Share

55. Gudang Gandum

last update Last Updated: 2025-11-27 21:33:43

Langit sore mulai berubah jingga saat Rael, Paman Halim, dan dua prajurit menyusuri jalan setapak menuju utara. Jalan itu sunyi, ditumbuhi ilalang tinggi di kanan-kiri, seakan tidak pernah dilewati siapa pun.

Rael berjalan paling depan. Tatapannya tidak hanya fokus ke jalan, tetapi juga pada tiap detail kecil—pohon yang patah, tanah yang terinjak, hingga bau samar obat pengusir hewan yang sangat jarang digunakan kecuali oleh pasukan.

“Nak Rael, kau yakin gudang itu masih dipakai?” tanya Paman Halim sambil menyibak ranting.

“Dipakai atau tidak, tempat itu tetap lokasi ideal untuk sesuatu yang ingin disembunyikan,” jawab Rael tanpa menoleh.

Paman Halim mendengus. “Aku mengurus pasukan bertahun-tahun, tapi aku tidak percaya ada pejabat yang berani memanfaatkan aset kerajaan untuk tujuan pribadi.”

Rael menatapnya sekilas. “Justru karena kau terlalu jujur, Paman. Kau tidak melihat sisi gelapnya.”

Setelah hampir satu jam berjalan, akhirnya mereka melihat bangunan besar di balik pepohonan. G
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   77. Bertemu Kaisar

    Rael menghilang tanpa suara.Tidak ada pengumuman, tidak ada surat izin, tidak ada rumor resmi. Pada pagi pertama ketidakhadirannya, para juru tulis tetap menata meja kerjanya, berharap ia akan muncul seperti biasa—langkah tenang, wajah lelah, mata yang selalu lebih dulu membaca ruangan sebelum dokumen.Namun siang berlalu. Kursinya tetap kosong.“Dia terlambat?” bisik seorang pejabat muda.“Rael tidak pernah terlambat,” jawab yang lain pelan, seolah nama itu sendiri bisa mendengar.Hari kedua, ketidakhadirannya mulai terasa seperti duri kecil di telapak kaki. Tidak melumpuhkan, tapi mengganggu setiap langkah. Audit tertahan karena satu catatan silang hanya Rael yang tahu cara membacanya. Dewan saling melempar tanggung jawab.“Biasanya Rael yang memutuskan ini,” kata seorang anggota Dewan.“Lalu sekarang siapa?” sahut yang lain dengan nada kesal.Tak ada jawaban.Hari ketiga, duri itu berubah menjadi luka.Seorang jenderal membanting meja dalam rapat logistik. “Tanpa persetujuan akhir

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   73. Hubungan Rael dan Kaisar

    Malam itu, Rael dipanggil ke paviliun pribadi Kaisar—bukan melalui pengumuman resmi, melainkan pesan singkat yang hanya dibawa satu pengawal. Itu saja sudah cukup memberi tahu Rael: **ini bukan pertemuan aman**.Paviliun itu sunyi. Tidak ada musisi. Tidak ada pelayan. Hanya dua penjaga di kejauhan.Kaisar berdiri di dekat jendela, membelakangi pintu ketika Rael masuk.“Kau tahu,” kata Kaisar tanpa menoleh, “ayahku selalu berkata: orang paling berbahaya di istana bukan yang ingin merebut tahta, tapi yang membuat semua orang bergantung padanya.”Rael membungkuk. “Saya tidak pernah berniat—”“Aku tahu,” potong Kaisar, akhirnya menoleh. Tatapannya tajam. “Justru itu masalahnya.”Rael terdiam. Ia tidak menyangkal.“Kau membersihkan Dewan,” lanjut Kaisar, “mengendalikan audit, membungkam militer dengan hukum lama… dan sekarang rakyat mulai merasakan dampaknya. Gandum naik. Upah tertunda.”Rael mengangguk. “Karena kebocoran dana dihentikan.”“Dan siapa yang mereka salahkan?” tanya Kaisar.Ra

