Harta, kesetiaan, dan kepatuhan telah Padmasari Wijayanti abdikan selama sepuluh tahun lamanya pada sang suami yang dicintai. Tapi, siapa sangka pria itu malah menghamili anak ART-nya yang baru berusia 18 tahun?! Bukannya malu, berat badan Padma yang naik sejak mengurus sang suami, justru mereka jadikan bahan hinaan! Cukup! Padma memilih untuk bercerai. Ia akan mengingatkan, siapa dirinya sebelum bertemu pria itu! Hanya saja, dalam prosesnya, mengapa banyak pria yang mendekatinya? Mantannya, sampai Tirta ... teman masa kecilnya yang sekarang sudah sangat glow up!
Lihat lebih banyak"Surat cerainya sudah Bu Padma pegang, bukan? Jadi, mulai hari ini dan seterusnya, Ibu jangan mencari-cari alasan untuk bisa berhubungan dengan Pak Dimas lagi, ya."
Padma yang tengah memeluk akta cerainya kala keluar dari pintu Pengadilan Agama Jakarta kelas 1A , sontak terkejut mendengar suara penuh kepuasan yang terdengar dari balik punggungnya.
Dengan cepat, ia menghapus jejak-jejak air mata di pipi. Pemilik suara ini pasti Puspita! Remaja 18 tahun yang baru saja menamatkan Sekolah Menengah Atas-nya dan juga anak Bik Painah--mantan Asisten Rumah Tangga Padma.
Dan juga, gadis yang telah mempupuskan mahligai rumah tangga Padma dan sang mantan.
Setelah menarik napas panjang dua kali, Padma berbalik. "Memangnya kamu siapanya Mas Dimas sampai kamu berani mengultimatum saya?" balasnya dingin.
Dipandanginya Puspita yang kini perutnya mulai membukit di samping Dimas. Pria itu tampak serba salah, karena digandeng erat oleh sang gadis remaja.
Ya, mereka bercerai karena Dimas telah menghamili Puspita.
Dimas beralasan bahwa selain dirinya khilaf, ia juga dijebak oleh Puspita. Katanya, kerinduannya akan kehadiran seorang anak, telah membuat Dimas menyetujui tawaran win-win solution dari Puspita yang bersedia melahirkan anak yang mana nantinya akan ia berikan pada mereka suami istri asuh. Sebagai gantinya, Dimas harus memberikan sejumlah uang sebagai biaya kompensasi pengorbanannya.
Tapi, masalah muncul saat Puspita membantah semua isi perjanjian tersebut.
Kepada Bik Painah, Puspita mengatakan bahwa ia telah dirayu oleh Dimas. Dimas berjanji akan menikahinya jikalau ia hamil. Makanya ia bersedia menjadi kekasih gelap Dimas. Masalah makin meruncing tatkala Bik Painah menuntut agar putrinya dinikahi. Jikalau tidak, Bik Painah akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Begitulah, karena sesuatu dan lain hal dirinya dan Dimas sepakat untuk bercerai setelah 10 tahun pernikahan.
"Saya--" Puspita kini tampak gelagapan. Dirinya memang bukan siapa-siapa Dimas saat ini. Ia hanya kebetulan sedang mengandung anak Dimas.
Terlebih tatapan mantan majikan ibunya ini membuat nyalinya ciut.
"Saya adalah calon istri Pak Dimas. Jadi saya berhak memperingati Bu Padma." Walau jantungnya ketar-ketir, Puspita mencoba untuk tidak kalah gertak. Ibunya bilang. Jikalau ia ingin menjadi nyonya besar, makan ia harus punya nyali yang jauh lebih besar.
"Calon istri. Calon itu artinya bakal akan, tetapi belum terjadi. Jadi sampai saat ini kamu bukan siapa-siapanya Mas Dimas. Tapi, kalau menjadi pelakor plus penghianat, kamu memang sudah," imbuh Padma datar. Ucapan Padma membuat selebar wajah Puspita memerah. Ia sadar kalau Bu Padma menyindirnya.
