Jodi Ruman

Jodi Ruman

By:  JihanMarc  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
8.7
4 ratings
72Chapters
15.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Afi disuruh pindah ke rumah pamannya yang kosong gara-gara rumahnya kebakaran. Di hari yang sama dengan kepindahannya, Egi--pemilik rumah sekaligus pamannya Afi--pulang. Sialnya, Tiara--mantan pacar Egi--juga mendatangi rumah yang sama. Apakah yang akan dilakukan Egi melihat kedua wanita familiar berkumpul di rumahnya? Bisakah mereka membubarkan diri tanpa menghadirkan konflik dan skandal?

View More
Jodi Ruman Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
JihanMarc
Bab 71 salah upload ya... duh, maafkan daku. kurang minum jadi enggak fokus .... nanti ku perbaiki, ya. jangan ngamuk. hehehe
2021-08-10 22:56:31
0
user avatar
Fiks Reading
👍👍............
2021-07-02 14:50:59
0
user avatar
JihanMarc
Halo, readers! Aku mau minta maaf atas kelalaian mengunggah bab 54. Tapi sudah dalam proses edit. Buat kalian yang udah baca bab 56, terus bingung kenapa isinya sama dengan bab 57, kumohon baca ulang besok ya, karena saat ini bab yang diedit belum tayang di aplikasi. Sekali lagi, aku minta maaf
2021-06-30 17:45:08
0
default avatar
lifi4a
bab 71..ga nyambung...kayaknya cerita yg lain..salah upload...rugi koinnya
2021-08-16 21:45:07
0
72 Chapters
KEBAKARAN
Dalam sebuah ruangan yang luas, terdapat tumpukan tabung komputer rusak di sudut dekat pintu. Beberapa kepala penghuninya membangun kelompok. Dua pemuda berseragam SMK membedah printer, tiga pria dewasa berkacamata melakukan cleaning CPU, dan sisanya sibuk memperbaiki trouble system pada PC all in one. Semua koloni itu mengicaukan topik yang berbeda. Sesuai dengan objek yang mereka 'bedah'.Tiba-tiba terdengarlah suara benda keras yang menghantam lantai keramik. Suara menyedihkan itu tidak hanya mengarcakan seluruh penghuni ruangan, tapi juga melenyapkan kicauan mereka. Senyap seketika.Seluruh atensi tertuju ke sisi kiri ruangan. Rupanya tiga buah casing printer berwarna gelap sudah tergolek kaku di lantai. Pelaku yang menyebabkan ketiga benda itu berguguran membuat salah satu pria berkacamata berceletuk, “Untung cantik. Coba kalau buluk, pasti  saya tendang kakinya.”Pria berkacamata lainnya mengaminkan dan menambahkan. “Untung bos. Coba kalau anak magan
Read more
RUMAH SEMENTARA
“Di mana kamu sekarang?” Pertanyaan itu datang dari sambungan telepon. Afi mengembuskan napas, lalu memindah letak HP-nya--dari telinga kiri ke kanan. Dia menekuk lutut. Saat ini dia berteduh di rumah Pak RT. Hujan deras sedang melanda. Duduk di lantai, Afi dikelilingi benda elektronik milik tetangga yang rumahnya juga terbakar. Tidak seperti Afi, dua rumah lainnya yang menjadi korban kebakaran memiliki asisten rumah tangga yang dapat menyelamatkan barang berharga milik majikannya. “Di rumah Pak RT,” jawabnya malas dan pelan. Afi tidak suka menarik perhatian. Apalagi dengan suaranya. Dia memilih menutupi mulut saat mengulang jawaban karena Mamanya tidak mendengar jawaban sebelumnya. “Mama suruh Abang kamu jemput, ya.” Afi menggeleng meskipun sadar bahwa gesture-nya takkan terbaca oleh sang penelepon. “Enggak usah, Ma. Aku bisa nginap di sini untuk sementara waktu. Lagipula—” Afi menelan lanjutan ucapannya, lalu memeriksa layar HP. Tern
Read more
ISTANA DISNEY
Afi tampak ragu melepaskan sabuk pengaman. Matanya mendongak menatap tingginya gerbang yang menjadi tameng pelindung rumah mewah di belakangnya. Dian berdiri di depan gerbang sambil merentangkan kedua tangan dan tersenyum lebar seolah mengucapkan selamat datang.“Sikapnya udah kayak pemilik rumah aja,” gumam Afi sambil mendorong pintu.Saat Afi turun dan menutup pintu mobil, Dian menghampiri. “Gede banget, ‘kan, rumahnya? Kalau mau, kamu bisa boyong beberapa tetangga,” ujarnya sambil memilah anak kunci yang terkumpul dalam satu ring besi.“Ini seriusan, Bang?” tanya Afi yang tampaknya belum percaya. “Emangnya Om Egi beneran udah kasih izin?”“Hush! Jangan pakai ‘Om’. Kamu kalau berhadapan langsung sama dia dan panggil ‘Om’, dia bakal marah.” Dian mengingatkan tentang betapa tidak sukanya Egi mendapat panggilan ‘Om’.Egi adalah adik sepupu mamanya. Secara status kekeluargaan, Egi memang paman mereka. Namun, atas nama usia, Egi lebih muda 2 tah
