Ketika Istri Tua Suamiku Hamil

Ketika Istri Tua Suamiku Hamil

By:  Oscar  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
6 ratings
86Chapters
60.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Delima, seorang gadis remaja yang di lamar oleh seorang wanita separuh baya agar mau menikah dengan suaminya hanya untuk mendapatkan seorang anak atau keturunan. Mampukah Delima bertahan dalam rumah tangga yang ia bina? Atau, apakah Delima akan menyerah ketika diperlakukan dengan semena-mena? Yuk, ikuti kisahnya dalam novel Ketika Istri Tua Suamiku Hamil.

View More
Ketika Istri Tua Suamiku Hamil Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
default avatar
Via Indriyani
alur ceritanya bagus ...
2024-02-01 21:25:38
0
user avatar
Dyah Sudibyo
alur cerita nya bagus, ak suka...
2022-08-13 14:29:50
1
user avatar
Azila Za
Saya baru baca sampai bab 60. Keren alurnya.
2022-08-02 09:54:07
1
user avatar
Azkiya Al Thofun Nisa
bugus ceritanya menguras emosi......
2022-07-31 15:35:47
1
user avatar
Bunda Junafqar
kerenn ceritanya
2022-07-30 19:59:35
1
user avatar
Oscar
Kok gak ada yang komen, ya?
2022-07-19 18:49:38
3
86 Chapters
Part 1
“Mas, akhirnya aku hamil, Mas. Aku hamil.” Tanpa sengaja aku mendengar ungkapan kebahagiaan dari Mbak Silvi.Tadinya aku bermaksud mengetuk pintu untuk memberitahukan bahwa makan malam sudah siap. Namun belum sempat tanganku mendarat di pintu, terdengar lagi suara itu.“Sebaiknya kamu ceraikan saja Delima, Mas. Kita udah nggak butuh dia lagi.”Deg!Astaghfirullah alaziim. Kenapa sampai hati dia mengatakan hal sekeji itu. Padahal dia sendiri yang memohon dan memaksaku agar mau menikah dengan suaminya. Jelas-jelas aku dan Mas Raka sama-sama sudah menolak dan menganggap permintaan dia itu terlalu berlebihan dan tidak masuk akal.“Apa-apaan kamu, Silvi. Jangan seenaknya saja kalau ngomong. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Apa kata keluargaku nanti? Juga bagaimana dengan keluarganya?” Suara Mas Raka terdengar tegas menolak. Membuatku merasa sedikit lebih tenang.“Halah. Ngapain kamu pikirin. Orang kampung begitu aja kok. Dikasi duit dikit juga udah nurut. Lagian kan kalian belum melakuk
Read more
Part 2
Masa depanku pun kelihatannya hanya begini-begini saja. Apa yang bisa aku lakukan dengan ijazah SMP. Hanya sebentar saja aku menikmati bangku SMA, lalu tiba-tiba Bapak jatuh sakit dan aku terpaksa berhenti sekolah dan menjadi tulang punggung keluarga. Bue yang sering sakit-sakitan tak kuat lagi untuk bekerja.Tapi harga diriku sebagai wanita, jauh lebih tinggi dari itu semua. Akhirnya aku benar-benar menolak tawaran itu. Mbak silvi terlihat sangat kecewa. Tapi apa mau dikata. Tak ada kewajibanku untuk menuruti keingananya yang kuanggap tabu itu.Namun takdir sepertinya punya rencana lain. Jantung Bue kumat dan harus dirawat ke rumah sakit. Operasi pun jalan satu-satunya. Dalam tangisan dan perasaan kalut, Mbak Silvi muncul lagi dan menawarkan bantuan. Dengan imbalan pernikahan pastinya.*Satu bulan pasca operasi, aku dan suaminya akhirnya melangsungkan ijab kabul. Hari itu juga aku baru melihat laki-laki yang baru saja sah menjadi suamiku datang bersama istri dan juga keluarganya. Di
Read more
Part 3
“Mbak mau bicara apa?” Bibirku bergetar mempertanyakan hal yang pasti sudah aku tahu.Namun, sanggupkah ia melakukan semua ini padaku? Pada sesama wanita yang dia bilang sudah seperti adik baginya?“Begini, Delima. Saat ini Mbak itu sedang....”“Sayang.” Suara Mas Raka tiba-tiba terdengar dan muncul mendekati kami. “Mama mau ngomong sama kamu, nih,” ucapnya pada istrinya sembari memberikan ponsel yang sedang menyala.Mbak Silvi terlihat panik, lalu dengan cepat meraih ponsel itu.“Iya, Ma.”"Iya, iya."“Besok Silvi dan Mas Raka akan datang lebih awal.”“Delima?” Dia melirik ke arahku. “Iya, iya. Pasti silvi ajak dong, Ma. Dia kan juga istrinya Mas Raka.” Aku melihat mimik wajahnya yang sepertinya sedang kecewa. Entah apa yang mereka bicarakan barusan. Dia menarik napas setelah panggilan dimatikan. Lalu kembali menoleh ke arahku.“Mbak tadi mau bicara apa?” tanyaku sembari menatap wajahnya dan Mas Raka secara bergantian.“Oh, itu.” Mbak Silvi kembali memasang senyum manis. Tak seperti
