LOVE is YOU, Ra!

LOVE is YOU, Ra!

last updateLast Updated : 2022-06-02
By:  Dewi PurnamasariCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
22 ratings. 22 reviews
230Chapters
28.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Maura Andromeda memilih untuk tidak percaya lagi pada janji setelah ayahnya berbagi cinta. Keluarga barunya sama sekali tidak menyukai dirinya, apalagi saat ia dijebak oleh kakak tirinya dengan menaruh obat tidur kemudian mempertemukannya pada pria yang telah meminum obat perangsang hal itu membuat Maura hamil. Ranggapati Danutirta, pebisnis bidang properti, muda, tampan yang telah dijebak bersamanya malam itu. Pria yang ditinggal kabur oleh calon pengantin wanita pada hari pernikahan. Rangga merasa jika Maura berbeda dengan kebanyakan wanita yang ia temui, membuatnya ingin menjadikan maura sebagai pendamping hidupnya. Apakah Rangga mampu menaklukan hati Maura?

View More

Chapter 1

Bab 1 Berbagi Cinta

“Sayang, kok diam di sini? Yuk, kita ke bawah!” Armand mengulurkan tangan kanannya ke arah gadis kecil berambut ikal dengan ekor kuda yang sedang meringkuk di atas ranjang, memeluk boneka panda yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya.

Gadis itu hanya menggeleng tanpa suara.

Armand mendudukkan diri di tepi ranjang seraya mengusap kepala Maura—putri semata wayangnya. “Ada Kak Amel mau ketemu Maura. Yuk!”

“Pa! Apa benar mama Kak Amel mau jadi mamanya Maura?” tanya Maura polos.

Armand tersenyum memandang putrinya lembut. “Apa Maura keberatan?”

“Apa boleh Maura keberatan?”

Armand mengangkat Maura dalam pangkuannya. “Boleh Papa tahu alasannya?”

“Maura gak mau punya mama baru, Pa. Maura gak mau Papa sayang sama orang lain selain Maura dan Mama.”

“Sayang! Papa janji tidak akan mengurangi sayang Papa ke Maura.” Armand mengulurkan jari kelingkingnya sebagaimana biasa.

“Benarkah? Maura akan sangat sedih kalau papa tidak menepati janji.”

Armand mengangguk sungguh-sungguh, membuat Maura kecil luluh dan ikut turun menemui calon keluarga barunya.

Namun, semua itu hanya janji di bibir yang tak mungkin ditepati sepenuhnya. Armand hanya manusia biasa yang harus membagi perhatiannya pada keluarga barunya, walau tidak sepenuhnya perhatiannya pada Maura berkurang.

Bulan pertama mereka resmi menjadi keluarga, Amelia bersikap begitu manis sebagai seorang kakak. Setiap tindakannya selalu mendahulukan Maura, selalu mengalah dan bersikap melindungi.

Pernah suatu kali, mereka bermain berdua di taman dekat rumah. Datang dua bocah laki-laki. Membawa bola sepak di tangan. Salah seorang dari mereka sengaja menendang bola dengan keras ke arah Maura. Beruntung Amel cekatan, dengan sigap menghalau bola menggunakan tubuhnya.

“Kak!” Maura kecil berteriak histeris sambil menangis melihat tubuh Amel tumbang. Dua kaki kecilnya berlari menghampiri.

“Aku gak papa, Ra. Jangan nangis, nanti cantiknya hilang!” ucap Amel sambil mengusap darah dari hidungnya dan memaksakan bibirnya tersenyum.

“Kakak, maafkan Maura, ya. Hidungnya. Jadi berdarah.” Maura menatap marah ke arah dua bocah gembul yang lari terbirit meninggalkan mereka.

“Iya, gak papa. Ayo, kita pulang.”

Sesampainya di rumah

“Astaga! Kenapa ini, Mel?”

Soraya melemparkan selang air yang sedang dipakainya menyiram tanaman ke sembarang arah, begitu melihat Amel pulang dengan hidung dan pakaian depannya penuh darah.

“Kak Amel kena bola, Ma.”

“Kalian main bola?” tanya Soraya sambil menarik Amel mendekat. “Pasti kamu yang aneh-aneh!”

“Bukan, Ma. Bukan kita yang main bola. Mereka yang menendang bola keras-keras. Pas bolanya mau kena Maura, Kakak maju ke depan, terus mukanya kena bola,” jelas Maura.

