Suami Paksaku Ternyata Konglomerat

Suami Paksaku Ternyata Konglomerat

Oleh:  Mokaciinoo  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat
51Bab
2.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Kamilia dijebak oleh keluarganya sendiri. Dia dibius, lalu diantarkan ke atas ranjang seorang pria yang dikenal oleh warga desa sebagai seorang pengangguran bernama Abraham Suseno. Tidak hanya itu, mereka juga difitnah telah melakukan kumpul kebo hingga dipaksa menikah. Rasa kecewa Kamilia atas perlakuan keluarganya tidak berakhir sampai disitu saja, bahkan kekasih hati yang dia pikir paling mengerti dirinya pun ternyata turut terlibat dalam menghancurkan masa depannya. Akan tetapi, siapa yang menyangka bahwa dibalik kemalangan yang diderita, pria yang Kamilia nikahi itu ternyata seorang konglomerat yang kebetulan sedang bersembunyi dari kejaran musuhnya di desa mereka. Lalu apa jadinya jika Kamilia dan sang suami paksa bekerja sama dalam membalas dendam atas tindakan yang telah dilakukan oleh keluarganya?

Lihat lebih banyak
Suami Paksaku Ternyata Konglomerat Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Mokaciinoo
Hai hai hai, Aku kembali dengan cerita ke-empat nih guys. Jangan lupa dibaca, diberi ulasan, dan dimasukkan ke dalam pustaka ya. Terima kasih untuk pembaca yang sudah bersedia mampir ...
2024-03-15 19:25:11
0
51 Bab
1. Wacana Pernikahan
"Mil, Bapak harus sampaikan ini ke kamu.”"Ada apa, Pak?" tanyaku ragu-ragu. Alisku berkerut dalam. Keseriusan dalam nada suara yang terlontar dari bibir bapak itu membuatku memiliki firasat buruk di dalam hati.Bapak tidak langsung menjawab. Dia terlebih dahulu menghela napas panjang sembari memasang wajah sendu. "Begini, Mil,” ujar Bapak. “Bapak punya hutang 300 juta pada Abra. Dan keluarga kita tidak mampu untuk membayarnya," Perasaanku makin tidak enak.“Jadi … Bapak tidak punya pilihan lain selain menikahkan kamu dengan Abra.”Tidak ada angin, tidak ada hujan, tetapi duniaku tiba-tiba bagaikan disambar petir setelah mendengar ucapan bapak yang satu ini."Abra?" Aku berseru dengan tidak percaya. "Abraham Suseno? Bapak jangan bercanda deh!" "Bapakmu tidak sedang bercanda, Kamilia,” tukas ibu tiriku yang sedang duduk di samping Bapak. "Kenapa aku?" tanyaku tidak terima.“Ck. Pake nanya,” balas ibu tiriku dengan nada ketusnya. “Jelas karena Abra maunya sama kamu!”Sudut mataku spo
Baca selengkapnya
2. Abraham Suseno
"AARRGGGGHH!"Pekikan nyaringku mewarnai awal pagi ini. Untuk yang pertama kalinya dalam hidup, aku dibuat terkesiap oleh pemandangan yang aku temukan saat bangun tidur. Di sisi sebelah kiriku, tiba-tiba ada seorang pria yang sebagian wajahnya ditutupi oleh janggut dan kumis lebat sedang berbaring lelap. Pria ini adalah Abraham Suseno yang aku perdebatan dengan bapak kemarin."Dasar pria brengsek!""Pria mesum!"Dengan menggunakan bantal yang ada, aku memukul tubuh pria itu dengan keras. Segala emosi kacau yang tengah menguasai diriku, tidak segan-segan aku lampiaskan pada pria itu. Hingga pria itu terbangun dengan mata merah yang langsung melotot ke arahku."Kamu apa-apaan sih!" bentak pria itu dengan marah seraya menangkis bantal yang aku gunakan untuk memukulnya."Kamu yang apa-apaan!" bentakku tidak mau kalah."Aku? Memangnya apa yang sudah aku lakukan?!" seru pria itu dengan nada garang."Jangan pura-pura tidak tahu deh. Kamu menggunakan hutang orang tuaku yang senilai 300 juta it
Baca selengkapnya
3. Digerebek Warga