Read more
Part4
“Wah, kamu rajin sekali, Delima." Mama mertua tersenyum ramah padaku."Nggak papa, Ma. Dari pada bengong nggak ada kerjaan," sahutku dengan sopan."Sudah, bantu seadanya saja. Lagian ngapain kamu bengong-bengong. Mana Suami kamu sama Silvi? Kok dari tadi nggak keliatan. Bukannya bantu-bantu, malah ngilang.""Ada kok, Ma. Tadi Delima lihat mereka di ruang keluarga.""Oh, ya sudah. Ikut Mama, yuk. Mama mau ngasi sesuatu sama kamu.""Iya, Ma." Lagi-lagi hanya itu yang aku ucapkan tanpa bertanya ke mana dan mau diberi apa.Aku mengikuti Mama dari belakang. Melewati ruang keluarga dan kembali melirik ke arah mereka. Segera kualihkan pandangan begitu saja karena tak ingin merasakan sakit yang sama."Nanti ganti pakai seragam ini, ya. Berikan juga sama Silvi. Kemarin baru selesai dijahit. Jadi nggak sempat ngirim buat dicobain. Sekalian itu batik, kasi sama suamimu."Aku menerima tumpukan baju berbahan brokat dari tangan Mama. Kainnya bagus dan terlihat mahal. Aku merasa tersentuh diperlakuk
Read more
Part5
"Oh, anu Mbak. Tadi Mama nitipin ini." Aku menyodorkan bagpapper yang aku bawa tadi."Apa ini? Kenapa Mama ngasi ke kamu?" Dia semakin terlihat tidak senang."Itu seragam buat kita dan juga Mas Raka, Mbak." Dia membongkar isi kantongan itu."Mama bicara apa lagi sama kamu?""Anu, itu, dia bilang...." Aku ragu-ragu mengatakannya. Takut Mbak Silvi tersinggung, dan malah terang-terangan menunjukkan sikap tak sukanya padaku."Mama bilang apa, Delima?" Dia terdengar tak sabaran."Mama bilang, Mbak Silvi sedang hamil. Selamat ya, Mbak. Akhirnya apa yang Mbak dan Mas Raka impikan akan segera terwujud," ucapku dengan tulus. Meski ada yang berdenyut di hati ini."Oh, itu, ya. Maaf, kalau Mbak belum cerita." Dia terlihat salah tingkah."Iya, Mbak. Delima ngerti. Sekali lagi selamat ya, Mbak.""Iya, iya. Makasih," ucapnya begitu saja.Usai mengganti pakaian di kamar tadi, aku langsung keluar seperti yang diperintahkan oleh Mbak Silvi. Lalu berkeliling mencari apa yang dia suruh tadi. Setelah me
Read more
Part6
"Kamu udah ganti baju, Delima? Wah, cantik banget mantu, Mama." Mama tiba-tiba datang sambil tersenyum pada kami."Makasih, Ma," ucapku membalas senyumannya."Kok kamu ditinggal terus? Mana Silvi sama Raka?""Lagi ganti baju, Ma.""Panggilin sana! Acara sudah mulai ini," pintanya. Lalu pergi meninggalkan kami."Mas Deni, kalau begitu, Delima permisi dulu, ya."Aku izin pamit dan meninggalkannya. Lalu menyusul kembali ke lantai dua. Lagi-lagi aku tak sengaja mendengarkan percakapan mereka dari balik pintu."Sabar, Sayang. Sabar. Kamu jangan marah-marah sama aku dong." Suara Mas Raka seperti sedang menenangkan."Sabar gimana? Belum apa-apa aja, Delima sudah dikasi kalung sama Mama."Aku terperanjat. Lalu memegangi kalung yang sedang aku pakai saat ini. Ternyata Mbak Silvi sudah menyadari. Tapi kenapa tadi dia diam saja, dan tak bertanya?"Kamu kan juga udah pernah dikasi, Sil. Berarti Mama berbuat adil, kan? Lagian, kamu sendiri yang memilih Delima untuk jadi menantunya. Kenapa sekarang
Read more
Part7
