Yerin Anindya, seorang guru BK di sebuah sekolah swasta elit, harus menangani murid nakal bernama Bastian Miles Jarvis. Namun di tengah usahanya itu, ia harus bertemu dengan kakak Bastian yaitu Arseno Jonathan Jarvis--Presdir dari Skyline Corporation--yang arogan dan menciumnya di depan seluruh keluarga Jarvis! Tak hanya itu, Arseno bahkan mengklaimnya menjadi calon istrinya. Lantas, apa yang akan dilakukan Yerin? Yuk langsung baca aja.
더 보기Yerin Anindya adalah guru BK pindahan beberapa bulan lalu. Ia telah menyaksikan pelanggaran demi pelanggaran yang dilakukan oleh muridnya. Dari yang bolos kelas, diam-diam merokok di gudang belakang, bolos pergi dari sekolah sampai berkelahi.
Dari laporan siswi terjadi perkelahian di sebuah kelas. Yerin bergegas pergi ke kelas tersebut. “Sudah kayak adu ayam,” lirih Yerin. Ia melihat dua murid sedang berkelahi dengan sekelilingnya murid lain yang menyaksikan mereka. Sekolah ini bertaraf internasional. Namun, ia masih banyak menemui murid yang melanggar peraturan. Mungkin karena keluarga mereka kaya? Jadi mereka berbuat sesuai keinginan mereka sendiri. TOK TOK “BERHENTI!” Yerin mengeluarkan teriakannya. “Kalian berhenti!” Ia menghela nafas kemudian mendekati kedua remaja yang sudah babak belur itu. “Kalian ke ruang saya sekarang juga.” Di dalam ruangan BK dua murid itu tidak ada yang ingin meminta maaf lebih dulu. “Kenapa kalian berkelahi?” tanya Yerin. “Bosan,” jawab seorang laki-laki. Namanya Bastian Ravindra Jarvis. Seorang laki-laki yang mendapat predikat murid terbandel di sekolah. Semenjak datang ke sekolah ini—Yerin memang sudah mengawasi Bastian. Murid yang paling banyak melanggar aturan namun anehnya tidak dikeluarkan dari sekolah. Meskipun seperti itu—guru BK berhak memberikan hukuman agar jera. “Yasudah kalau tidak mau bicara.” Yerin mencatat pelanggaran mereka. “Besok bawa orang tua kalian ke sini.” “Jangan, Bu,” ucap Vando. “Kalian berkelahi. Itu pelanggaran berat. Kalian harus bawa orang tua kalian.” Bastian berdiri. Ia hendak berjalan keluar. “Kamu mau ke mana Bastian?” tanya Yerin. “Tidak ada gunanya masih di sini.” “Tunggu sebentar.” Yerin berdiri. “Vando sekarang kamu pergi ke UKS. Ibu sudah nyuruh pacar kamu untuk obatin kamu.” “Apa, bu? Kok ibu tahu pacar saya?” Vando sungguh heran. “Apasih yang ibu tidak tahu?” Yerin bangga. “Cepat obati luka kamu.” Yerin melakukan hal itu karena mereka berdua tidak bisa melakukan apapun di UKS. Karena setiap ruangan aktif di sekolah terpasang CCTV. “Bastian kamu ke sini.” Yerin menarik lengan Bastian untuk duduk di salah satu sofa. “Biar Ibu yang obatin kamu.” Ia mengambil P3K. Bastian sungguh heran dengan guru BK baru sekolahnya. Terlihat lebih santai dan tenang. Tidak ada teriakan marah ataupun menghina yang biasa ia dapatkan. “Bilang kalau sakit.” Yerin mulai mengobati luka di sudut bibir Bastian. “Ibu sudah memperhatikan kamu. Kamu melakukan banyak pelanggaran dengan sengaja.” Yerin menatap Bastian. Ia tersenyum. “Ibu yakin kamu melakukannya sebagai bentuk pelarian kamu. Beritahu ibu apa yang terjadi di rumah? Kamu punya masalah?” Bastian berdecih pelan. “Memberitahu anda sama saja membuang waktu. Anda juga tidak akan pernah bisa memberi solusi saya.” Yerin mengangguk setuju. “Benar. Yang kamu katakan memang benar. Ibu emang tidak bisa menjamin bisa memberikan kamu solusi. Tapi ibu akan mendengarkan cerita kamu. Baik ataupun buruk—ibu akan dengarkan sampai kamu selesai, sampai kamu merasa benar-benar lega.” Bastian mengernyit. Lagi-lagi ia merasa kebingungan. Ia tidak mungkin bercerita. Untuk apa? Lega? Omong kosong. “Saya tidak butuh.” “Bastian,” panggil Yerin. “Ibu ini orang tua kamu di sekolah. Jangan takut berbagi hal dengan ibu.” “Orang tua saya sudah meninggal sejak saya lahir. Keluarga saya begitu membenci saya karena saya dianggap sebagai pembawa sial.” Bastian mengepalkan tangannya erat. “Saya tidak punya siapapun yang mempedulikan saya.” Memejamkan mata menahan emosi yang begitu bergejolak. Yerin mendekat. Memeluk Bastian yang begitu bergetar menahan emosi. “Bukan salah kamu.” “Tapi mereka semua mengganggapku aib. Mereka tidak suka aku berada di sana. Mereka tidak menginginkanku di dunia ini.” Akhirnya tangis Bastian pecah. Bastian hanyalah anak berusia 17 tahun yang butuh seseorang di sampingnya. “Ibu yang akan menghubungi salah satu keluarga kamu.” Yerin mengusap pelan bahu Bastian