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   72. Bangsawan Istana

    Malam semakin pekat ketika Rael menyadari satu hal yang selama ini luput dari para bangsawan istana: tidak ada pengkhianatan yang berdiri sendiri. Semua selalu berjejaring, saling menutup jejak, saling mengorbankan bidak yang lebih kecil.Ia menutup gulungan laporan terakhir. Cap lilin kerajaan masih utuh—artinya laporan ini resmi, dan kebohongannya pun resmi.Rael tersenyum tipis.“Licik,” gumamnya. “Tapi terlalu percaya diri.”Langkah kaki terdengar di luar ruangan. Tidak tergesa, tidak pula ragu. Rael tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.“Masuk,” katanya.Pintu terbuka. Lord Harven, Menteri Perbendaharaan, melangkah masuk dengan wajah tenang—terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja menandatangani pengalihan dana besar-besaran atas nama pembangunan lumbung kerajaan.“Yang Mulia memanggil?” tanya Harven sopan.Rael berdiri, berjalan perlahan ke meja peta. Ia menunjuk wilayah perbatasan utara.“Berapa biaya membangun satu lumbung di wilayah ini?” tanya Rael tanpa menol

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   74. sidang rutin

    Pagi berikutnya datang dengan kabar yang tidak diumumkan, namun cepat menyebar: **dua bangsawan menolak hadir dalam sidang rutin**.Bagi orang luar, itu tampak sepele. Namun bagi Rael, itu adalah pernyataan sikap.“Mereka menarik diri,” katanya sambil membaca daftar kehadiran. “Bukan untuk melawan… tapi untuk melihat siapa yang akan ikut.”Halim berdiri di dekat jendela. “Jumlah pasukan mereka tidak kecil.”“Dan itulah sebabnya mereka belum bergerak,” jawab Rael. “Orang yang yakin menang tidak perlu terburu-buru.”Sidang tetap dimulai, meski kursi-kursi kosong itu terasa lebih berat daripada yang terisi.Raja memimpin seperti biasa—tenang, berwibawa. Namun ketika pembahasan menyentuh distribusi pangan dan pelabuhan, satu suara bangkit dengan nada terlalu halus.“Paduka,” ujar seorang bangsawan tua, “keputusan-keputusan ini terasa… tergesa. Kerajaan dibangun atas keseimbangan, bukan kecepatan.”Rael menoleh perlahan. Ia mengenali nada itu. Bukan oposisi terbuka, melainkan ajakan ragu.

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   73. satu alur utuh

    Dua hari kemudian, ketenangan itu pecah—bukan oleh keributan, melainkan oleh sesuatu yang jauh lebih berbahaya: **kebocoran informasi**.Rael menerima laporan itu saat fajar, disampaikan oleh kurir pribadi Halim. Tidak ada stempel, tidak ada tanda resmi. Hanya satu kalimat pendek yang ditulis cepat.*Draf keputusan pelabuhan bocor sebelum diumumkan.*Rael membaca ulang kalimat itu, lalu menutup mata sejenak.“Cepat sekali,” gumamnya. “Mereka tidak menunggu.”Ia berdiri dan langsung menuju ruang peta. Beberapa pejabat sudah ada di sana, berdiri kaku. Tidak ada yang duduk.“Siapa yang mengetahui draf itu?” tanya Rael, nadanya datar.Seorang sekretaris senior menjawab, “Tujuh orang, Tuan. Termasuk saya.”Rael mengangguk. “Dan siapa yang paling diuntungkan jika keputusan itu gagal?”Tak ada yang langsung menjawab.Rael tidak menekan. Ia hanya berjalan pelan menyusuri ruangan, berhenti di depan peta jalur dagang.“Kebocoran seperti ini,” katanya, “bukan dilakukan oleh orang yang panik. Ini

  • BAYANGAN PENASEHAT AGUNG   72. konsekuensi jangka panjang

    Malam itu, setelah istana kembali sunyi dan para bangsawan pulang dengan pikiran masing-masing, Rael belum tidur.Ia duduk sendirian di ruang arsip kecil yang jarang dipakai—ruangan tanpa lambang keluarga, tanpa penjaga tetap. Tempat yang aman justru karena dianggap tidak penting.Di hadapannya hanya ada satu berkas tipis.Bukan laporan.Bukan bukti.Melainkan rangkuman keputusan hari ini—siapa dipindah, siapa dibiarkan, siapa *tidak disentuh*.Rael mengetukkan ujung jarinya ke meja.“Yang paling berbahaya,” gumamnya pelan, “selalu yang lolos tanpa luka.”Pintu terbuka perlahan. Halim masuk tanpa suara.“Kau belum selesai,” katanya, lebih sebagai pernyataan daripada pertanyaan.Rael tidak menoleh. “Belum. Hari ini kita menyingkirkan orang yang terlalu berani.”“Dan besok?” tanya Halim.Rael menutup berkas itu. “Besok… orang-orang yang terlalu sabar akan mulai bergerak.”Halim menyandarkan punggung ke dinding. “Aku sudah perintahkan pasukan tetap netral. Tidak ikut permainan politik.”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status