Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku

Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku

Oleh:  Oscar  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
69Bab
9.2KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Dwi, harus menerima kenyataan pahit bahwa dengan lugas Mas Dimas, suaminya berniat ingin menceraikannya. Padahal usia pernikahan mereka hanya berkisar dua minggu saja. Apa yang harus dilakukan oleh Dwi? Apakah dia akan pasrah menerima keputusan suaminya dan berstatus sebagai janda di usia yang masih belia? Yuk ikuti ceritanya!

Lihat lebih banyak
Saat Ibu Mertua Berdiri Dipihakku Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
69 Bab
Part1
"Maaf, Dwi. Papa udah nggak ada. Tidak ada gunanya lagi kita lanjutkan pernikahan ini." Bagai tersambar petir hatiku saat mendengar Mas Dimas mengucapkan kata itu. Laki-laki yang baru saja menikahiku dua minggu yang lalu. Kini tepat setelah tahlil malam ketiga berpulangnya mertua laki-lakiku, dia ingin kami berpisah begitu saja."Ma__maksud Mas..., apa? Salah Dwi apa, Mas?" Genangan air telah penuh mengisi rongga di tiap sudut netraku. "Kamu tahu sendiri alasan Mas mau menikahi kamu, kan? Sekarang alasan itu udah nggak ada. Mas udah memenuhi permintaan Papa saat dia masih hidup. Namun Mas juga punya hak mengambil keputusan untuk diri Mas sendiri."Air mataku mengalir deras begitu saja. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang Mas Dimas maksudkan. Yang aku tahu kami menikah atas persetujuan kedua belah pihak. Sama sekali tak ada paksaan.Aku memang yatim piatu yang diasuh oleh keluarga Mas Dimas. Papanya yang telah lama menjalin persahabatan dengan ayahku, membuat orang tua Mas Dimas
Baca selengkapnya
Part2
"Apa Mas menyalahkan Dwi karena kematian Papa?" Aku mencari-cari di mana letak salahku.Mas Dimas memejamkan mata perlahan."Mas ingin jujur sama kamu, Dwi." Pria berperawakan tinggi tegap itu menatapku sendu. "Ada apa?""Mas punya pacar. Dan Mas berniat menikahi Lena."Bibirku bergetar mendengar nama yang dia sebutkan. Selama aku tinggal bersama mereka, tak pernah sekali pun kulihat Mas Dimas membawa atau mengenalkan seorang gadis pada keluarganya. Apa wanita itu baru saja dikenalnya?"Ma__maksud Mas, Mas sudah selingkuh di belakang Dwi?" Aku memberanikan diri bertanya. Tentu saja karena aku merasa punya hak sebagai istrinya."Tidak, Dwi. Sebelum menikah, Mas sudah lama menjalani hubungan dengan Lena. Dan pernikahan kita, hanya keinganan dari papa saja. Mas nggak pernah memiliki perasaan apa-apa sama kamu."Deg!Jantung ini rasa seperti diremas. Tanpa perasaan, dia bilang kalau aku tidak berarti apa pun di hatinya. "Lalu kenapa Mas terima permintaan papa? Kenapa waktu itu tidak men
Baca selengkapnya
Part3
Aku hanya terdiam menyaksikan mama memarahi mas Dimas habis-habisan. Aku yang sedari kecil hanya menumpang tinggal dengan mereka, merasa tak punya hak suara untuk menengahi perdebatan itu. Yang bisa kulakukan saat ini hanyalah menanti dengan pasrah keputusan apa yang mereka ambil untukku.Aku yang tidak punya siapa-siapa lagi ini tak tahu harus ke mana jika harus mengalah dan pergi. Kerabat lain pun tak banyak yang aku kenal. Sementara selama ini, makan dan segala kebutuhanku masih dipenuhi oleh orang-orang di rumah ini.Andai aku mengalah dan angkat kaki dari sini, aku harus ke mana? Pengalaman kerja pun aku belum punya. Tidak mungkin aku membiarkan mas Dimas pergi dari rumahnya sendiri. Laki-laki yang masih sah menjadi suamiku itu pasti semakin membenci keberadaanku.Ya, Allah. Apa yang harus aku lakukan?"Kamu jangan khawatir, Dwi." Mama seperti bisa membaca pikiranku. "Kamu tetap menjadi anak Mama. Kalau Dimas menceraikan kamu, Mama akan mencarikan jodoh lain untuk kamu, dan menye
Baca selengkapnya
Part4
Kamar kita?Aku menelan ludah saat mendengar kata 'kita'. Barusan saja dia mengajakku berpisah, namun belum sampai satu jam dia langsung mengakuiku lagi sebagai istrinya. Aku tahu. Mas Dimas pasti tidak tega melihat kesedihan mama tadi. Dia pasti ingin menenangkan hati orang tua yang tinggal satu-satunya itu. Nanti saat suasana sudah mulai tenang, suamiku ini pasti akan kembali ke niatan awalnya. Mas Dimas memang anak yang baik bagi orang tuanya.Sayangnya dia bukan suami yang baik... untukku."Iya, Mas." Aku Menurut saja. Toh juga saat ini aku masih istrinya. *"Ma, maafin Dimas, ya." Mas Dimas mulai membujuk mama saat sarapan.Pagi ini mas Dimas sudah berpakaian rapi seperti hendak ke kantor. Sejak papa meninggal hingga hari ini, mas Dimas memang tidak masuk kerja. Jika ada hal yang mendesak, asistennya akan datang dari kantor untuk membawakan berkas.Selama papa jatuh sakit, mas Dimas lah yang menggantikan papa memimpin perusahaan. Karena mas Dimas satu-satunya anak mama dan papa.