"Abra!""Kamilia!""Keluar kalian!"Suara gedoran pintu disertai dengan teriakan orang-orang terdengar semakin riuh. Aku yang ada di dalam kamar bersama Abra pun hanya bisa berjalan mondar-mandir dengan gundah. Jika orang-orang itu memergoki aku dan Abra ada di dalam kamar yang sama, entah gosip apa yang akan tersebar di desa."Di sini ada pintu belakang, nggak?" tanyaku pada Abra."Nggak ada!" jawabnya."Terus kita harus gimana?" tanyaku. Abra mengangkat bahu tampak tak berdaya. Aku lantas diam-diam mendesahkan nafas kecewa sembari mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar berukuran 3 x 3 meter itu. Di dalam kamar tempat kami berada ini, aku hanya melihat ada satu tempat tidur, dan satu lemari susun plastik tergeletak di pojok kamar. Sama sekali tidak ada ruang yang bisa dijadikan sebagai tempat untuk persembunyian."Bapak kamu cukup kejam juga ya. Dia memimpin warga untuk datang menggerebek kita di sini," gumam Abra.Aku yang mendengar nada satir dalam suara pria ini pun mengep
Baca selengkapnya
4. Persyaratan
"Kenapa kamu mengatakan kamu akan menikahiku? Aku tidak mau menikah!" Aku berseru dengan marah pada Abra begitu para warga telah bubar, dan hanya menyisakan kami sekeluarga.Abra pun mengangkat bahunya dengan masa bodoh. "Toh pilihannya cuma ada dua. Aku tidak mau diarak keliling kampung, dan menjadi pusat perhatian. Menikah adalah pilihan yang tersisa," jawabnya." ... "Aku pun terdiam cukup lama mendengar ucapan santai pria brewok ini. Seolah pernikahan bukanlah sesuatu yang penting dan sakral untuknya. "Sudahlah, Mil. Tolong bantu keluarga kita sekali ini saja, mumpung Abra juga bersedia menikahimu," tukas ibu tiriku menyela dengan enteng.Dengan sorot mata berkobar, aku menatap ke arah wanita paruh baya itu. "Makanya!" sentakku dengan keras. "Tolong beritahu aku masalah apa yang sedang dihadapi oleh keluarga ini sehingga aku harus difitnah sampai sebegininya?!" seruku penuh emosi."Nanti juga kamu akan tahu, tapi bukan sekarang," timpal bapak dari samping.Jawaban ini membuat naf
Baca selengkapnya
5. Menuntut Penjelasan
'Sampai ketemu besok, calon istri,'Ucapan Abra terus terngiang di dalam kepalaku sampai kami sekeluarga keluar dari pintu kontrakan pria itu. Namun, bukan karena aku tiba-tiba terpesona dengan apa yang diucapkan oleh Abra, hanya saja sikap tenang yang dia tunjukkan telah menimbulkan tanda tanya bagiku."Mereka keluar!"Suara para warga yang ternyata masih berkerumun di depan rumah kontrakan itu menyadarkan aku dari lamunan singkat."Adi, Bagas, Ilham, aku mau minta tolong jaga si Abra tetap di kontrakan ini sampai besok. Jangan sampai dia kabur!" ujar bapak pada ketiga orang pemuda tanggung yang berdiri tidak jauh dari pintu. "Waduh..."Tiga orang yang bapak sebutkan namanya itu saling pandang sesaat. Mereka kemudian dengan serempak menggaruk tengkuk yang aku yakin tidak gatal sama sekali."Kalian jangan khawatir, nanti pasti ada upahnya. Kalian tidak disuruh dengan cuma-cuma kok," ucap bapak saat melihat keraguan keti
Baca selengkapnya
6. Disekap
"Kamilia, kamu kenapa?!" Pertanyaan ini terlontar seiring dengan pintu kamarku yang menjeblak terbuka. Tiga orang anggota keluarga ini kemudian satu demi satu mulai menampakkan wajah penasaran mereka melalui ambang pintu kamar."Apa yang kamu lakukan? Kenapa semuanya berantakan begini?" tanya bapak sambil matanya menatap kekacauan yang ada di lantai."Aku benci kalian semua. Kalian semua jahat!" Aku mendesis dari balik gigi yang terkatup rapat sambil nafasku masih naik turun tidak beraturan. Mataku pun menyorot penuh dendam pada ketiga orang yang harusnya aku sebut sebagai keluarga ini."Kamu kenapa tiba-tiba bilang gitu?" tanya bapak seraya memasang wajah muram."Apa yang sudah kalian lakukan sehingga bahkan Mas Damar pun bersedia mengkhianatiku?" Aku tidak menjawab pertanyaan bapak, dan justru akulah yang balik melemparkan tanya. "Kami tidak melakukan apa-apa kok. Memang dia saja yang sudah bosan sama kamu, tapi dia-nya nggak
Baca selengkapnya
7. Hari Pernikahan
