AIR MATA RINDU

AIR MATA RINDU

last updateLast Updated : 2025-08-02
By:  Deshika Widya Updated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
10Chapters
16views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Rindu Anjani, gadis malang yang harus menerima pil pahit kala sang kekasih hati memilih untuk menikahi Zita, kakak kandungnya sendiri. Entah apa alasan mereka hingga malam yang harusnya indah, malah menjadi guncangan besar untuknya. Nahas, tak ada satu pun keluarga yang membela atau sedikit pun mengasihi Rindu. Dapatkah Rindu bertahan di saat ia benar-benar harus berdiri di atas luka itu seorang diri? Lantas, adakah secercah kebahagiaan yang sudi menanti?

View More

Chapter 1

Salah Melamar?

"Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa niat kami datang ke kediaman Pak Heriawan adalah untuk ...."

Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan jantung yang sejak tadi berdetak tak karuan. Kedua telapak tanganku meremas satu sama lain di atas pangkuan, mencari kekuatan dari rasa gugup yang tiba-tiba menyerang.

"Kami datang untuk meminang Nak Zita."

Seketika dunia seolah berhenti berputar. Kenapa malah nama mbakku yang disebut?

Kepalaku langsung terangkat, menatap Pak Broto dengan sorot kosong. Bibir yang tadi sempat kuberi pulasan tipis kini bergetar pelan. Ucapan itu masih menggantung di udara, menggema dalam kepalaku berulang kali, tapi tak juga bisa kucerna.

"Ma-maksudnya?" Aku mencoba bertanya meski dengan susah payah.

Ini bukan mimpi, aku tahu. Namun, rasanya sulit bagiku menerima kenyataan yang baru saja disampaikan Pak Broto. Bagaimana bisa lamaran ini jadi salah sasaran?

Akan tetapi, tak ada satu pun yang menjawab. Semuanya hanya diam, seolah pertanyaanku hanyalah angin lalu. Ibu dan Mbak Zita justru melemparkan senyuman lebar seolah baru memenangkan sebuah perlombaan. Sementara Bapak hanya tertunduk dalam.

Aku memalingkan wajah pada Mas Dimas, mencari secercah harapan dari sorot matanya. Namun, yang kutemukan justru keheningan.

"Mas?" Aku memanggil dengan suara nyaris tak terdengar. Namun, tetap saja Mas Dimas diam.

Kepalaku menggeleng keras. Tak percaya dengan apa yang kulihat saat ini. Malam yang harusnya indah malah berubah jadi duka yang tak terduga.

Tega kamu, Mas!

Perlahan aku berdiri dan menatap semua orang bergantian.

"Permisi." Suaraku tetap tenang meski hatiku sudah retak tak karuan.

Tanpa menunggu reaksi siapa pun, aku melangkah pergi ke belakang rumah, mencoba menghindar dari tatapan mereka yang seolah tak memedulikan perasaanku. Langkahku cepat, secepat air mata yang jatuh tanpa bisa dicegah lagi.

"Rindu, tunggu!" suara Mas Dimas terdengar mengejar, tapi aku tak menoleh.

Sudah cukup. Aku tak ingin berhadapan dengan dia lagi!

Lima tahun sudah kami menjalin kasih, merajut sabar agar bisa sampai di jenjang pernikahan. Namun, yang kudapat malah sebuah pengkhianatan. Padahal tadi pagi Mas Dimas masih bersikap normal.

[Rindu, jangan lupa persiapkan diri. Mas dan Bapak Ibu akan datang jam 8 malam untuk melamarmu.]

Aku menggeleng untuk mengusir semua ingatan itu. Percuma, sudah tak ada artinya lagi.

Langkahku berhenti ketika rerumputan halaman belakang menyentuh kaki. Saat itu juga tubuhku melemas, tak mampu lagi berdiri.

Kuambil duduk di sana sembari memeluk kedua lutut, membiarkan tangis tumpah tanpa suara.

"Rindu ...."

Aku tak menoleh.

Kubiarkan air mata ini terus mengalir. Dadaku sesak, sangat.

"Maafkan Mas, Rindu. Mas benar-benar nggak bisa menolak keinginan Bapak dan Ibu."

Aku tetap diam. Hanya mencoba mengatur napas yang tersenggal.

"Mas sangat mencintaimu, Rin. Cuma kamu yang Mas cintai. Sungguh."

