Berpura-pura Miskin Demi Anak-Anakku

Berpura-pura Miskin Demi Anak-Anakku

By:  Rossystories  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
38Chapters
1.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Menikah dan memiliki anak adalah pilihan tidak terduga bagi Haira Estiana. Wanita 35 tahun hidup dengan penderitaan serta hinaan dari mertua dan suaminya yang kasar. Berpura-pura miskin agar harta kekayaan keluarganya tidak jatuh pada tangan yang salah. Dia harus berkorban dan bertahan hidup demi dua anak serta pertahanan rumah tangganya. Mampukah dia bertahan?

View More
Berpura-pura Miskin Demi Anak-Anakku Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
38 Chapters
Suami Kasar
“Mana gajimu!”Kaget! Mataku membelalang ketika melihat tangan berlengan kekar itu menjulur panjang dan tegas. Baru saja aku membuka pintu untuk masuk ke rumah, tetapi pria di hadapanku sudah bertampang masam.“Sebentar, aku harus masuk ke rumah dulu.” Aku bahkan melewati tubuh pria di depan pintu. Sudah biasa kalau dia selalu celopar dan membentakku dengan perlakukan kasarnya.Pria itu menggeram dengan nada membuncah.“Haira!! Aku ini suamimu, kenapa kamu lewatin aku gitu aja?! Kurang ajar banget kamu ini!” Suamiku membentak kasar, tidak peduli kalau aku baru saja pulang bekerja. Napas lelahku bahkan belum sempat meredam. Tapi dia malah menahanku. Aku harus menoleh, tapi tidak menyahut. Keringat dinginku memuncak dengan sangat cepat. Mulai cemas dan waspada.Aku, lebih dikenal dengan nama panjang Haira Estiana. Usiaku sudah memasuki angka ganjil 35 tahun. Bermata bulat hitam, memiliki kulit putih, tetapi bertubuh agak gendut. Mereka sering mengataiku seperti babi.Suamiku sambil men
Read more
Aset yang Dirahasiakan
Abbas menarik paksa tubuhku meninggalkan ruangan tengah. Kami masuk ke kamar di tengah siang bolong. Aku memekik keras dan lantang ketika dia harus memaksa untuk melakukannya.Abbas mendorong tubuhku ke tempat tidur. Rasa kesalnya semakin membabi buta kejantanannya.Abbas duduk di atasku. “Kau itu istriku. Sudah sepantasnya kau melayaniku dengan baik!”Aku malah menegang. Dia hampir saja menyentuhku di saat hatiku sedang kesal. Rasanya tanganku ingin menusuk jantungnya dengan pisau belati panjang.Aku dipaksa oleh sang suami untuk melayaninya. Abbas beranjak dengan cepat, mengurungkan niatnya di saat itu juga. Rautnya malah mual memandang tubuhku yang sudah terbaring lemah di atas tempat tidur.“Hei, kau ini pulang kerja bukannya langsung mandi. Tapi, malah tertidur di sofa. Badan kamu itu bau tahu!”“Apa kau nggak sadar, hah?!”Abbas menonjolkan bibir mencondong ke arah tubuhku yang sehingga menempel sisa dari keringat baju dinasku. Aku bangkit dari tempat tidur sambil melepaskan
Read more
Terbersit Masa Lalu
Aku tidak akan mematung diam ketika melihat Fathan merajuk kesal terhadap sang nenek. Kakiku gesit menuju kamar mereka, membuka pintu lalu menghampirinya yang sedang duduk menatap jendela. Menjadi seorang ibu, aku harus membujuk si sulung sambil mengelus rambut pendeknya. “Fathan, kamu nggak boleh ngomong kayak gitu. Kan nenek lagi capek. Lagian ini salah mama juga sih ngizinin kalian datang ke rumah nenek. Nenek jadi marah.” Tangan sebelahku masih menopang kuat tubuh Elvina yang mulai mereda setelah melihat tingkah si sulung. Jemariku terus menggosok dan mengelus rambut Fathan. Melirik sang buah hati pasti merasakan lara setelah mendapati sifat nenek yang pemarah. Aku pun duduk untuk membuatnya merasa nyaman. “Tapi nenek jahat, Ma. Dia udah ngatain mama.” Fathan masih saja cemberut, segala rautnya bergelimpang menggerutu berat. “Udah, nenek marah karena sayang. Jadi kamu nggak usah ambil hati,” bujukku. “Udah, ini juga udah sore. Kamu mandi gih!” Perintahku menggerakan hati Fatha
Read more
Malah Diusir dari Rumah