Baca selengkapnya
Part5
"Biarin aja, Dwi. Dimas pasti mau bertemu dengan wanita itu. Mama nggak suka. Kamu yang sabar, ya? Mama benar-benar akan ngasi Dimas pelajaran. Biar jangan kurang ajar jadi suami. Sudah menikah, masih saja kelayapan dengan wanita lain."Aku terdiam. Di satu sisi mama benar. Dan harusnya aku memang sakit hati. Tapi karena belum ada rasa cinta di antara kami, aku tak lagi peduli apa yang ingin dilakukan suamiku.Bahkan jika dia tetap pada keputusannya ingin bercerai, aku juga sudah siap. Hanya saja perasaan itu tak mungkin aku ungkapkan pada mama.Malaikat hidupku ini pasti akan bersedih. Mama pasti tahu, jika nanti bercerai aku pasti akan meninggalkan rumah ini. Tidak mungkin nantinya aku hidup serumah dengan istri barunya mas Dimas. "Mama jangan mikir yang macam-macam lagi ya, Ma. Dwi nggak mau kalau mama sampai sakit." Aku memeluk mama dengan erat."Makasih ya, Sayang. Kamu memang anak mama yang paling pengertian." Mama mengusap bahuku dengan lembut."Mulai saat ini, kamu yang pegan
Baca selengkapnya
Part6
Lagi-lagi ucapan mas Dimas membuat hatiku bagai tersambar petir. Mataku langsung menghangat saat mendengar pengakuannya. Tanpa perasaan dia mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal. Menganggapku sebagai adik, katanya?Dia bahkan tak pernah sekali pun membantuku mengerjakan PR. Hanya mama dan papa yang dengan setia dan telaten mengajari mata pelajaran yang tidak aku mengerti. Dia bahkan sangat jarang membawaku berkumpul bersama teman-teman yang lain saat mama dan papa berkumpul dengan teman-teman bisnisnya. Mas Dimas tak pernah menganggapku apa pun. Baik sebagai adik, ataupun istrinya.Dia hanya berpikir bahwa aku anak yatim piatu yang diasuh oleh kedua orang tuanya.Aku langsung berdiri agar bisa menjauh dari Mas Dimas. Enggan berlama-lama tuk menatap wajahnya yang tengah memelas."Baik! Dwi akan turuti keinginan Mas."Mas Dimas tampak tersenyum mendengar jawabanku."Mas tahu kamu gadis yang baik, Dwi." Pria tanpa perasaan itu mencoba menyentuh kepalaku, namun dengan cepat aku meng
Baca selengkapnya
Part7
Tante Sonia dan suaminya sedang berada di luar negeri untuk mengunjungi anaknya yang selama ini kuliah dan langsung bekerja di sana setelah lulus."Iya, Sonia. Tidak apa-apa. Terima kasih untuk doanya." Mama seperti merasa punya teman untuk berbagi.Wajah om Wira juga sangat berduka. Merasa hanya dirinya satu-satunya yang tersisa dari tiga sahabat itu.Setelah mereka duduk dan mulai tenang, aku pergi ke dapur untuk membantu bik Siti menyiapkan minuman dan camilan."Biar Dwi bantu, Bik," ucapku pada wanita tua itu."Biar Bibik aja, Mbak Dwi. Mbak Dwi temenin Ibuk aja," sahut bik Siti merasa segan."Nggak papa, Bik. Mama lagi ngobrol. Dwi bawain minumannya, ya?" "Makasih ya, Mbak." Aku tersenyum. Lalu kembali ke ruang tamu.Kulihat mas Dimas sudah kembali dari kantor. Duduk berdekatan dengan laki-laki yang mungkin seusia dengannya. Pria dewasa itu adalah anak Tante Sonia dan om Wira yang ikut pulang dari luar negeri saat mendengar papa meninggal. Aku dan mas Dimas sama-sama melihat, n
Baca selengkapnya
Part8