“Kamu gak papa, Nak?” Soraya beralih pada Maura, mencermati wajah dan tubuh anak tirinya.

Maura merasa sedikit risih dengan perhatian Soraya padanya. Amel yang terluka, tetapi Soraya lebih peduli pada keselamatannya.

“Maura gak papa. Permisi, Maura mau ke kamar.”

Saat menaiki tangga, samar Maura dengar Soraya menegur Amel karena mengajaknya bermain keluar tanpa pengawasan. Sehingga menyebabkannya hampir terluka.

“Ma! Yang luka itu Amel bukan Maura. Kenapa Mama marahnya ke Amel? Bukan Amel yang menendang bolanya!” Begitu protes Amel yang sempat Maura dengar.

Di lain waktu, saat mereka duduk di bangku menengah pertama, Maura memaksa Amel untuk mengajarinya mengendarai sepeda. Karena terlalu semangat dan kurang hati-hati, Maura jatuh dari sepeda. Lutut dan sikunya terluka cukup lebar. Hingga tiga hari berikutnya, Maura terpaksa diam di rumah dan tidak pergi ke sekolah.

Armand memaklumi apa yang telah terjadi, tidak menyalahkan Amelia atau menegur Maura. Karena menurutnya, wajar bila terjatuh dan luka saat mengendarai sepeda.

“Kalau tidak mau terluka, maka diam saja di rumah. Tidak perlu naik sepeda atau pergi ke sekolah,” jawab Armand ketika Soraya menceritakan kejadian sore itu.

Ketika itu, Amel mengunci diri di dalam kamar, setelah Soraya memarahinya karena ceroboh saat menemani Maura bermain sepeda. Lagi-lagi Maura merasa Soraya terlalu berlebihan dalam memperlakukannya. Terkesan berat sebelah.

“Kak, maafkan aku! Gara-gara aku tidak hati-hati, Mama jadi marah sama Kak Amel.”

Biasanya, Amel akan segera bangkit dan memeluknya, memberinya tepukan menenangkan di punggung atau senyuman manis yang berarti dia sudah memaafkan Maura. Namun, kali ini, Amel tidak menanggapi perkataan Maura, melihat saja tidak. Hubungan mereka yang makin renggang, berimbas pada jadwal belajar yang biasanya mereka lakukan bersama. Sehingga Amel sempat satu kali tinggal kelas dan menjadi setingkat dengan Maura.

Puncaknya adalah ketika Maura berhasil meraih juara umum pada ujian nasional tingkat SMA se-Indonesia. Maura mendapatkan nilai sempurna pada semua mata pelajaran yang diujikan saat itu. Soraya benar-benar marah dan malu karena Amelia nyaris tidak lulus karena nilainya berada di garis demarkasi antara lulus dan tidak. Bukan karena Amelia bodoh, tetapi masa itu, Amel lebih fokus pacaran ketimbang pelajaran.

“Kamu ... lihat adikmu! Dia rajin belajar, makanya bisa membanggakan orang tuanya. Beda lagi denganmu, pacaran aja kerjanya. Untung Papa salah satu penyandang dana sekolah! Jadi, bisa mengusahakan supaya kamu bisa lulus. Bagaimana kalau tidak?”

“Terus saja Mama banggakan Maura. Ma! Yang anak kandung Mama itu Amel, lho. Bukannya menghibur Amel, Mama malah membanggakan Maura. Apa sih, yang Mama harapkan? Sebaik dan sesayang apapun Mama, Maura itu tetap anak tiri, gak akan jadi anak kandung Mama.” Amel melengos dan berlari meninggalkan Soraya dengan perasaan marah.

“Mama hanya merasa bersalah telah memaksanya menerima kita sebagai keluarganya, Mel,” lirih Soraya dengan mata berkaca-kaca.

****

Maura mendengus sambil menyandarkan kepalanya pada kursi. Memutar kursi besar berwarna krem sambil memejamkan mata. Pada usianya yang baru genap 25 tahun, Maura sudah dipercaya menjadi Direktur Pemasaran di Hotel Orion milik keluarganya.

Tiga tahun menghabiskan waktunya menempuh magister jurusan Manajemen Perhotelan di Singapura, membuatnya menjadi wanita cerdas, mandiri, dan sekaligus keras kepala

Terpaksa berbagi cinta papanya yang paling berharga, membuat Maura selalu bersikap realistis, bahwa hidup ini butuh bukti, bukan janji.