lalu melepaskan pelukannya. Bastian berdecih pelan. “Mereka semua sibuk.” Menatap ke arah lain. “Pak Rudi sudah berkali-kali menghubungi keluarga saya. Tapi mereka memang tidak pernah peduli.” Yerin menggeleng. “Serahkan semua pada ibu. Kamu jangan kawatir.” Ia tersenyum. “Kamu sekarang kembali ke kelas.” Keluarnya Bastian. Yerin segera meraih ponselnya. Keluarga terdekat Bastian adalah kakaknya. Kakaknya yang merupakan Presiden Direktur Skyline Corporation. Antara yakin tidak yakin, Yerin tetap menelepon. “Halo , permisi.” Yerin menunggu cemas dengan tangan yang mengetuk pelan meja. “Dari Gallaxy highschool bukan? Tuan tidak punya waktu.” Suara seorang perempuan. “Tunggu.” Yerin menghela nafas. “Sampaikan pada kakak Bastian. Sekali ini saja tolong ulurkan tangannya untuk adiknya. Datang ke sekolah dan berbicara dengan saya.” Tidak menunggu waktu lama—setelah Yerin selesai berbicara panggilan langsung ditutup begitu saja. Di tempat yang berbeda. Seorang pria baru saja keluar dari ruangannya. Ia berhenti di depan ruang Sekretarisnya. “Siapa?” “Dari Gallaxy high school, Sir.” “Apa anak itu berbuat ulah lagi?” “Guru itu bilang tolong sekali ini saja ulurkan tangan untuk adik anda. Datang ke Sekolah dan bicara dengan saya.” Arseno Jonathan Jarvis—atau dipanggil Arsen itu terdiam dengan tangan di dalam saku. “Sepertinya aku harus datang.” Senyum tipis menghiasi wajahnya. “Siapa dia beraninya menantangku.”“Apa kamu bilang?” tanya Lilian, ketua Yayasan. Yerin mengangguk. “Saya ingin anda mengakui semua kesalahan di hadapan publik. Karena itu adalah satu-satunya cara agar mengembalikan kepercayaan publik pada sekolah.” “Permintaan anda yang tulus. Dan juga, janji anda untuk memperbaiki sekolah. Itu akan membuat orang kembali percaya. Saat ini, opini publik sangat berpengaruh pada apapun. Jadi kita harus memanfaatkannya.” Lilian menatap Yerin. Kemudian mendekat. Reflek Yerin mundur. Ia melotot—takut sekali dicakar oleh Lilian. Apalagi hari ini Lilian menggunakan pakaian merah. Seolah bisa melawan dunia. Yerin hanay takut saja. “Sudah kuduga, kau memang guru yang gila.” Lilian menunjuk Yerin. “Tapi guru sepertimu juga dibutuhkan.” Yerin tersenyum canggung. “Jadi, apa anda akan melakukannya?” Lilian bersindekap. “Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku membuat konferensi pers? Apakah aku harus mengumpulkan semua komite sekolah dan berbicara langsung.” “Kita buat vid
21++ Yerin menatap Arsen yang berada di atasnya. Apakah hari ini ia melakukannya? Dengan tangan yang sedikit gemetar. Ia menyentuh milik Arsen di bawah sana. Arsen memejamkan mata. “Kamu…” Arsen mengambil tangan Yerin. “Jangan lakukan jika belum siap. Aku tidak mau memaksamu.” Arsen mengecup dahi Yerin beberapa detik. Yerin mengalunkan tangannya di leher Arsen. Memangut bibir pria itu—sementara tangan Arsen yang bergerak mengusap miliknya di bawah sana. Arsen menunduk—menyesap buah dada Yerin dengan rakus. “Langsung saja…” lirih Yerin. Arsen mendongak. “Milikmu belum siap menerima milikku….” Arsen mengusap pipi Yerin pelan. Lidahnya menyapu perut Yerin. Turun ke bawah… Menyapu milik Yerin—dengan jemarinya yang tidak melepaskan buah dada istrinya. “Arsen…” Yerin mencengkram erat seprai. Sampai akhirnya…. Arsen mengukung tubuh Yerin. perlahan menyatukan milik mereka. “Ah!” yerin memejamkan mata saat perlahan milik Arsen memenuhi miliknya. Meski sudah b
“Memikirkan apa?” tanya Arsen. Yerin menoleh ke belakang. “Aku hanya…” Arsen mengeratkan pelukannya dari belakang. Membawa tubuh Yerin ke atas pangkuannya. “Apa aku harus berhenti saja?” tanya Yerin. “Apa aku harus keluar dari sekolah…” Arsen mengangguk. “Aku bisa membangunkanmu sekolah. kau bisa menjadi kepala sekolah sekaligus guru di sana.” Yerin langsung terbelalak. “Ti-tidak..” ia menggelen keras. Bagaimana Arsen semudah itu untuk membangun sekolah. “Skyline belum punya yayasan sekolah. aku bisa mengusulkannya dan membangun sekolah yang paling bagus di negara ini. kau bisa memimpin sekolah itu sesuai dengan peraturan yang kau inginkan.” Yerin memeluk leher Arsen. “Tidak perlu…” “maksudku… Aku belum siap untuk menerima tanggung jawab sebesar itu.” Yerin sangat panik. Ia tahu Arsen memiliki kemampuan untuk melakukan semua hal itu. Bahkan bisa mewujudkan semuanya dalam sekejap mata. “Lalu?” tanya Arsen. Menatap Yerin—mengusap helaian rambut perempuan itu ke belakang.