Aku menemani Mbak Silvi yang sudah mendapatkan penanganan di ruang IGD. Sementara Mas Raka menghubungi keluarga di luar ruangan."Sakit banget, Suster." Mbak Silvi kembali merintih. "Sebentar ya, Buk. Biar saya pasang infusnya dulu," jawab suster menenangkan. Aku hanya bisa melihat mereka menanganinya tanpa bisa berbuat apa-apa.Tak lama Mas Raka masuk dan langsung mendekati istrinya itu. Kata Dokter, kandungan Mbak Silvi yang baru berusia tiga minggu sangat lemah. Agak berbahaya jika terlalu stres dan banyak pikiran. Aku pun tak terlalu paham apa istilah yang kudengar dari Dokter tadi. Untungnya saat ini kandungannya tidak apa-apa, namun tetap harus menginap sampai keadaannya benar-benar pulih dan janinnya kuat.Mas Raka setuju saja. Asal istri dan anaknya baik-baik saja. Sampai di ruangan, aku membantu Mbak Silvi untuk menyeka badannya yang tadi sempat berkeringat. Hanya saja tak ada pakaian ganti yang bisa aku pakaikan. Betapa risihnya dia harus berbaring memakai terusan brokat s
Read more
Part8
Canggung juga rasanya berada dalam satu mobil bersama Mas Raka. Laki-laki yang menjadi suamiku, namun jarang sekali berbicara hal-hal tidak penting padaku. Padahal kalau sama Mbak Silvi dan keluarga lainnya, Mas Raka terlihat sangat ramah dan juga banyak bicara. Mungkin memang dia benar-benar merasa tidak nyaman saat bersamaku.Perjalanan kami terasa sangat kaku. Aku yang baru kali ini duduk sejajar dengannya di kursi depan, tak berani melihat. Hanya bersandar, dan membuang pandangan ke arah jendela."Kamu ngantuk, Delima?" Tiba-tiba saja suara Mas Raka menegurku. Aku yang sama sekali tidak menyangka langsung mengangkat kepala dan menoleh ke arahnya."Eh, enggak kok, Mas. Delima nggak ngantuk. Ada apa, Mas?""Nggak apa-apa kalau memang ngantuk. Hari ini kan kita semua memang capek. Nanti kamu tinggal aja di rumah. Biar Mas sendiri yang jagain Mbakmu."Ini adalah kalimat terpanjang yang aku dengar saat dia berbicara padaku. "Nggak usah, Mas. Delima ikut aja. Nanti selesai mandi, dan m
Read more
Part9
"Eh, Maaf Dek. Mas masuk nggak ketuk pintu dulu. Mas tunggu di luar aja, ya." Mas Raka langsung melangkah keluar dengan cepat-cepat, dan kembali menutup pintu.Aku memegangi jantungku yang tiba-tiba berdegup dengan kencang. Kenapa Mas Raka malah meminta maaf. Bukankah dia juga punya hak untuk melihatku. Lagi pula, tak seharusnya juga aku bersembunyi dan menutup erat tubuh ini.Usai berpakaian, aku segera keluar untuk menemui Mas Raka. Kulihat dia duduk sambil memainkan telepon genggamnya di ruang tamu."Eh, Dek. Kamu jadi ikut?" Mas Raka terdengar gugup dan salah tingkah. Dia pasti masih memikirkan hal tadi."Iya, Mas. Kasihan kalau Mama yang nungguin. Nanti Mama sama Mas Deni disuruh pulang aja. Delima udah biasa kok jagain pasien di rumah sakit. Dulu waktu Bue operasi, Delima juga, kok yang jagain.""Iya. Mas tau. Sekali lagi, terima kasih ya, Dek. Mas jadi merasa tidak enak sama kamu.""Nggak enak kenapa, Mas?" Apa dia masih ingin membahas soal di kamar tadi? Atau tentang niatnya m
Read more
Part10
Pagi ini aku membawakan semua keperluan Mbak Silvi. Mas Raka pun sudah izin tak masuk kantor. Katanya ingin memastikan istrinya baik-baik saja. Padahal aku sudah bilang untuk tak perlu khawatir, karena aku akan merawat Mbak Silvi dengan sebaik mungkin.Di sana aku kembali bertemu dengan Mama dan Mas Deni. Ternyata Mbak Dian pulang pagi-pagi sekali karena suaminya harus pergi ke kantor.Aku melirik ke arah Mbak Silvi yang masih terbaring lemah. Wajahnya lebih cemberut dari hari kemarin. Aku jadi semakin tidak enak dibuatnya."Ya udah, Ka. Mama sama Deni pulang dulu, ya. Kalau ada apa-apa, cepat kamu kabari." Mama bersiap-siap untuk pulang."Dek, kamu ikut Mama sama Deni aja dulu cari sarapan, ya. Kan tadi belum sempat makan di rumah." Mas Raka memberi perintah. Sepertinya dia sengaja mencari alasan untuk menyuruhku keluar, dan membiarkan mereka berduaan.Entah apa lagi yang akan mereka bicarakan. Melihat wajah Mbak Silvi yang dari tadi tak tersenyum sedikit pun, aku yakin pasti Mas Rak
Read more
DMCA.com Protection Status