Masukนางไม่อยากเชื่อเลยสักนิด เมื่อครู่นางยังชื่นชมความงามของทัศนียภาพข้างทาง ทว่าเพียงพริบตา รถม้าวิ่งเร็วผิดจังหวะ นางกำลังจะตะโกนถามสารถีว่าเกิดเรื่องใดขึ้น รถม้าของนางก็เหมือนถูกกระแทกอย่างแรง รถม้าหมุนคว้าง ร่างของนางกระแทกผนังของรถม้าหลายครั้ง ราวกับกระดูกทุกชิ้นหลุดออกจากข้อต่อ นางหวีดร้องอย่างลืมตัว จนกระทั้งทุกอย่างสงบลง นางขยับตัวเพียงเล็กน้อยแต่เจ็บปวดจนต้องหลั่งน้ำตา หูสองข้างยังอื้ออึง สมองยังมึนงง นางรับรู้การเคลื่อนไหวที่เข้ามาใกล้ ดวงตากลมพยายามเบิกกว้างจ้องมองภาพผ่านม่านน้ำตา มือที่พอขยับได้ควานหาอาวุธ ทว่านางกลับพบมีดสั้นที่อาจารย์มอบให้ติดตัว นางกำมีดพกแน่นเป็นเพียงสิ่งเดียวที่นางจะไว้ป้องกันตนเองได้ “อย่าขยับ!” น้ำเสียงแข็งกร้าวดังขึ้นทำเอาร่างของจางฟางซินชะงักงันไปชั่วขณะ นางมองเห็นใบหน้าผู้เข้ามาไม่ชัด แต่เป็นกระบี่เปื้อนโลหิตนั้นกลับทำให้เบิกตากว้าง ปลายกระบี่อยู่ใกล้ใบหน้านางมากจนแทบจะรู้สึกได้ถึงรสชาติคาวเลือดที่ติดอยู่ที่กระบี่ ความเจ็บปวดถาโถมปล้นชิงสติของนางไปจนหมดสิ้น รสชาติความตายเป็นเช่นนี้หรือ? แล้วผู้ที่อยู่เบื้องหน้านางคือผู้ใดกัน มัจจุราชมารับดวงวิญญาณนางหรือ? เหตุใดใบหน้ามัจจุราชจึงดูคุ้นตาเหลือเกิน!
Lihat lebih banyakPrimrose duduk di ruang tamu seorang diri.
Kesunyian yang melingkupi rumah besar itu terasa membekukan. Tidak ada lagi suara tawa atau celotehan ringan sang putri yang biasanya membuat rumah itu terasa hangat.
Ditatapnya nanar bingkai foto mendiang Daisy yang cemberut saat pertama kali masuk TK.
Kala itu, suaminya tak hadir, sehingga Primrose terpaksa berbohong dan mengatakan pada putrinya jika sang ayah harus menyelamatkan banyak nyawa di perusahaannya.
“Mama, Papa tidak suka Daisy, ya?” tanya Daisy saat itu. Wajahnya tampak sedih, bahkan hampir menangis. Semua murid didampingi oleh ayah dan ibu mereka, kecuali Daisy.
Sepasang matanya yang polos menatap seorang anak seumuran dirinya yang digendong dan tertawa bersama sang ayah.
Hati Primrose mencelos mendengar pertanyaan itu.
“Bukan begitu, Sayang. Papa hanya sedang sibuk. Daisy tahu kan, Papa bekerja keras untuk kita?”
“Jadi kapan Papa tidak sibuk, Mama? Daisy mau main sama Papa.”
Senyum getir terbit di wajah Primrose. “Sabar ya, Nak. Nanti Papa pasti ajak Daisy bermain kalau sudah tidak sibuk di kantor,” katanya sambil mengusap puncak kepala anaknya dengan lembut.
“Sungguh?” Mata gadis cilik itu berbinar penuh harapan.
Sekali lagi, Primrose memaksakan senyum dan melontarkan janji palsu yang tak akan pernah terwujud.
“Daisy… maafin Mama….”
Tangis Primrose akhirnya pecah. Dadanya terasa sesak mengingat putrinya selalu percaya pada kebohongannya tentang Aiden.
Bahwa ayahnya itu sayang padanya. Bahwa ayahnya peduli padanya. Hanya saja, ia tak bisa selalu hadir di sisi Daisy karena kesibukannya.