Keadaan semakin sore dan redup. Suasana di ujung terminal masih sangat ramai. Aku memeluk erat tubuh anak bungsuku yang ikut bersamaku. Aku bahkan tidak peduli dengan anak sulungku yang akan segera menderita oleh ayahnya.Namun, aku pasti akan kembali untuk melakukan sesuatu.‘Fathan, kau harus bersabar! Mama bakal jemput kamu, kamu nggak usah khawatir lagi.’Aku sudah menekan niat minggat agar menjauhi keluarga baru ini. Padahal, sudah cukup bagiku penderitaan yang berulang-ulang selama belasan tahun lamanya.Bus menuju Toboali telah terlihat di depan, kami segera memasuki dan duduk di tengah. Secepatnya, aku menenteng tas besar sambil menggendong putri bungsu. Meninggalkan kota Pangkal Pinang yang memang tidak jauh dari tempat tinggalnya.Jodoh yang sudah diatur oleh Allah memang tidak bisa dielak lagi. Hari ini, aku harus pupus oleh pengusiran suami terhadapku. Sialnya, suamiku tidak menyebutkan talak tiga yang berarti kami akan berpisah.Aku duduk di tengah badan bus bersama E
Read more
Dasar tak Tahu Diri!
“Pulanglah! Pulang demi anakmu yang kamu tinggalin di rumah, bukan demiku.” Abbas memelas dengan raut penyesalan tanpa harus menetes buir air mata. Ya, mana mungkin pria sepertinya akan tumpah demi seorang wanita? Ini mustahil! Namun, hatiku tergerak oleh permohonannya yang tidak akan kubiarkan terlalu lama. “Baiklah, aku bakal pulang. Tapi kamu harus bisa pegang janji.” “Ya, aku janji!” tegas Abbas meranggul.Cukup singkat! Aku tidak akan banyak bicara. Kakiku mengguyur ruangan dimana Elvina duduk bersama mainannya. “Elvina, ada papa. Ayo kita pulang!” ajakku sedikit tersenyum. Elvina langsung beranjak bahagia. Kakinya langsung tertuju pada diriku, kemudian berpindah pada ayahnya. Abbas menggendong tubuh putri kecilnya dengan raut terhangat yang pernah ada. Aku melihat sekilas wajah suamiku yang memang jarang tersenyum. Hari ini aku belajar betapa banyak kenangan indah hidup bersamanya. Walau sebenarnya hidupku benar-benar pahit. Karena dia, aku jadi mengenal agama lebih baik.
Read more
Emak-Emak Rempong
Aku tahu apa yang harus aku lakukan menjadi seorang ibu beranak dua. Kakiku langsung berkirai dari sana, halaman rumah yang cukup luas untuk bersantai. Setelah mataku melihat sosok ibu mertua yang telah memasuki rumah, dan aku pun mengikuti jejak Elvina ke rumah.Pintu rumah terbuka lebar, dimana kedua anakku bermain bersama. Aku tidak menghiraukan dengan posisi mereka. Rasanya sedikit bosan ketika aku harus menguasai rumah sepenuh hariku. Apalagi aku harus bangun sepagi mungkin, sedangkan aku pulang harus lebih telat dari orang lain.Ya, jarak dari rumah ke sekolah—tempat aku mengajar cukup jauh. Mungkin jarak antara rumahku dengan kota Namang tidak terlalu dekat. Bahkan jarak yang sudah melebihi belasan kilometer dari sini.Membutuhkan waktu sekitar kurang lebih setengah jam bila menggunakan sepeda motor. Itu pun tergantung kecepatan yang kita tempuh.Kakiku langsung menuju kamar, membiarkan semua kelelahanku pada ruangan yang sempit ini. Hanya seukuran tempat tidur dan
Read more
Terus Seperti itu
Aku melihat rautnya si suami dengan segala ketenangan. Tampaknya dia baik-baik saja dengan sikap diamnya melangkah. Namun tiba-tiba kakinya berhenti tepat di muka pintu yang masih tertutup. Kepalanya menoleh ke balik belakang, tepat di depanku.“Hei, kamu nggak liat aku bawa banyak barang?!” tegurnya sedikit menyayat pikiranku.Maka tanganku segera meraih bungkusan yang ada di tangannya. Tidak ada kesulitan bagiku untuk merampas dari tangannya. Kemudian suamiku ini langsung membuka pintu tanpa harus menatap ramah.Ya, seperti biasa! Dia tidak akan seramah suami lain di depan mataku. Pikirku lagi.Lagi-lagi, nasib sial menghantuiku. Dia melihat dulang yang tidak terlihat apa-apa. Maka kedua mataku memelotot kaku di hadapannya. Tanganku segera menaruh bungkusan di sudut ruangan dapur.“Eh, kamu nggak masak?” Terdengar suaranya agak rendah. Tidak memulai pertengkaran, maka aku akan hati-hati untuk menyahut.Tubuhku yang geloyor untuk menaruh bungkusan yang dibawa olehnya terp
Read more
Dasar Miskin!