Maura membuktikan, bahwa dia mampu menduduki jabatannya sekarang dengan meningkatkan jumlah kunjungan dan pemasukan hotel pada tahun pertamanya menjabat.

“Permisi, Bu! Sudah waktunya makan siang. Mau saya bantu pesan makanan?” tanya Clarissa, sekretarisnya.

“Hmm?” Maura tersentak dari lamunan.

“Sudah waktunya makan siang,” ulang Rissa sambil tersenyum manis.

“Kita makan di kantin saja, sekaligus evaluasi akhir tahun.”

‘Astaga! Waktunya istirahat masih juga bekerja,' keluh Rissa di dalam hati, tetapi dengan muka tetap tersenyum.

“Jangan khawatir! Aku tidak akan mengganggu waktu makanmu.”

“Ma-maaf, Bu. Saya tidak bermaksud.” Rissa berubah pias.

“Aku bisa membaca pikiranmu dan ini sudah masuk waktu istirahat.” Maura dengan cuek melenggang meninggalkan sekretaris cantik yang juga sahabatnya.

“Ra! Bisa tidak kamu santai sejenak?” Rissa menyodorkan nampan berisi nasi lengkap dengan lauk, sayur dan sebotol air mineral.

“Tidak ada kata santai dalam kamus hidupku, Ris. Kalau tidak ingin kehilangan hotel peninggalan Mama!”

Rissa hanya bisa mengernyit bingung mendengar perkataan Maura. “Setahuku, kondisi hotel sedang bagus-bagusnya. Kenapa kamu pikir akan kehilangan hotel?”

“Aku akan kehilangan bila bersantai mengikuti saranmu,” sahut Maura seraya menyuap nasi ke dalam mulutnya.

“Hanya sesekali. Tidak akan membuat hotelmu merugi.”

“Aku pernah sekali memberikan kesempatan untuk bersantai dan percaya janji. Akhirnya, aku kehilangan.” Maura mengendikkan bahu.

“Hotel? Pria? Harta?”

“Cinta dan kepercayaan.”

“Makin lapar aku jadinya, Ra.”

Maura hanya tersenyum seraya menunjuk piring Rissa dengan sendoknya, mengisyaratkan Rissa untuk melanjutkan makannya.

Sepuluh menit kemudian, Maura sudah berdiri sambil mengangkat nampan bekas makan. “Kamu selesaikan makanmu. Aku akan ke dapur meletakkan nampan sekalian evaluasi.”

Rissa hanya bisa terlolong memandangi punggung Maura yang menghilang di balik pintu.

“Ke mana dia?”

Rissa mendongak melihat ke samping kiri. Amelia sedang berdiri menatap arah yang sama dengannya sambil melipat tangan di depan dada.

“Mengembalikan nampan,” sahut Rissa singkat.

“Apa yang mau dia tunjukkan? Rajin? Ulet? Tekun? Cih!”

“Kerja keras!” Rissa berdiri sambil mengangkat nampannya menghadap Amel. “Permisi!” Bahunya dengan sengaja menyenggol bahu Amel hingga wanita itu terdorong ke samping.

“Puih!”

****

Amelia menutup pintu kantornya dengan kasar. Hatinya dongkol, dan marah setelah menghadiri rapat tahunan. Dia kembali mendengar pujian Armand sebagai presdir Hotel Orion yang ditujukan untuk Maura di depan seluruh jajaran manajerial hotel.

“Maura! Maura! Maura! Selalu saja Maura! Apa hebatnya anak itu?!”

Amelia berjalan hilir mudik mengitari ruang kantornya. Menggigit jari, menyugar rambut dengan kasar dan terus menggerutu tiada henti.

“Kenapa aku selalu saja kalah darinya? Apa yang harus aku lakukan agar bisa mendapat kepercayaan Papa dan menjadi direktur?” Amelia berkacak pinggang menghadap jendela kaca.

Tok. Tok. Tok.

“Masuk!”

“Permisi, Bu. Ibu diminta menghadap Ibu Amanda bagian keuangan.”

“Bagian keuangan? Kenapa, Tam?”

Tamara yang ditanya hanya bisa menggeleng. “Saya kurang tahu, Bu. Bu Amanda sendiri yang menghubungi saya untuk menyampaikan ini pada Ibu.”

“Oke! Makasih. Kamu bisa keluar.”

Tamara mengangguk dan berbalik pergi.