Aku dan mama kembali saling menoleh. Tak menyangka kalau mas Dimas akan bersikap terus terang seperti itu.Selama ini pernikahan kami memang belum diumumkan pada seluruh keluarga dan sahabat. Masih sibuk mengurus papa yang masih sakit, disusul dengan kepergian papa. Hingga belum ada waktu untuk meresmikan atau mengadakan resepsi.Termasuk keluarga om Wira, sahabat papa dan mama yang paling dekat."Lho, kok bisa begitu?" Tante Sonia juga tak kalah kaget."Maaf, Sonia. Mas Wira dan juga Arya. Kejadiannya terlalu mendadak. Ini adalah keinganan almarhum mas Hadi agar anak-anak ini cepat-cepat dinikahkan." Mama memberi penjelasan."Jadi, Dimas menikahi adiknya sendiri?""Bukan begitu, Sonia. Mereka kan tidak ada hubungan darah. Makanya mas Hadi ingin mereka menikah. Biar ada yang jagain Dwi juga, nanti kalau kami sudah nggak ada." Mama seolah mengerti apa yang tante Sonia maksudkan."Wah, curang ini ya, Pa," ledek tante Sonia lagi. "Dulu kan perjanjiannya anak kita akan menikah dengan adik
Baca selengkapnya
Part9
Saat aku berjalan menuju dapur, aku mendengar langkah kaki mengikuti dari belakang. Tiba-tiba saja tanganku ditarik hingga membuatku harus berhenti dan menoleh ke belakang."Mas Dimas apa-apaan sih!" Aku menepiskan tangannya."Kok kamu ketus gitu?" Mas Dimas tampak tak terima dengan sikapku."Enggak kok, biasa aja." Aku berpura-pura."Tadi kamu senang banget sama Arya sampai ketawa-ketawa seperti itu. Giliran mas datang muka kamu langsung jutek. Kamu mau, Arya dan keluarganya tahu tentang masalah kita?""Dwi nggak peduli. Mas sendiri, ngapain datang? Udah puas berduaannya sama Lena?" Aku tak dapat menahan diri lagi mengingat ada Lena di luar, dan kemudian mereka berdua menghilang."Le_Lena?" Mas Dimas terdengar gugup. Dia pasti tak menyangka kalau aku mengetahui kecurangannya."I_itu...." "Udahlah, Mas. Mas Dimas nggak perlu menjelaskan apa-apa. Dwi juga udah nggak peduli. Tapi ingat, Mas sendiri yang cari masalah. Kalau sampai ketahuan mama, Dwi nggak akan mau lagi berbohong atau me
Baca selengkapnya
Part10
Mas Dimas melirik sinis padaku. Saat dalam perjalanan ke rumah mas Arya tadi dia memang bertanya, kenapa kami belum juga pulang.Aku menjawab apa adanya dan mengatakan kalau aku dan mama akan berkunjung ke rumah tante Sonia. Mas Dimas tidak terima.[Ngapain ke sana?] protes mas Dimas saat itu.[Nggak tau.] Aku membalas singkat.[Pulang aja!] [Ngomong sama mama, lah! Dwi kan cuman ngikut.]Setelah aku menyebut nama mama, tak ada lagi balasan pesan darinya.Lalu, kenapa saat ini dia seolah-olah marah padaku? Memangnya sejak kapan dia peduli aku pergi ke mana dan pulang jam berapa. Sikapnya semakin lama semakin aneh dan membuatku tidak tahan lagi."Eh, Dim. Jangan berdiri aja. Ayo duduk!" Mas Arya menyapa sahabatnya dengan antusias sambil menarik kursi di sebelahnya."Iya, Dim. Ayo makan." Om Wira juga memberi kesan ramah. Semua orang tentu saja menerima baik kehadiran mas Dimas."Bik, bawain piring lagi, buat Dimas. Nanti dia pikir kita beneran nggak ngundang dia lagi." Tante Sonia mem
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status