Ah! Buat apa aku melamun berdiri menghadapi masalah yang kurang pasti. Ibuku tidak gila! Tapi terkadang dia suka memarahi kami tanpa sebab. Mungkin, karena aku tadi sempat menimbrung bersama tetangga dekat, dan kemarin baru pulang dari Toboali—kampung halamanku.Tapi rasanya aku tidak percaya kalau ibu mertuaku ternyata memarahiku hanya karena berbincang dengan tetangga. Dia mungkin malu, waspada, dan cemas sendiri. Akhirnya kakiku memerintah untuk memasuki rumah.Baru saja aku menutupi pintu, terdengar suara yang memecah rumah di depan. Aku sontak terperanjak, ketika suara adik iparku ikut campur.“Bang, kenapa mama di rumah? Kayaknya dia bertengkar sama adikmu,” ungkapku khawatir. Kepalaku spontan menoleh mengarah si suami yang sedang berbaring di atas sofa tamu.“Ah, biarin ajalah! Mereka kan emang sering kayak gitu.” Suamiku malah mengalihkan pembicaraan dengan gadget yang ada dalam genggamannya.Aku harus menahan napas sejenak dan melangkah melewati dirinya. Aku tidak ingin ikut c
Read more
Rahasia Berdua
Ya, aku malah memalingkan wajah. Kakiku malah menghindar dari hadapan suamiku dan memasuki kamar dua anakku. Mereka sudah berbaring di atas tempat tidur masing-masing. Sebentar lagi mata lelah mereka akan tertidur pulas.“Mama buatin susu dulu, ya.” Aku menatap lurus ke arah Elvina yang hanya meranggul tidak menyahut dengan kata.Kakiku akhirnya dengan semangat menuju ruang dapur untuk membuatkan susu untuk si kecil. Si kecil yang nantinya akan beranjak sekolah. Aku tidak boleh jadi ibu yang berpura-pura bodoh akan hal itu.Satu botol yang cukup untuk si kecil yang sedang termangu diam. Aku menyodorkan untuknya seorang. Sementara abangnya—Fathan berbaring memeluk guling kesukaannya. Guling yang sudah berusia sepantarnya. Dia menyukai guling itu semenjak kecil.Tidak ada yang boleh menukarnya dengan guling yang lain, tetapi tetap boleh dicuci agar bersih. Putra sulungku itu memang sangat cerewet. Dia tidak suka berbau, tidak suka ada kotoran yang melekat di gulingnya. Nanti dia pasti a
Read more
Perjalanan
Perjalanan pulang yang memang memakan waktu. Namun, hatiku jadi merasa tenang karena akan memulainya. Walau sebenarnya dulu kedua orang tuaku pernah menjalankan pabrik terasi dan aset kelautan tidak lagi berjalan. Namun, hasilnya tetap disimpan dalam bentuk rahasia. Mereka mengumpulkan aset demi diriku sendiri dan keluarganya. Pamanku sudah diberi bagian setelah mereka meninggal. Apalagi dulu mereka juga memiliki perkebunan sawit sekitar sepuluh hektar. Sayangnya, terjual dan sia-sia. Aku ingin meraup kembali perkebunan itu, tetapi aku masih belum yakin. ‘Akhirnya lega! Usaha dan nama baru akan segera dimulai.’ Gumamanku dalam hati. Perasaan dan pikiranku sudah tenang. Tapi, aku harus tiba lagi dimana rumah itu sangatlah menyakitkan. Apalagi di ujung penglihatanku terlihat jelas kalau rumah ibu mertuaku masih terlihat sunyi. Aku menghentikan sepeda motorku di depan halaman rumah. Mataku malah menyoroti bangunan sedang yang ada di depan rumah. Sepertinya ibu mertuaku sudah lebih t
Read more
DMCA.com Protection Status