Aku mematut diriku di depan satu-satunya cermin yang ada di kamar. Saat ini tubuhku sudah dibalut oleh sebuah gamis berwarna putih polos tanpa banyak hiasan indah. Kepalaku ditutup dengan jilbab asal-asalan yang masih menunjukkan helaian rambut hitamku. Adapun wajahku hanya dibaluri bedak tipis dan lipstik berwarna pink yang tidak menggairahkan. Tidak ada hiasan mata yang bisa membuat pangling.Yah, lagipula tidak ada orang yang ingin aku buat terkesan dengan penampilanku."Mil, kamu udah selesai belum? Pengantin pria dan Pak Penghulu sudah datang," ujar ibu tiriku dari balik pintu yang masih di kunci dari luar."Sudah!" jawabku dengan patuh."Ya sudah, ayo keluar!" ucap ibu tiriku seraya membuka pintu kamar.Walau dengan berat hati, aku tetap mengikuti langkahnya. Toh, tidak ada gunanya menentang sekarang. "Pengantin wanitanya sudah tiba," ucap ibu tiri yang mendampingiku ke ruang tamu rumah kami.Setibanya di ruang ta
Baca selengkapnya
8. Obrolan dengan Abra
Aku termangu cukup lama setelah mendengar kalimat yang diucapkan oleh Abra. Keseriusan dalam nada suaranya sama sekali tidak bisa diabaikan. Belum lagi karena pria ini pernah berkata bahwa gosip-gosip yang tersebar tentangnya di luaran sana itu tidak sepenuhnya salah. Pikiran di kepalaku pun tak terhindarkan berputar dengan liar."Benarkah?" tanyaku memberanikan diri. Tidak ada yang tahu bagaimana jantungku sudah berdegup kencang karena ngeri membayangkan kalau pria ini benar-benar seorang penjahat buron yang sedang bersembunyi di desa ini."Tentu saja!" jawab Abra masih sambil berbisik di samping telingaku.Tanpa sadar aku menelan ludah dengan susah payah. "Lalu, hal paling kejam apa yang pernah kamu lakukan untuk membuat musuhmu menderita karena telah membuatmu marah?" tanyaku ingin tahu. Lebih tepatnya aku ingin memancing pria ini untuk menggali informasi akurat tentangnya lebih dalam."Kenapa? Apa kamu takut?" tanya Abra terdengar be
Baca selengkapnya
9. Diboikot
"Mil, mulai sekarang biarkan kios kamu Jemima yang jaga ya," pinta bapak disaat kami sedang menikmati sarapan sederhana berupa nasi goreng tanpa lauk buatan ibu tiriku."Lah, ogah!" jawabku tanpa basa-basi."Daripada nanti nggak ada orang yang mau belanja di kios kamu lagi, gimana?" ujar bapak. Aku mengangkat bahu masa bodoh. "Kenapa juga orang nggak mau belanja di kiosku? Lagian rezeki setiap orang juga sudah ada yang atur. Aku nggak khawatir sama sekali," jawabku dengan santai."Duh, Mil. Mungkin kamu nggak tahu ini, tapi warga di sini sudah kehilangan respect sama kamu. Mereka takut belanja di kios kamu karena takut kena azab," ucap ibu mertuaku turut nimbrung."Pffttt,"Hembusan tawa tiba-tiba meluncur mulus dari bibir Abra yang duduk di sampingku. Perilakunya menyebabkan kami menoleh ke arahnya dengan gerakan kepala serentak."Kamu kenapa ketawa?!" seru ibu tiriku seraya menatap galak pada Abra.Pria yang
Baca selengkapnya
10. Diboikot (2)
"Apa? Kenapa kamu melihat ibu seperti itu?" tanya ibu tiriku dengan nada meledek."Apakah menyenangkan melihatku menderita?" tanyaku sambil menyembunyikan kekesalan di balik dada."Menyenangkan!" bisik wanita paruh baya ini tepat di depan wajahku. Ekspresi culasnya persis seperti ekspresi pemeran antagonis dalam sinetron.Aku yang tidak lagi terkejut dengan jawaban ini pun menganggukkan kepala pelan sebagai tanda mengerti. "Begitu!" ujarku."Asal kamu tahu saja, semua hal-hal baik sudah seharusnya menjadi milik Jemima seorang. Kamu sama sekali tidak berhak untuk itu. Bahkan meskipun kios ini kamu bangun dengan jerih payah sendiri, tapi cepat atau lambat, kios ini akan menjadi milik Jemima. Dan harus menjadi milik Jemima!" tukas ibu tiriku. Setiap kata yang dia ucapkan diberi penekanan yang keras.Sebelum aku sempat menimpali perkataan ini, ibu tiriku telah lebih dulu menyeret langkahnya pergi. Alhasil, aku hanya bisa menatap punggungnya d
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status