“Sial! Apalagi sekarang?” Amelia meraih ponsel dari meja dan keluar ruangan memenuhi panggilan Amanda.

Dengan anggun dan penuh wibawa, Amelia masuk ke ruang Amanda. “Permisi!”

“Hai, Mel. Masuk!” Sapa Amanda ramah. “Kita santai, aja, ya.”

Amelia memilih duduk di kursi jauh dari tempat Amanda duduk. “Ada apa, nih?” ketusnya.

“Tante dapat laporan masuk dari staf keuangan. Ada pengeluaran tidak terduga yang kamu tanda tangani bulan lalu, sebesar lima ratus juta. Boleh Tante tahu untuk apa?”

Amelia menegakkan punggungnya. “Itu bukan urusan Tante! Toh, yang Amel pakai bukan uang pribadi Tante!”

“Justru karena itu uang operasional hotel, maka Tante sebagai orang yang dipercaya untuk mengawasi keuangan, wajib tahu arus masuk dan keluar keuangan hotel.” Amanda tetap tenang menghadapi emosi Amelia yang mulai naik.

“Jadi bawa-bawa jabatan gini, sih?! Tante, apa Tante lupa siapa Amel ini?!”

Amanda menggeleng. “Justru karena Tante tahu bahwa Amel adalah salah satu putri dari pemilik hotel. Besar harapan Tante bahwa Amel bisa memberi contoh yang baik bagi karyawan lainnya.”

Amelia berdiri cepat. “Amel akan laporkan Tante pada Papa!” ancamnya garang.

“Boleh. Silakan saja kalau itu menurut Amel perlu. Jadi, Tante tidak perlu melaporkan sendiri pada presdir.” Amanda masih mempertahankan senyuman yang terlihat seperti seringai culas di mata Amel.

Sesampainya di rumah. Amelia segera menemui mamanya.

“Ma! Mama!”

“Sayang, kenapa panik begitu?” Soraya tergopoh menghampiri Amel yang sudah duduk sambil menekuk wajahnya.

“Ma! Mama harus bantu Amel bilang ke Papa,” ujar Amelia manja seraya meraih tangan mamanya.

“Bantu apa, Sayang?” Soraya bingung menanggapi permintaan Amelia yang panik.

“Ma! Amel menghilangkan uang operasional hotel.” Amelia mengaku sambil menunduk.

“Apa, Mel? Menghilangkan uang? Berapa banyak?” Soraya mengangkat dagu Amelia agar melihat padanya. “Jawab Mama, Mel.”

“Lima ratus juta.”

“Hah!” Soraya terbelalak kaget. “Bagaimana bisa?”