Read more
PASAL PELECEHAN
 Di depan gerbang, Afi melambaikan tangan. Mobil Dani berlalu meninggalkan halaman depan. Kini tinggallah Afi seorang diri.Ah, tidak-tidak! Afi tidak sendiri. Lima belas menit yang lalu dua orang wanita paruh baya datang untuk membersihkan rumah. Saat ini mereka masih mengerjakan part masing-masing.Afi berbalik dan menatap bangunan megah di depan matanya. Bibirnya tersenyum. “Di balik musibah, selalu ada berkah. Kalau rumahku enggak kebakaran, aku pasti enggak akan pernah ngerasain tidur di rumah mewah.”Rumah Afi yang sebelumnya memang tidak bisa dibilang kecil. Cukup besar untuk ukuran wanita lajang yang tinggal sendiri. Namun, desain interiornya biasa saja. Tidak ada yang mewah dan patut untuk dibanggakan. Ukurannya pun kalah telak dibandingkan dengan rumah ini. Mungkin luas bangunan ini tiga kali lipat dari rumahnya yang terbakar.Afi meregangkan otot-otot lengan. Mengulet sambil mematah leher ke kanan dan kiri.Sesaa
Read more
SHE IS MINE
“Egi!”Sebuah panggilan memusatkan atensi Egi dan Afi ke lantai satu. Tepatnya ke ambang pintu yang salah satu sisinya terbuka.Sesosok wanita bertubuh semampai berdiri di sana. Rambutnya panjang sepunggung dan bergelombong. Gradasi warna asli dengan lavender cerah membuat sosok itu terlihat mencolok.Berpijak di lantai yang berbeda dan jarak yang jauh tidak membuat Egi kesulitan mengenali sosok itu. Suara, postur tubuh, dan wajah itu sangat dikenalnya. Namun, tidak ada ekspresi antuasias, terkejut, atau pun bahagia. Justru seringai tipis yang tercetak di wajahnya.Berbeda dengan Egi, bola mata Afi justru melebar. Reaksi keterkejutan tergambar jelas di wajahnya. Bahkan beberapa saat kemudian dia tampak gelagapan, bingung harus berbuat apa dan bagaimana. Beberapa kali kakinya seperti hendak melangkah pergi, tapi tidak jadi. Dia juga melirik-lirik Egi seolah penasaran dengan reaksi yang akan ditunjukkan.“Bisa turun sebentar?”
Read more
PEMBALASAN HARUS KETERLALUAN
Detik demi detik berlalu, tapi Egi tak kunjung memperlihatkan reaksi. Tidak ada senyum tipis seperti sebelumnya. Lensanya masih menyorot ke satu titik, yakni mata Afi.Sorot tajam dan dalam itu membuat sisa-sisa nyali Afi lenyap. Detik itu juga Afi ingin sekali memuai seperti es, lenyap dari dekapan lelaki itu.“Okay!”Satu kata yang keluar dari mulut Egi berhasil menormalkan seluruh sistem operasi tubuh dan saraf Afi. Napas yang semula mengendap di dada akhirnya dapat berembus lega. Tubuh yang semula sekaku besi baja akhirnya melunak bagaikan dilebur dengan bara. Afi nyaris merosot saking leganya. Untung saja dekapan itu begitu kokoh hingga mampu menopang tubuhnya yang meleyot.Rupanya Egi sengaja. Melihat dan merasakan ketegangan Afi merupakan hiburan tersendiri untuknya. Dia nyaris tidak bisa meredam tawa ketika menahan tubuh Afi yang nyaris tumbang dalam dekapannya.Untuk menyamarkan senyum yang terus dikulum, Egi berpindah menatap
Read more
BIANGNYA BERENGSEK
Afi mengutuk dirinya sendiri. Sekarang dia sadar, kenapa wanita disarankan agar menikah di usia muda. Mungkin inilah sebabnya. Sekian lama tidak merasakan belaian pria, dia malah seperti wanita murahan. Diam saat disentuh. Patuh saat digiring menuju ranjang. Sebenarnya Afi sendiri heran, kenapa dia begitu mudah mematuhi ucapan Egi. Bahkan tidak ada protes dan perlawanan sama sekali. Dia seperti korban sugesti. Mungkin lebih mirip hamba sahaya yang dibeli saudagar penuh kharisma.“Emmm ... kayaknya kita sudah melewati batas,” kata Afi saat Egi merengkuh tubuhnya ke dalam pelukan. Mereka tidak hanya berada di kamar yang sama, tapi ranjang dan selimut yang satu.Afi merasa sesak dalam dekapan pria itu. Namun, rasa hangat dan nyaman justru membuatnya tak ingin berkutik. Dia malah tertarik melihat jakun Egi yang bergerak saat menelan ludah.“Kita mungkin berada di garis keturunan yang sama, tapi saya yakin kamu belum mengenal saya denga
Read more
KITA INI APA?