Primrose tertawa getir. Sungguh, dosanya terlalu besar.
Ia menatap tangan kurusnya yang gemetar, tangan yang digenggam Daisy di detik-detik terakhirnya.
Beberapa hari yang lalu, putrinya mengalami kecelakaan di depan sekolah tepat saat Primrose hendak menjemputnya. Namun, setelah dibawa ke rumah sakit, nyawa Daisy tidak terselamatkan. Kondisinya sudah sangat rentan karena penyakit jantung bawaan yang diderita putrinya sejak lahir, dan kecelakaan itu menimbulkan cedera yang fatal.
Primrose ingat, dalam kondisi kritis sekalipun, gadis kecil itu masih sempat memikirkan ayahnya.
“Mama… Papa masih sibuk, ya?”
“Mama… Daisy mau peluk Papa… sekali aja….”
“Mama… bilang pada Papa kalau Daisy sayang Papa dan Mama….”
Primrose tergugu sambil memukul dadanya yang terasa sesak hingga napasnya tersendat.
Bahkan sampai kematiannya, ia masih berbohong tentang Aiden pada putrinya.
Primrose tidak tega menyakiti anaknya dengan kenyataan pahit bahwa Aiden tidak hadir karena memilih bersama anak dari cinta pertamanya.
Keluarga Aiden? Jangan tanyakan! Mertua dan iparnya sama sekali tidak peduli dan malah menyuruh Primrose sadar diri.
Tiba-tiba, suara pintu depan terbuka. Primrose menegakkan kepala dan mengusap air matanya, sedikit berharap, meski ia tahu itu hanya harapan kosong.
Aiden datang untuk menenangkannya? Mustahil.
Yang datang hanya Celine Fillmore, dengan senyum lebar dan langkah penuh percaya diri.
“Prims, kau baik-baik saja?”
Celine berbicara dengan nada yang terdengar lebih seperti ejekan daripada perhatian. Ia mengenakan gaun yang membalut tubuhnya dengan sempurna.
Celine tahu persis bagaimana cara mempertahankan statusnya di mata keluarga Aiden, dan kini, ia tampil lebih percaya diri.
“Di mana Aiden?” Primrose bertanya dengan suara serak, mencoba tetap tenang meski getaran dalam suaranya tak bisa disembunyikan.
Celine terkikik kecil, duduk di seberang Primrose dengan sikap yang begitu santai, seolah ia tengah berada di rumah sendiri.
“Oh, Prims Sayang, rupanya kau menunggu Aiden?”
Primrose mengabaikan keramahan palsu itu.
“Aiden sedang di rumah,” katanya. “Maksudku, rumah kami,” Celine menekankan kata terakhir dengan sengaja.
“Dia lebih memilih menemani aku dan anak kami. Maafkan aku, aku tahu ini pasti berat untukmu. Tapi, aku rasa Aiden memang harus fokus pada keluarga kecil kami sekarang.”
Primrose merasa seolah ada pisau yang ditancapkan ke dalam hatinya.
“Jadi, itu yang kau harapkan? Aiden memilihmu dan meninggalkan aku begitu saja?” Primrose berdiri, menatap Celine dengan tatapan tajam yang penuh amarah. “Kau merasa ini adalah kemenanganmu?”
Celine hanya tersenyum, seolah kemenangan yang dimaksud tidak lebih dari sekadar permainan.
“Aku tidak perlu menjelaskan apapun padamu, Prims. Sejak awal, Aiden hanya mencintaiku, dan sekarang dia memilih aku. Kau hanya seorang penghalang. Tidak lebih.”
Setiap kata yang keluar dari mulut Celine semakin mengeratkan rasa sakit di dada. Primrose berusaha mengatur napas, menahan desakan air mata yang ingin kembali keluar.
Tapi ia tidak ingin terlihat lemah. Tidak di depan Celine. Tidak di depan orang-orang yang sudah menganggapnya sebagai orang tak berguna.
“Aku bukan penghalang. Aku adalah istri sahnya, Celine.” Primrose berkata dengan penuh keyakinan, meskipun hatinya hampir hancur.
Celine kembali tertawa, mengedikkan bahunya dengan santai. “Istri sah? Lihatlah dirimu, Prims,” katanya sambil mengarahkan pandangan pada penampilan Primrose yang jauh dari kata layak.