****

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

10
100%(22)
9
0%(0)
8
0%(0)
7
0%(0)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(0)
2
0%(0)
1
0%(0)
10 / 10.0
22 ratings · 22 reviews
Write a review
user avatar
malapalas
BACA novel berjudul :FREL. Banyak kejutan di dalamnya. Selain tentang cinta segitiga yang bikin baper, gemes dibumbui humor dan mengharubirukan, kalian akan disuguhi dg persahabatan, keluarga, luka dan rahasia di masa lalu orangtua yang akan membuat cerita lebih seru dan menjungkirbalikkan perasaan.
2022-01-29 08:30:30
0
user avatar
Lunetha Lu
Kok Amel sama Maura jadi begitu :( Sedih liatnya, padahal tadinya akur
2021-11-29 17:14:18
1
user avatar
cloverqua
Ceritanya seru banget, bab awal udah bikin geregetan ... Aku suka pemilihan diksi dan penulisannya yang rapi, jadi nyaman waktu baca ...
2021-11-28 06:17:49
2
user avatar
Humairah Samudera
Semoga Rangga berhasil mendapatkan hati Maura. Penasaran juga sih, dengan kehamilan dan masa depan Maura. Semangat up ya, Thor?
2021-11-25 18:10:25
1
user avatar
Rai Seika
Bagus ini kak ceritanya menarik, awal saja sudah membuat penasaran. Next kak jangan lama-lama updatenya ^^v
2021-11-25 17:51:55
1
user avatar
Rytíř
Entah kenapa, sesaat saya jadi lebih peduli dengan si Amelia. Lanjut Thor, saya harap suatu saat Amelia akan mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya juga. mudah2an..
2021-11-25 17:38:03
2
user avatar
Cheezyweeze
wah tentang pertikungan eh tp suka penasaran dengan endingnya
2021-11-25 17:36:14
2
user avatar
Mama Lana
next kak, di tunggu
2021-11-25 08:11:02
2
user avatar
Viens Aisling
ish, kakak tirinya pasti jelmaan iblis nih. untung aja pria yang dijebak itu tampan dan wah ...
2021-11-24 13:43:37
2
user avatar
Iekyu
baper deh kalo baca cerita ada anak kecilnya ke Maura gini
2021-11-24 13:29:28
2
user avatar
Megumi
suka sama ceritanya Thor.. lanjuut...
2021-11-24 13:24:57
2
user avatar
Nina Milanova
Kasihan Maura.. Semangat nulisnya, Thor!
2021-11-24 13:01:07
2
user avatar
lexiez
Semoga Maura dan Ranggapati menembus batas kebahagiaan .... semangat ka
2021-11-24 12:53:15
2
user avatar
Wonder Icy
Bagus kaak, kasihan bgt si Maura ihh.. semangat terus kak yaaa, salam kenal dari Icy
2021-11-18 20:38:25
2
user avatar
Laquisha Bay
Whoa, ceritanya menarik! Auto cus ke rak. Semangat update ya, kakak. Ada banyak pembaca yang menunggu kelanjutan karyamu. Sukses selalu untuk Author ~ ...
2021-11-18 14:51:09
2
  • 1
  • 2
230 Chapters
Bab 1 Berbagi Cinta
“Sayang, kok diam di sini? Yuk, kita ke bawah!” Armand mengulurkan tangan kanannya ke arah gadis kecil berambut ikal dengan ekor kuda yang sedang meringkuk di atas ranjang, memeluk boneka panda yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya. Gadis itu hanya menggeleng tanpa suara. Armand mendudukkan diri di tepi ranjang seraya mengusap kepala Maura—putri semata wayangnya. “Ada Kak Amel mau ketemu Maura. Yuk!” “Pa! Apa benar mama Kak Amel mau jadi mamanya Maura?” tanya Maura polos. Armand tersenyum memandang putrinya lembut. “Apa Maura keberatan?” “Apa boleh Maura keberatan?” Armand mengangkat Maura dalam pangkuannya. “Boleh Papa tahu alasannya?” “Maura gak mau punya mama baru, Pa. Maura gak mau Papa sayang sama orang lain selain Maura dan Mama.” “Sayang! Papa janji tidak akan mengurangi sayang Papa ke Maura.” Armand mengulurkan jari kelingkingnya sebagaimana biasa. “Benarkah? Maura akan sangat sedih kalau papa tidak m
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Bab 2 Malam Petaka
Bagai disambar petir pada siang bolong. Soraya terbeliak kaget mendengar penuturan Amel tentang uang operasional hotel yang hilang. “Bagaimana bisa itu terjadi, Mel? Uang sebanyak itu, dari mana Mama dapatkan?” “Ma, dengar dulu! Amel melakukan itu untuk Rendra, salah satu petugas kebersihan di hotel. Dia butuh banyak biaya untuk ibunya berobat. Bukan untuk Amel sendiri, Ma,” cerocos Amelia membela diri. “Rendra?” Soraya mengernyit. “Kenapa tidak kamu jelaskan saja pada mereka? Lalu sekarang, Rendranya ke mana? Minta dia segera mengembalikan uangnya!” Kini, giliran Soraya yang panik. “Itu akan sangat merepotkan. Tolong bantu aku menjelaskan pada Papa. Please ….” Amel menangkup kedua tangannya dengan mata memohon. “Apa benar yang Tante Amanda katakan tentangmu, Mel?” Tanpa mereka sadari, Armand sudah pulang dari kantor dan berjalan masuk ke rumah. Maura berjalan di belakangnya dengan wajah datar, namun tetapi melempar tatapan ta