2 bulan berlalu…. Kasus yang terungkap menyeret banyak pihak. Termasuk kepala sekolah, Pak Bhanu dan guru BK, pak Rudy. Kasus terus berlanjut. Ada nama-nama dari sekolah yang terlibat menutupi kasus bunuh diri yang diakibatkan oleh perundungan. Dua orang itu menerima suap dari orang tua James. Kasus tidak akan behrenti pada James. Tapi orang tuanya juga…. Aneh yang aneh. Semuanya masih baik-baik saja kemarin. Namun mereka semua berubah hanya dalam sehari saja? Guru-guru lain menatapnya dengan sinis. Bahkan terang-terangan menjauhinya. Kenapa? apa ia melakukan kesalahan? Yerin hendak memanggil bu Jema. Tapi, bu Jema lebih dulu berjalan. Tapi tak lama, bu Jema menoleh ke belakang lagi. Sampai akhirnya—mereka bisa berbicara di tempat yang lebih sepi sehignga tidak ada orang yang melihat mereka. “Sebenarnya apa yang terjadi, bu?” tanya Yerin. Bu Jema menatap Yerin. “Sebenarnya aku juga tidak ingin menjauhimu. Tapi kepala sekolah menyuruh kita untuk menjauhim
“Akhirnya….” Yerin menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. Ia memejamkan mata dengan nyaman sebelum tubuhnya tertimpa beruang besar. “Akh!” sedikit meringis. Tapi Arsen menggulingkan tubuh mereka. memeluk Yerin seperti guling yang empuk. “Tidak usah keluar, di sini saja seharian.” Arsen mengecup leher Yerin dari samping. “Tidak keluar bagaimana? Kita punya dua orang anak loh di rumah.” Yerin mengusap rambut Arsen. “Anak? Kita memang membuat anak setiap hari, tapi kau belum mengeluarkannya?” Arsen mengangkat kepalanya. Yerin berdecak. “Ada Bastian dan Aurel. Dua anak kita. kamu harus mengingatnya.” “Bastian itu adikku, bukan anakku. Juga, Aurel bukan siapa-siapa.” Plak! Yerin menampar pelan bahu Arsen. “Aurel itu muridku. Guru adalah orang tua murid di sekolah.” Yerin menyipitkan mata. “Baiklah.” Arsen tidak mau berdebat lagi. “Aku sudah mengurus kepergian Aurel. Semua dokumennya sudah siap. Tinggal…” “Tinggal menunggu putusan sidangnya keluar. kata pengacara, semuanya berja
“Dia persis sepertimu!” Yerin menggeleng pelan dengan tangan yang bersindekap. Arsen menggeleng pelan. “Aku tidak seburuk itu juga.” Mereka baru saja akan pergi ke ruangan Bastian. Mereka sudah bersiap untuk pulang. Mereka akan membantu membereskan barang-barang Bastian agar bisa pulang dengan cepat. Tapi di tengah perjalanan mereka, mereka justru melihat pemandangan yang membuat malu sendiri. Apalagi Arsen yang merasa gagal tidak mengajari cara menyatakan perasaan yang benar. “Seharusnya aku mengajarinya dulu sebelum menyatakan perasaan pada perempuan.” Yerin memukul pelan bahu Arsen. “Mengajari apanya? Kamu tidak akan menyatakan perasaan kalau tidak aku duluan.” Arsen mengerjap. sejak kapan panggilannya jadi aku kamu. Tapi manis juga. Arsen tersenyum. “Tapi aku tidak sebrutal Bastian yang berteriak seperti orang gila? Lihat—” menunjuk ke arah mereka pergi. “Eve saja malu sampai lari!” “Tapi mereka lucu juga.” Yerin tersenyum. “Mereka menggemaskan. Tapi—” Ye
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
댓글