"Ingat-ingat janji Ibu ini, ya? Awas saja kalau Ibu masih mencari-cari alasan agar bisa berhubungan kembali dengan Pak Dimas." Puspita mengancam dengan suara mencicit. Sebenarnya ia sungkan bersikap tidak tahu balas budi seperti ini pada Padma. Namun nasehat sang ibu yang memintanya untuk tidak boleh takut pada Padma, terus terngiang di telinganya. Ia tidak mau lagi hidup susah seperti dulu. Makanya ia harus berani menghadapi siapa pun sekarang!
Padma tersenyum miris.
Puspita jelas masih bocah walau serakah. Karakternya belum sepenuhnya terbangun. Ia tidak ingin debat kusir dengan anak ingusan. Toh, yang salah bukan hanya Puspita. Dimas lah yang lebih bersalah. Karena Dimas adalah seorang laki-laki dewasa berusia 38 tahun.
Rentang usia dua puluh tahun, membuat Puspita lebih cocok menjadi anaknya!
"Saat laki-laki di sampingmu itu masih sah menjadi suami saya pun, saya tidak pernah ingin lagi berhubungan dengannya sejak kebejatan kalian berdua ketahuan. Jangan takut. Saya bukan type perempuan murahan yang kalap cakar-cakaran memperebutkan laki-laki yang tak kalah murahannya."
Setelah berkata demikian, Padma membalikkan badan. Ia melewati Puspita dan Dimas tanpa melihat wajah keduanya. Setelah akta cerai ada di tangannya, ia memang tidak mau lagi berhubungan dengan orang-orang dari masa lalunya.
Hidupnya mulai kembali dari 0 di usia 34 tahun.
Hanya saja, siapa sangka suara cempreng Puspita kembali menggema dan menghentikan langkah Padma?
"Bagaimana mau cakar-cakaran kalau laki-lakinya saja sudah memilih saya? Makanya diet, Bu. Biar Ibu terlihat lebih menarik di mata lawan jenis. Jangan sudah mandul, eh sebelas dua belas dengan gajah lagi."
"Cukup, Pita." Dimas tampak memperingati Puspita.
Sayangnya, gadis itu malah memanyunkan bibir--tak sadar bahwa dirinya telah menyinggung hal yang paling sensitif bagi Padma.
Penghinaan secara fisik sangat melukai hatinya!
Padma lantas membalikkan badan dan menghampiri Puspita dengan langkah-langkah panjang.
Tajamnya tatapan mata Padma yang seolah-olah ingin memakannya, membuatnya Puspita terkesiap.
Buru-buru, ia melesakkan tubuh pada Dimas karena ngeri melihat bengisnya air muka Padma! Namun, ia terkejut kala mendengar ucapan wanita yang selama ini membayar biaya sekolahnya itu.
"Saya dulu lebih langsing darimu. Bukan hanya langsing, tapi juga jauh lebih kaya," ucapnya, "Saya dulu meminta ayah saya untuk membiayai kuliah laki-laki yang kau banggakan itu."
Padma mendekatkan wajahnya pada Puspita yang refleks mundur dua langkah. Amarah yang terbias pada air muka Padma menggentarkannya.
Karena Padma juga maju dua langkah, jarak wajah keduanya kini hanya sejengkal. Puspita bisa merasakan deruan napas hangat Padma.
"Saya juga mengajari laki-laki ini mengendarai motor dan mobil hingga mahir dengan motor dan mobil saya pribadi. Saya memberi laki-laki ini uang jajan yang seharusnya saya nikmati, demi membuat laki-laki ini punya harga diri saat mentraktir saya makan di luar. Saya bahkan berseteru hebat dengan ayah saya, tatkala beliau tidak setuju saya menikah muda. Tapi kamu tahu sendiri bukan, apa balasan yang dia berikan pada saya?"
Untuk pertama kalinya, Padma membeberkan jati diri Dimas yang sebenarnya pada Puspita.