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Bab 3 Ternoda
Ranjang besar itu bergerak-gerak. Rangga merasa kepalanya pusing seiring dengan gerakan di sisi lain ranjangnya. ‘B*****k! Kenapa kepalaku seperti mau pecah? Apa yang terjadi sebenarnya? Ahhh, panas sekali. Sial! Kenapa begini rasanya?’ Samar Rangga mendengar pria dan wanita berbicara. Namun, tidak paham apa yang mereka bicarakan. Sedangkan matanya berat, tidak mau terbuka. Tangan dan kakinya lemas, tidak dapat digerakkan. Dia berusaha berteriak, tetapi yang keluar hanya rintihan samar. Amarahnya semakin membuat kepalanya berdenyut. Selang beberapa lama, terdengar pintu ditutup. Rangga merasa kesadarannya mulai kembali. Tangannya berusaha bergerak, tetapi tidak terkontrol. “Apa ini sebenarnya? Sudah matikah aku? Kenapa aku seperti mayat hidup begini?” **** Maura yang tersadar karena rasa perih di bagian bawah tubuhnya dan kepala berat, beringsut pelan sambil mendorong tubuh pria sebesar gorila di atasnya. “Apa yang terjadi?! Kenapa aku
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Bab 4 Kepingan Puzzle
Griya Tawang Hotel Galaksi Masih dengan berbalut jubah mandi dan rambut basah, Rangga duduk termenung di sofa, berusaha mengingat peristiwa semalam. Di selingi umpatan penuh amarah, Rangga mengambil ponselnya dan menekan beberapa angka. “Ren, ke kamarku sekarang.” Tak berapa lama, seseorang mengetuk pintu kamar. “Masuk.” Pintu terbuka, seorang pria bertubuh sama besar seperti Rangga masuk. “Selamat pagi, Bos. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Reno, asisten sekaligus pengawal Ranggapati Danutirta, eksekutif muda dunia properti. Bisa dikatakan Rangga adalah raja bisnis properti Asia Tenggara. Pemilik sejumlah kawasan hunian elit yang tersebar di Asia Tenggara di bawah naungan GD Grup. “Ren, tolong kamu cek rekaman CCTV.” Rangga memberi perintah. “Baik, Bos. Saya akan kembali satu jam lagi.” Tanpa menunggu jawaban Rangga, Reno melangkah pergi. Reno awalnya memimpin sebuah perusahaan keamanan swasta terbesar, tetapi karena dalam seb
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Bab 5 Kado Akhir Tahun (1)
Kediaman Danutirta “Pagi, semua,” Alina menyapa semua yang sedang berada di meja makan. “Pagi, Sayang, tumben udah rapi. Biasanya baru nanti agak siangan turunnya.” Hanna mengerling menggoda putrinya yang paling susah bangun pagi dan sarapan bersama mereka. “Ih, Mama. Bisa, gak, sehari aja gak ngeledek?!” Alina menarik kursi di samping abangnya. Cup! “Ih, jorok banget, sih!” omel Rangga. “Jorok dari mana coba? Mandi udah, gosok gigi udah, parfum udah. Sayang itu pipi dianggurin.” Senyum Alina mengembang melihat Rangga mengusap pipi bekas ciumannya dengan punggung tangan. “Bukan sayang pipinya, itu bibir sudah lama gak nyium pipi cowok. Gatel jadinya.” “Abang, sadis banget, sih.” “Sudah, kalian ini tiap kali ketemu selalu saja ribut. Kalau jauhan bentar, kangen.” Hanna menghentikan perdebatan keduanya. “Al, kamu belum jawab Mama. Pagi begini udah rapi, mau ke mana?” “Alina dapat undangan menghadi
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Bab 6 Kado Akhir Tahun (2)
“Maaf, aku sungguh minta maaf,” ucap Maura demi melihat snelli Evan terkena cairan lambungnya.“It’s okay,” jawab Evan setengah meringis. “Aku bersihkan dulu.”“Maaf.”“Lho, Kak. Mau ke mana?” Rissa bingung melihat Evan melangkah cepat melewatinya. “Kenapa lagi dia?” tanya Rissa yang hanya dijawab dengan gerakan bahu dan ekspresi canggung.“Aku sudah urus administrasinya, sebentar lagi kita pindah ke kamar.” Maura mengangguk. “Apa kamu sudah memberitahu orang rumah kalau kamu sakit?” Maura menggeleng.“Mereka tidak akan mencariku.” Maura kembali berbaring. Namun, perutnya kembali bergolak. “Ris ….” Tangannya melambai dengan panik.“Kenapa?”Cairan yang sama keluar lagi.“Astaga …!” Rissa panik, tangannya dengan cepat meraih baskom plastik yang disediakan di