“Aiden sudah membuat pilihan. Dan kau tidak termasuk di dalamnya. Sekali pun tidak pernah.”
Primrose merasa marah, sangat marah. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar ingin menghancurkan semuanya.
Namun, ia bahkan tidak mampu membalas ucapan wanita di hadapannya itu.
Celine berdiri dan menghampiri Primrose dengan langkah gemulai.
“Kalau kau berencana melakukan sesuatu,” katanya sambil mengusap rambut Primrose dengan lembut. “Sebaiknya simpan tenagamu. Kau tak perlu repot-repot. Kita berdua tahu siapa pemenangnya sejak awal.”
**
Malam itu, Aiden akhirnya kembali setelah seminggu menghilang tanpa kabar.
Primrose sedang duduk di tepi ranjang saat pria itu masuk ke dalam kamar. Ia seolah tidak melihat Primrose, ia hanya melewatinya begitu saja, dan berjalan menuju lemari pakaian mereka.
Seperti tidak ada yang berubah. Seperti tidak ada tragedi yang baru saja menimpa keluarga mereka. Seperti tidak ada kehilangan besar yang terjadi.
“Aku cuma mau ambil beberapa pakaian,” kata Aiden dengan suara datar. “Aku akan pergi ke rumah Celine setelah ini.”
Primrose merasa darahnya mendidih mendengar nama Celine disebut. Itulah wanita yang selama ini merebut perhatian suaminya, wanita yang membuatnya merasa terbuang dan tidak dihargai.
“Jadi, kau kembali hanya untuk itu?” Primrose berkata dengan suara bergetar, berusaha menahan diri agar tidak meledak. “Hanya untuk mengambil pakaianmu dan pergi ke rumah Celine—oh, rumah kalian?”
Aiden berhenti sejenak, menoleh ke arah Primrose dengan ekspresi bingung. “Kenapa? Ada masalah?” tanyanya.
Primrose bangkit dari tempat duduknya, tangannya gemetar karena marah. “Masalah? Apa kau tidak tahu apa yang terjadi, Aiden?!” suaranya semakin tinggi, hampir tak terkendali. “Daisy sudah meninggal! Anakmu! Anakku!”
Aiden membeku, seolah tidak percaya dengan apa yang didengar. “Apa maksudmu, Prims?” tanyanya, tampak terkejut.
Primrose nyaris tak bisa menahan air matanya. “Dia meninggal karena kecelakaan, Aiden! Tapi kau... kau tidak ada! Kau bahkan tidak datang ke pemakamannya! Kau hanya sibuk dengan Celine!” suaranya pecah, amarahnya begitu meledak hingga mengguncang seluruh tubuhnya.
Aiden tampak kehilangan kata-kata. Dia menelan ludah susah payah.
Daisy … meninggal?
Dua kata itu terdengar begitu jauh, begitu asing.
Namun, Aiden hanya berdiri diam. Ekspresinya begitu sulit dibaca. Sepasang matanya tampak penuh perhitungan, seolah tengah mencerna informasi yang baru saja ia dengar.
“Apa kau tahu apa yang dikatakan Daisy di saat terakhirnya?” Suara Primrose terdengar parau. “Meski kau tidak pernah menganggapnya ada, dia bilang dia sayang padamu. Dia ingin sekali saja bisa memelukmu. Tapi kau ….”
Aiden masih bergeming.