Pemujaan berlebihan Puspita pada Dimas membuatnya muak!
"Oh, satu lagi. Laki-laki ini dulunya adalah anak supir truk toko material ayah saya. Saya yang membiayainya hingga jadi orang seperti yang kamu lihat sekarang," ucapnya yang membuat kedua orang di depannya terkesiap.
Lima bulan kemudian."Gue heran lo tetap bisa cantik paripurna begini meski sedang hamil gede ya, Ma? Nggak kayak gue dulu. Hidung gue jadi cutbray dan pipi juga jadi baggy." Wilma mengamati Padma yang tengah makan empek-empek dengan lahap. Dari kemarin, sahabatnya ini mengidam empek-empek, makanya mereka membawa Padma ke gerai ini karena empek-empeknya terkenal enak."Bukan main istilah lo, Wil. Hidung cutbray, pipi baggy. Itu bentuk wajah atau model celana?" Padma terkekeh."Kalo gue sih, hidung dan pipi baik-baik aja. Mekar-mekar dikit lah. Yang parah cuma leher sama ketek gue. Kayak dakian parah euy. Gue gosok-gosok pake scrub, kagak ngaruh. Malu banget gue sama laki gue. Takut dipikir gue jorok." Ririn turut membagi pengalamannya."Kalo gue sih, semua aman sentosa sejahtera. Cuma, badan gue membengkak kayak gajah. Gue naik berat badan 24 kilogram, sodara-sodara. Berasa jadi Hulk setiap kali gue hamil." Yesi meringis mengingat masa-masa di kala hamil besar."Eh, lo tahu nggak kaba
"Kalau Ibu selama ini punya salah padamu, Ibu minta maaf ya, Padma. Tapi tolong, jangan penjarakan Tari. Karena saat ini hanya dialah satu-satunya harapan kami. Tari adalah tulang punggung keluarga, karena Dimas... ya, begitulah." Bu Nursyam menghela napas berat. Masalah tidak ada henti-hentinya membombardir keluarganya akhir-akhir ini. Maka dari itu, hari ini ia menebalkan muka dan diam-diam menemui Padma di kediaman orang tuanya."Di penjara atau tidaknya Tari, itu bukan wewenang saya, Bu. Para penyidiklah yang memutuskannya," Padma memberi jawaban diplomatis."Betul. Memang bukan wewenangmu. Tapi kalau kamu mencabut laporan atas Tari, kasus akan dianggap selesai, bukan?" bujuk Bu Nursyam lagi."Ibu salah lagi. Bukan saya yang melaporkan Tari, tapi pihak rumah sakit. Jadi, yang berhak mencabut ataupun melanjutkan perkara adalah pihak rumah sakit, bukan saya," ucap Padma dingin."Ya, kalau begitu kamu tinggal minta pihak rumah sakit untuk mencabut gugatan. Kan yang mengadu pada pihak
Lestari memegangi dadanya. Telinganya berdenging. Ia panik! Jangan-jangan Padma telah mengetahui kecurangannya."Saya... boleh meminta minum, tidak, Mbak?" pinta Lestari terengah. Ia harus berpikir tenang sebelum bertindak."Tentu saja. Mas, tolong ambilkan air dingin untuk Dek Tari. Ingat ya, Mas. Yang dingin, biar hati Dek Tari bisa adem," sindir Padma. Lestari makin pucat. Sepertinya Padma benar-benar telah mengetahui kecurangannya."Ini, silakan diminum." Tirta menuangkan segelas air dingin dari water jug. Sedari tadi ia diam sambil berjaga-jaga. Ia takut Padma membahayakan dirinya sendiri saat membalas dendam pada Lestari. Padma sedang hamil muda, dan untuk itu, ia harus siap siaga dalam segala situasi.Tanpa perlu disuruh dua kali, Lestari meneguk minumannya dengan rakus. Setelahnya, ia menarik napas panjang beberapa kali untuk menstabilkan emosinya. Setelah merasa lebih tenang, barulah ia bersuara."Mengapa Mbak ingin mensomasi rumah sakit? Apa yang sudah mereka lakukan pada Mb