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Bab 7 Someone You Loved
Maura baru selesai menghabiskan potongan apel terakhirnya dengan susah payah ketika Evan masuk dengan raut datar. Dengan canggung, diusap bibirnya dengan tisu, hanya untuk mengurangi rasa gugup yang tiba-tiba menghampirinya. “Sendirian, Kak?” sapanya canggung. ‘Bodoh kamu, Ra. Jelas dia sendirian. Memangnya siapa yang akan datang bersamanya menjengukmu? Bodoh!’ Maura merutuki kebodohannya dalam hati. “Nggak, berdua sama kamu.” Sedetik kemudian, mereka berdua tersenyum malu menyadari kecanggungan yang terjadi. “Maafkan aku, Kak.” Maura memberanikan diri menatap Evan yang masih berdiri di dekat pintu kamar. “Jawab aku, Ra. Apa dia anakmu dengan kekasihmu?” Evan tidak berkedip menatap Maura, wanita yang selama tiga tahun terakhir dicintainya diam-diam. Maura menggeleng, matanya berkaca-kaca, terharu. Perasaan yang sudah lama tak lagi pernah dirasakannya. Ternyata, Evan masih peduli padanya. “Aku tidak punya kekasih.”
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Bab 8 Deep Talk
Rangga menerobos masuk ke dalam kamar Alina. Beruntung pemilik kamar sedang tidak ada, kalau tidak, wanita itu akan marah dan memukul Rangga. Pelanggaran teritorial, begitu dia menyebutnya.“Ma, Alina mana?”“Dia ada jadwal pemotretan untuk video klip terbarunya.”“Video klip? Tumben?”“Acara pergantian tahun di hotel kemarin itu, Alina ketemu dengan manajer Peterpena dan ditawari menjadi model video klip lagu terbaru mereka.”“Pantas ….” Rangga menggigit sepotong tempe goreng hangat yang baru saja Hanna sajikan. “Di mana lokasinya?”“Mana ya? Kok Mama lupa, padahal Alina tadi sempat bilang.”“Nanti biar Rangga sendiri yang tanya Alina. Rangga berangkat ke kantor dulu.” Rangga mencium tangan Hanna dan mengecup kedua pipinya.“Selamat pagi, Bos.” Reno menyapanya seraya membuka pintu mobil untuknya.“Kit
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Bab 9 Solusi = Menikah
 Armand Bagaskara kembali ke rumah besarnya dengan lesu dan kepala tertunduk. Soraya yang sengaja menunggu kepulangannya di ruang tamu, segera bergegas menghampirinya. “Pa, pulang makan malam bisnis, bukannya senang malah sedih begini. Kenapa?” Soraya mengelus lengan suaminya dan menggandengnya masuk. Dari desahan napas yang terdengar berat, Soraya tahu bahwa perjamuan kali ini tidak membawa hasil sesuai harapan. Pijatan lembut di bahu membuat Armand menoleh ke samping. “Tolong panggilkan Maura, Ma. Papa tunggu di ruang kerja.” Soraya segera naik ke lantai dua, menuju kamar Maura. Pintu sedikit terbuka, menandakan pemilik kamar belum tidur. “Ra, mama masuk ya?” “Ya, Ma. Masuk aja,” sahut Maura dari dalam. “Ra, Papa bilang mau bicara sama kamu. Papa tunggu di ruang kerja.” Maura yang sedang tengkurap dan memainkan ponselnya, segera berbalik dan duduk. “Tumben, Ma. Ada yang penting memangnya?” “Mama kurang ta
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Bab 10 Surprising Me (1)
Selama hampir tiga bulan, Bayu bersembunyi hanya mengandalkan uang tunai yang Amelia berikan padanya. Kini persediaannya makin menipis, sedangkan Amelia tidak bisa dihubungi, Bayu mulai kebingungan. Lebih lagi, orang kepercayaannya memberi kabar kalau ada orang yang mencarinya ke kampung asalnya.“Kalau begini keadaannya, bisa mati kelaparan aku,” gerutunya sambil terus berusaha menghubungi Amelia.****Kelopak matanya begitu berat setelah semalam Maura tidak bisa tidur nyenyak. Benar kata papanya bahwa menemui Rangga bukan keputusan tepat. Maura turun ke bawah, bergabung dengan yang lain untuk sarapan.“Pagi.” Maura mengambil sepotong roti lapis dan memakannya dalam satu suapan besar.“Bagaimana perkembangan masalah hotel, Ra?”“Maaf, Maura tidak berhasil menemuinya kemarin.” Bohong adalah keputusan terbaik saat ini.“Papa lupa bilang padamu, dewan direksi sudah sepakat mengadakan
last updateLast Updated : 2021-10-21
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status