"Kalau gitu, kenapa Mas Dimas mau? Kenapa nggak melawan waktu bapakmu sebut nama mbakku, Mas?" Suaraku tetap tenang, meski getirnya tak tertahankan.

Mas Dimas terlihat menahan tangis. Namun, saat ini aku benar-benar sudah tak peduli. Bukankah aku yang jauh lebih sakit di sini?

"Mas nggak bisa lawan mereka, Rin. Tapi Mas janji akan secepatnya keluar dari masalah ini dan menikahimu. Mas janji."

Janji? Aku sudah tak percaya lagi.

Dengan sisa tenaga, aku berdiri perlahan. Kutatap Mas Dimas yang kini wajahnya telah basah.

"Terima kasih untuk lima tahun ini, Mas. Semoga ... kamu bahagia bersama Mbak Zita."

"Rin, Rindu!"

Aku tak menghiraukan teriakan itu. Tetap melangkah pergi meski rasanya berat sekali.

Sesampainya di kamar, kurebahkan tubuh di atas ranjang. Air mata tak bisa dibendung lagi. Tangis yang tadi kutahan akhirnya kembali pecah mengisi keheningan di ruangan.

Sakit, Ya Allah ... ini terlalu sakit.

Selama 5 tahun menjalin kasih, aku dan Mas Dimas selalu menjaga diri. Jangankan melakukan hal terlarang, berpegangan tangan pun tak pernah kami lakukan. Namun, kenapa kami tetap dipisahkan?

Apa selama ini aku salah? Apakah ini hukuman untukku, Ya Allah?

Entah berapa banyak kutumpahkan air mata malam ini. Entah berapa lama pula aku dalam posisi yang sama. Hingga saat hati ini masih remuk-remuknya, Mbak Zita datang dengan senyuman lebar.

"Selamat malam, Rindu."

Wanita yang berusia 3 tahun lebih tua dariku itu menyapa tanpa dosa. Seolah kejadian malam ini hanya angin lewat yang tak berarti.

Tak ingin dianggap lemah, aku beringsut duduk sembari menghapus air mata yang masih bercucuran. "Apa maksud semua ini, Mbak?" tanyaku, berusaha untuk tegar.

Mbak Zita melangkah mendekat, lantas duduk di atas ranjang. Bibirnya masih melengkungkan senyuman yang membuat aku mual.

"Oh, adikku sayang ...."

Ia coba mengusap kepalaku, tapi berhasil kutepis sebelum tangan itu benar-benar menyentuh kepala yang dibalut hijab putih ini.

"Kamu ikhlasin Mas Dimas, ya. Sekarang Mas Dimas sudah jadi calon suami mbakmu ini."

Mbak Zita masih mempertahankan senyuman. Sesaat kemudian, ia tertawa kencang hingga memenuhi kamar.

Aku hanya diam sembari meremas sprei kuat-kuat. Jika saja tak takut durhaka, sudah kucakar wajah Mbak Zita sekarang juga.

"Kamu tahu, Rindu?"

Kini, Mbak Zita mendekatkan wajah padaku. Ditariknya rahang ini dengan kencang, tanpa belas kasih. Jujur, Mbak Zita seperti bukan kakakku sendiri.

"Aku sudah lama menyukai Mas Dimas, bahkan sejak kami SMA. Tapi, dengan tak tahu dirinya kamu malah menjalin kasih dengan dia!"

Aku sedikit meringis karena kuku-kuku panjang Mbak Zita menusuk rahangku hingga terasa perih. Namun, hanya sebentar karena aku berusaha untuk menahan.

Ya, bukankah rasa sakit atas pengkhianatan tadi lebih dari ini?

"Jika Mbak Zita suka, kenapa nggak bilang sejak awal? Bukannya merebut Mas Dimas saat dia mau melamarku!"

Seketika tawa Mbak Zita menyembur ke udara. Tangan wanita itu juga sudah terlepas dari rahangku sepenuhnya.

"Mengambil Mas Dimas sekarang itu lebih menyakitkan daripada aku memilikinya sejak dulu, Rindu," jawabnya dengan senyuman lebar.

Aku terdiam untuk mencerna ucapan Mbak Zita. Hingga kepala ini berhasil menarik sebuah kesimpulan yang begitu menyakitkan.

"Ja-jadi ... Mbak Zita sengaja melakukan ini?"

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status