Selama menunggu Lestari tiba, Padma mengumpulkan tiga lembar hasil lab yang dulu ia terima dari petugas lab di rumah sakit. Ia juga melampirkan satu lembar hasil lab terakhir yang ia terima dari Lestari lima tahun yang lalu. Total ada empat lembar hasil lab di tangannya. Sebelum melakukan tes kesuburan, ia memang sudah lebih dulu melakukan tes hormon, uji ovarium dan ovulasi, serta histerosalpingografi.Hasil ketiga tes ini bagus sekali. Menurut dokter Nastiti, kesehatan reproduksinya normal-normal saja. Hanya hasil tes kesuburannya saja yang sangat buruk. Waktu itu ia putus asa melihat hasilnya, makanya ia tidak kembali lagi ke praktik dokter Nastiti untuk membicarakan soal hasil tes kesuburannya. Ia sudah pasrah menerima nasibnya."Aku tidak menyangka kalau kamu masih menyimpan hasil-hasil lab bertahun lalu, Ma." Tirta yang baru datang dari dapur mendekati Padma. Di tangannya ada segelas susu hangat yang sengaja ia siapkan untuk istri tercintanya. "Minum dulu susunya, Sayang. Supay
"Kalian silakan ke rumah sakit dulu. Kasihan Dika sedang sakit." Melihat keadaan Padma yang tidak stabil, Tirta mengalihkan pembicaraan. "Iya, kami permisi dulu, Pak Tirta, Bu Padma." Puspita dan Bik Painah buru-buru kembali ke rumah sakit."Antar aku ke rumah Dek Tari sekarang, Mas. Aku akan meminta penjelasannya. Anak itu sungguh tidak tahu diuntung!" Padma benar-benar tidak terima dibodohi oleh Lestari."Iya, nanti kita menemui Lestari bersama-sama. Setelah kita pulang, makan dan istirahat. Sekarang kita masuk ke mobil dulu," bujuk Tirta."Aku mau sekarang, tidak mau nanti!" Padma tidak bersedia menunggu. Tirta tidak mengatakan apa pun. Ia membuka pintu mobil dan membantu Padma masuk ke dalam. Sejurus kemudian mobil pun melaju membelah jalan. Sekitar sepuluh menit berkendara, Tirta membelokkan mobilnya. "Lho, kok belok? Rumah Lestari itu di Jalan Thamrin, Mas. Lurus saja." Padma memberitahu alamat rumah Lestari kepada Tirta."Padma, nanti saja kita ke rumah Lestari-nya ya? Kamu i
"Kamu butuh uang untuk membawa Dika ke rumah sakit, Pita?" tanya Padma hati-hati."Iya, Bu. Dika sudah dua hari ini demam tinggi. Saya tidak bisa membawanya berobat karena tidak punya biaya." Dengan menebalkan muka Puspita berterus terang pada Padma. Demi anak, ia bersedia menjilat ludahnya sendiri, meski pernah sesumbar bahwa ia tidak akan pernah memohon lagi pada Padma.Padma bertukar pandang dengan Tirta. Ketika melihat anggukan samar sang suami, Padma pun melaksanakan niatnya. Ia membuka tas dan mengeluarkan ponsel."Nomor rekeningmu yang lama masih aktif tidak, Pita?""Masih, Bu," jawab Puspita sambil menunduk. Ia tidak punya keberanian untuk sekadar menatap wajah mantan majikannya. Padma memanglah sebenar-benarnya orang baik."Saya sudah mengirimkan sejumlah uang untukmu. Saya kira cukup untuk biaya pengobatan Dika. Saya permisi dulu ya, Pita. Semoga Dika segera sembuh." Padma mendekati Dika dan mengelus sayang pipi montok Dika dalam buaian Puspita, yang memang terasa panas."Eh
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen