tidak percaya. "Bagaimana? Bagaimana bisa kau mengatakan itu, Marlon?""Pela
"Kau bilang, sebagai istriku, aku boleh menyentuhmu, bukan? Kalau begitu, bolehkah aku melakukannya sekarang?"Suara Arsen serak dan dipenuhi hasrat. Tatapannya yang tertuju pada bibir Layla semakin gelap, membara oleh keinginan untuk mengklaim gadis itu.Jemari Arsen perlahan bergerak mengelus bibir bawah Layla, sementara tangannya menarik pinggang sang istri untuk merapat ke arahnya.Layla mencengkeram gaunnya, kebingungan di tempat. "A-arsen?""Kau tidak menjawab pertanyaanku. Kau tidak mau aku menyentuhmu?" Arsen menyela dengan lembut. "Kau tidak ingin tangan ini memberimu kenikmatan?" Seringai tipis menari-nari di bibir Arsen. Api yang menyala di matanya kian berkobar, membawa sensasi melilit di perut Layla.Arsen mabuk berat dan Layla tidak tahu harus melakukan apa. Ia memang sudah berjanji untuk menjadi istri yang baik untuk Arsen selama setahun ini. Apa pun itu keinginan suaminya, ia ingin memenuhinya. Tetapi sekarang, ia yakin ini hanya pengaruh alkohol.Arsen tidak sadar deng
Matahari telah tenggelam ketika Arsen tiba di apartemen Olivia. Udara berembus cukup kencang dan sepertinya hujan lebat akan turun malam ini.Arsen tahu kalau Layla bukan lagi anak kecil, tetapi tetap saja ia merasa khawatir jika cuaca sedang buruk seperti sekarang. Apalagi, gadis itu baru saja sembuh dari sakitnya.Mungkin sebaiknya ia mengirim pesan singkat.Arsen mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan ketika Olivia muncul secara mendadak. Tanpa basa-basi, dia merangkul lengan Arsen dengan semangat. "Sayang! Akhirnya kau datang juga!" Olivia langsung menarik tangan Arsen masuk ke dalam apartemennya. Ia melirik kantong kertas di tangan Arsen, lalu mengambilnya. "Ini hadiah untukku 'kan, Sayang?""Iya, gaun yang kau inginkan."Olivia berjinjit dan mencium bibir Arsen dengan mesra. "Terima kasih, Sayang!""Sama-sama," ucap Arsen, duduk di sofa. Antusiasme yang ia kira akan memenuhi hatinya entah menghilang ke mana. Arsen biasanya selalu bersemangat untuk merayakan ulang tahun Oli
Hari demi hari berlalu saat Layla memulihkan diri dan tak terasa ulang tahun Olivia telah berada di depan mata—tepat di hari Minggu ini.Layla tidak tahu apakah Arsen akan langsung pergi pagi ini, atau bagaimana. Dia menyibukkan diri dengan meninju samsak di halaman belakang sejak jam enam. Sekarang sudah lewat jam tujuh.Layla mengeluarkan kue dari oven dan menyeduh kopi. Akhir-akhir ini, ia mulai belajar membuat kue dengan mengikuti video arahan yang dikirim ibunya.Karena Arsen tidak terlalu suka makanan manis, jadi ia membuat adonannya sedikit hambar dan menambahkan buah-buahan segar sebagai pemanis alami. Ia tidak tahu apakah Arsen akan suka. Ini pertama kalinya Layla membuat kuenya dengan benar."Arsen?" panggil Layla di ambang pintu. Arsen menoleh dengan kening berkerut, keringat telah bercucuran di wajah dan lehernya. Layla bisa melihat ototnya yang tercetak jelas dibalik kaosnya yang lembab. Ia segera mengalihkan pandangan. "Aku sudah menyeduh kopi. Ayo sarapan sekarang?" sah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.