Afi mengatup bibir sangat rapat. Dia sadar bahwa pertanyaan barusan melampaui batas. Terlebih lagi dia mengucapkannya dengan nada yang cukup tinggi. Kentara sekali bahwa dia lepas kendali.Afi menyesali pertanyaannya—pertanyaan yang menggambarkan kekesalan, ketidakterimaan, dan ketidaknyamanan. Dia seperti wanita pecemburu yang naik pitam mendengar sang kekasih ‘menyemai bibit’ di mana-mana.Sekarang pertanyaannya adalah apakah Afi berhak memiliki emosi seperti ini? Egi memang menyebut dirinya sebagai ‘mine’. Namun, bukankah ‘mine’ saja tidak cukup untuk memperbolehkannya bertanya kasar seperti tadi?“Maaf.” Afi berucap lirih. Segenap rasa sesal menyesakkan dadanya.Dalam hal ini, tampaknya Egi tidak satu frekuensi dengan Afi. Alih-alih maraah, tersinggung, atau pun kesal, Egi justru terlihat baik-baik saja. Dia bahkan tertawa kecil, terhibur melihat Afi berkubang dalam rasa sesal.“It&rsq
Read more
YOU’RE MINE
Dua pasang mata itu saling pandang. Sorot si pria terlalu sulit dimaknai, sedangkan si wanita tampak berkaca-kaca. Ada luka yang tersirat dari genangan air di dalam sana. Namun, ada harapan yang juga terpancar di sana.Sunyi. Tidak ada suara yang mengganggu mereka selain embusan napas pribadi. Bahkan tidak ada yang bergerak selain organ dalam tubuh yang tetap beroperasi. Dari luar, penampakan keduanya mirip dengan maneken pria dan wanita yang saling bersitatap.“Saya jelaskan semuanya satu per satu.” Suara Egi menelan kesunyian. “Tapi, enggak berdiri kayak gini.” Tangan kanannya mengayun dan membelai rambut Afi. “Kamu yang pilih; balik lagi kayak tadi—rebahan di ranjang—atau isi perut? Saya lapar.”Afi tidak yakin Egi benar-benar lapar. Ekspresi saat mengatakan itu tidak seperti orang yang perutnya keroncongan. Terlalu flat.“Maaf.” Afi menangkap tangan yang mengelus pipinya. “Saya eng
Read more
BERENGSEK DAN SOMBONG
Egi menurunkan Afi dari meja wastafel. Tanpa melepaskan pinggang wanitanya, Egi bertanya, “Mau mandi sekarang?”Afi menggeleng pelan. Sebenarnya dia sedikit takut mendengar pertanyaan semacam itu. Entah kenapa pikirannya menjurus ke hal-hal negatif. Dia takut Egi akan mengajaknya mandi bersama hingga melakukan perbuatan yang ujungnya sudah terduga.Setelah mengetahui sekelumit sisi keberengsekan pamannya, insting kewaspadaan Afi sedikit meningkat. Dia tidak hanya waspada pada Egi, tapi juga dirinya sendiri.Afi seorang wanita dewasa dan normal. Hormon yang berhubungan dengan seksualitasnya sudah menumpuk dan terkadang meraung-raung minta dilepaskan. Dia takut kalau hormon ini sewaktu-waktu akan meledak dan tak dapat dikendalikan gara-gara pancingan Egi.Sebenarnya, tidak hanya Egi yang memiliki sisi hitam yang berhubungan dengan seksualitas. Afi pun sama. Namun, Afi tidak seberani Egi. Dia takut mengungkapkan aib itu. Juga malu dan gengsi. Menurutnya, jika ai
Read more
DMCA.com Protection Status