“Apakah... apakah kau tidak merasa kehilangan sama sekali, Aiden?” Primrose bertanya dengan suara penuh isak, matanya menatap nanar ke arah suaminya. “Anakmu, anak kita … dia sudah tiada. Apa kau tidak merasa apa-apa? Apa kau tidak merasa sedikit pun kesedihan karena dia meninggal—”
“Dia… bukan anakku.”[]
“ก็...ก็ใช่นะสิ เป็นของนายของข้ามอบให้มา” นางพยายามดิ้นรนแต่กลับถูกท่อนแขนรัดเอวนางแน่นขึ้นจนเผลอร้องด้วยความเจ็บปวดออกมา“นายเจ้าเป็นเศรษฐีที่ถูกหายตัวไปเมื่อสองเดือนก่อนรึ จุ๊ๆ เจ้าอย่ามาโกหกเลย บอกมาเถอะว่ารถม้าคันนั้นอยู่ที่ใด สมบัติในรถคันนั้นต้องมีมากกว่าที่เจ้าขนลงไปแน่”ฟางซินแตกตื่นจนพูดไม่ออก ยังไม่ทันคิดหาวิธีเอาตัวรอด ร่างของนางถูกเหวี่ยงลงพื้น หญิงสาวทั้งเจ็บและจุก พยายามดิ้นรนแต่ชายคนหนึ่งกลับคร่อมร่างนางไว้และอีกสองคนยึดแขนคนละข้าง เหตุการณ์กลับมาซ้ำรอยเดิมอีกครั้ง นางนึกถึงเพียงใบหน้าของปีศาจภูเขา แต่นี่อยู่นอกเขตอาคม เขาไม่อาจออกมาช่วยนางได้ไม่! เขาจะออกมานอกเขตอาคมไม่ได้! เขาอาจจะตาย! และถ้ามีคนรู้ว่าปีศาจภูเขามีอยู่จริง จะต้องถูกชาวบ้านเชิญนักพรตมาสังหารเป็นแน่! นางยอมให้เขาเป็นอะไรไม่ได้เด็ดขาด!“โอ๊ย!”แมวป่าตัวหนึ่งพุ่งเข้าใส่คนที่คร่อมร่างหญิงสาวอยู่ กรงเล็บของมันทำให้ใบหน้าของคนผู้นั้นเป็นรอยแผล และเพราะความเจ็บปวดที่ทำให้รับทำให้ชายคนนั้นจับแมวป่าตัวนั้นออกจากร่างของตนแล้วทุ่มลงบนพื้นกระแทกถูกก้อนหิน แมวป่าส่งเสียงร้องอย่างเจ็บปวด ลุกขึ้นยืนด้วยท่าทีอ่อนแรง
ทว่านางกลับมีหมาป่าสองสามตัวติดตามลงมาส่ง นางเดาว่าปีศาจภูเขาคงขู่บังคับให้ทำเช่นนี้ คิดได้ดังนั้นหัวใจนางก็ยิ่งเต้นรัว นางไม่อยากจากเขาไปไหนเลย เพียงแต่ว่าครั้งนี้ได้มาลาบิดามารดาก่อนจะไปอยู่กับเขาชั่วชีวิต แต่เขาเป็นปีศาจ หากผู้อื่นรู้เขาเกรงว่าครอบครัวของนางจะลำบาก ระหว่างเดินทาง นางจึงครุ่นคิดหาแผนการเพื่อให้ได้ออกจากบ้านอย่างไร้กังวลหญิงสาวลอบเข้าบ้านหลังจากแน่ใจว่าไม่มีใครอื่นผ่านมาเห็น เสียงไอโขลกๆ ของมารดาทำให้ฟางซินแทบทิ้งทุกสิ่งที่หอบมาเพื่อเข้าไปในเรือน บานประตูที่ถูกผลักออกโดยง่ายนั้น ทำให้มารดาที่นั่งปักผ้าอยู่เงยหน้าขึ้น เมื่อเห็นใบหน้าบุตรสาวคนเดียวที่หายไปร่วมเดือนก็ดีใจจนหลั่งน้ำตา“แม่คิดว่าเจ้า...เจ้า...”“ข้าไม่เป็นอะไรท่านแม่” นางวางข้าวของที่หอบลงมาจากเขา เปิดห่อผ้าหยิบโสมคนออกมาให้มารดา “นี่โสมคนชั้นเยี่ยม ข้าจะนำมาไปให้ท่านหมอปรุงยาให้ท่านแม่”“เจ้าไปเอาของพวกนี้มาจากไหน แล้วนี่...เจ้าไปอยู่ที่ไหนมา ผู้อื่นลือกันว่าเจ้าตกเขาตายไปแล้ว”“เอ่อ...มีคนใจดีช่วยชีวิตข้าไว้” นางไม่อยากให้มารดารู้เรื่องที่เกือบถูกขืนใจ นางเองก็ไม่อยากคิดถึงเรื่องนั้นอีก “ข้า...ข้าข
ฟางซินทั้งเขินอายและเสียวซ่าน นางผงกศีรษะขึ้นมอง เห็นเพียงศีรษะของเขาอยู่ตรงกลางหว่างขา นางอับอายเหลือเกินจึงพยายามดันศีรษะของเขาออก ทว่ารสสัมผัสที่เขามอบให้แสนเย้ายวนจนได้แต่ขยุ้มเส้นผมนุ่มสลวยที่นางบรรจงสางให้เขาอย่างดี เขาช้อนสะโพกนางให้ลอยขึ้น ถอนนิ้วเรียวออกแล้วห่อลิ้นแทรกเข้าไปแทนที่ น้ำหวานที่หลั่งออกมาทำให้ยิ่งฮึกเหิม เสียงครางกระเส่าของนางเสมือนรางวัลที่เขาตักตวงจากกายสาว สะโพกของนางลอยขึ้นจากพื้นโยกไหวตามอารมณ์รัญจวนที่เกิดขึ้น นางหลั่งน้ำหวานออกมามากล้นแต่ยังไม่เพียงพอสำหรับเขา เขาถอนลิ้นออกแล้วเปลี่ยนเป็นนิ้วเรียวสองนิ้วเข้าไป“อ๊า!” ฟางซินหลุดเสียงหวีดร้องออก สะบัดใบหน้าไปมา“เจ้า...ต้องพร้อมมากกว่านี้” เขาพูดเสียงแหบพร่า นิ้วร้ายยังคงเคลื่อนไหวเข้าออกนำพาน้ำหวานวาวใสให้หลั่งออกมาก ร่างกายของเขาแทบปริแตกด้วยความต้อง เขาจ้องมองร่างขาวเนียนบิดไปมาด้วยความรัญจวนจนกระทั่งร่างนางเกร็งและช่องทางที่แสนคับแคบบับรัดรุนแรงด้วยไปถึงจุดสุขสมฟางซินหวีดร้องอย่างไม่รู้ตัว ร่างกายร้อนผ่าวและหลอมละลายด้วยน้ำมือของเขา เขาถอนนิ้วออกช้าๆ นางหอบหายใจแรงมองเห็นเขาส่งนิ้วที่เปื้อนเปรอะน้ำ
“เปล่า” เขาส่ายหน้าไปมา “เป็นข้าที่ต้องดูแลเจ้า เจ้าถอดเสื้อผ้าสิ เร็วเข้า” “ไม่ เอ่อ...” เพราะเห็นว่าอีกฝ่ายมีเจตนาดีไม่คิดรังแกนาง นางจึงยอมทำตามที่เขาสั่ง แต่การจะเปลือยกายต่อหน้าผู้อื่นนั้น นางไม่อาจทำได้ “เอาอย่างนี้ ท่านขึ้นจากน้ำไปก่อน ข้าจะถอดเสื้อผ้าในน้ำนี้” “อย่างนั้นรึ” เขาถามและนางก็พยักหน้ายืนยันแทนคำตอบ เขาจึงยอมเป็นฝ่ายขึ้นจากน้ำไปก่อน ฟางซินถอนหายใจโล่งอก ปีศาจตนนี้เอาใจไม่ยากนัก นิสัยคล้ายเด็กมากกว่า แต่นางก็ไม่เคยรู้จักปีศาจตนใดมาก่อนจึงไม่รู้ว่าปีศาจตนอื่นเป็นเช่นนี้หรือไม่ ฟางซินเห็นเขาหันหลังให้เหมือนยามที่นั่งหน้ากองไฟทุกค่ำคืน นางจึงถอดเสื้อผ้าที่เปียกน้ำนี่ออก ให้ร่างกายเปลือยเปล่าได้สัมผัสความอุ่นร้อนพอดีของสายน้ำ นางหลับตาอย่างผ่อนคลาย มันสบายอย่างนี้เองหรือ นางเผลอคลางออกมาอย่างไม่รู้ตัวแต่ประสาทการรับรู้ของปีศาจภูเขานั้นยอดเยี่ยม เขาหันขวับมามองด้วยความเป็นห่วง ทว่าภาพที่เห็นคือสาวงามเปลือกกายในสระน้ำ หัวใจของเขาเต้นรัวราวกับจะทะลุออกมาจากทรวงอก ดอกบัวคู่งามปริ่มน้ำชวนหลงใหล ผิวกายของนางแม้มีรอยบอบช้ำทว่ากลับน่ายื่นม
Ulasan-ulasan