MENDAPATKAN CINTA ISTRIKU

MENDAPATKAN CINTA ISTRIKU

Oleh:  Aulia Fitrillia  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
22Bab
1.7KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Keluarga dan cinta adalah dua hal yang didambakan Zaki dalam hidup. Dia tidak menyangka akan mendapatkannya dari sang atasan. Pak Bahar menjodohkan Zaki dengan Putri –anaknya yang cermerlang. Tahu Putri menerima, seharusnya pernikahan dijalankan atas dasar suka sama suka. Namun, banyak kejadian tidak terduga yang menggoyahkan rumah tangga mereka. Kisah masa lalu yang belum usai, orang tua Putri sendiri, bahkan spekulasi bahwa sang istri adalah pemilik dua kepribadian. Lantas apakah cerita ini memiliki akhir bahagia?

Lihat lebih banyak
MENDAPATKAN CINTA ISTRIKU Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
22 Bab
Bab 1
Aku sudah lama mendengar nama Putri Nur Hasanah dari cerita teman-teman di toko ini. Dia digambarkan sebagai seorang terdidik, anggun, berambut sepinggang, dan memiliki mata yang menampilkan ketenangan. Mereka bahkan memujinya sempurna sebagai wanita. Aku belum pernah bertemu Putri sebelumnya. Setahuku selama bekerja, dia malah belum pernah ke toko. Lantas darimana teman-temanku tahu tentang Putri? Entahlah. Aku memilih untuk tidak peduli. Bagiku pekerjaan yang lebih utama daripada memikirkan seseorang yang tidak juga dapat digapai. Aku baru selesai mengecek persediaan sak semen sampai kejadian di hari itu membawaku pada takdir tidak terduga. Aku melihat Putri secara langsung dan terpesona. Benar-benar si pemilik magnet yang kuat. Rambutnya yang hitam lurus tergerai dengan indah. Kulitnya kuning langsat berpadu dengan dress putih yang elegan. Alis rapi, bulu mata lentik, bibir dengan lipstik nude, dan sapuan warna di kelopak matanya adalah perpaduan yang harus kuakui. Cantik. Kuki
Baca selengkapnya
Bab 2
Satu hari pernikahan, setidaknya aku tahu Putri tidak mencintaiku. Tidak masalah, kukira ini hanya urusan waktu.Aku bangun pukul lima pagi dan bergegas untuk solat subuh. Setelah menyalakan lampu, aku dapat melihat Putri yang masih terlelap. Dia terlihat dua kali lebih tenang dalam keadaan begitu, juga tidak merasa terganggu dengan cahaya yang seharusnya menusuk mata. Napasnya naik turun beraturan di antara kedamaian. Tanpa sadar aku tersenyum melihatnya.Aku mengusap wajah gusar. Mendadak perkataan Putri tadi malam kembali menghantam dadaku. Harus kuakui rasanya begitu nyeri. Sisi lain, aku harus tetap bersikap baik pada istriku. Katanya kebaikan selalu menang. Aku berharap ini juga akan berlaku padaku."Dik, bangun, solat subuh," kataku sambil menggelar sajadah. Tidak ada respons dari wanita itu."Dik.""Lima menit lagi, Mas," jawabnya setengah sadar."Dik?""Enggh!"Baiklah, aku memilih untuk membiarkan Putri dan solat sendirian. Dapat kumengerti dia kelelahan karena acara semalam
Baca selengkapnya
Bab 3
"Mas, jangan pegang aku!" Putri menyentak tanganku kuat. Dia masih enggan untuk menantang mataku yang kini berubah kelabu. Aku merasa cemas sekaligus sedih luar biasa."Jelasin ke Mas." Hanya satu itu permintaanku."Mas lebay! Aku gak kenapa-kenapa. Mataku cuma kemasukan sesuatu!" katanya sambil mengucek kedua mata, "lagian gak usah sok perhatian deh, Mas. Aku bisa mengurus diriku sendiri, kok."Setelah mengatakan itu, Putri langsung pergi ke kamarnya, sedangkan aku masih tak bergerak dari tempat. Hanya memerhatikan punggung wanita itu hingga menghilang dari pandangan. Dan tidak usah ditanya, kami memang tidur secara terpisah di rumah ini.Aku hanya tak mengerti kenapa memberikan kejelasan singkat begitu susahnya bagi Putri. Naluriku mengatakan telah terjadi sesuatu padanya sama seperti di hari pertama pernikahan. Ada yang sedang tidak beres, tapi aku tidak tahu apa. Kuembuskan napas kasar, lalu berjalan menuju kamarnya. "Dik, kamu baik-baik aja 'kan?"Tidak ada jawaban."Sudah makan
Baca selengkapnya
Bab 4
Hubunganku dengan Putri masih sama seperti biasa. Kami hanya mengobrol jika penting. Selebihnya bagai orang asing yang dipaksa untuk tinggal serumah.Akhir pekan ini, kami akan pulang ke rumah orang tua Putri. Suatu saat, ketika semuanya membaik, aku juga ingin memperkenalkan Putri dengan ibuku. Meski hanya gundukan tanah, Ibu pasti senang melihatku sudah menikah.Putri tampak cantik dalam balutan dress putih di bawah lutut yang kontras dengan kulit kuning langsatnya. Tak lupa dia padukan itu dengan sepatu hak tinggi berwarna hitam. Wajahnya dipoles dengan make up tipis, sedangkan rambut wanita itu sedikit melambai ketika berjalan ke arahku yang tengah menunggunya.Di mobil, Putri mengambil duduk di sebelahku. Tidak lama setelahnya, kulajukan mobil dalam keheningan di antara kami berdua.Tidak mungkin kami pulang dengan tangan kosong. Untuk itu beberapa kali kami singgah demi membeli beberapa makanan khas di kota ini. Putri juga secara khusus memintaku untuk berhenti di toko kue keri
Baca selengkapnya
Bab 5
"Ada apa, Zaki?" tanya Pak Bahar sesaat aku kembali duduk menemaninya."Cuma orang salah alamat, Pak," bohongku. Setelahnya Pak Bahar tampak bersungut kesal seolah ini bukan yang pertama kali terjadi.Aku bersiap untuk menutup rapat kisah hari ini, bahkan pada Putri sekali pun. Mawar itu kuberikan pada tukang ojek agar membawanya pergi sejauh mungkin. Sebelummya aku sudah mengambil foto beberapa hal terkait dengan penyelidikanku nantinya.Selepas mengobrol dengan Pak Bahar, aku segera menghubungi toko bunga pesananku. Aku sangat yakin logo yang ada di buket bunga misterius itu sama dengan logo toko bunga yang kupesan.Aku menunggu pihak toko membalas pesan. Tidak lama kemudian, mereka mengatakan bahwa bunga itu memang berasal dari toko mereka. [Siapa pengirimnya?][Maaf, tapi kami tidak bisa memberikan identitas pembeli][Ini penting, menyangkut rumah tangga saya. Ada orang iseng yang mengirimkan bunga dengan kartu ucapan yang bisa membuat kami salah paham] Aku menjelaskan panjang le
Baca selengkapnya
Bab 6
Kalau dugaanku benar, Aliwafa dan Alwafa adalah orang yang sama. Maka ini waktu yang tepat untuk mencari tahu siapakah sosok itu."Mas yang temani, ya?" kataku sungguh-sungguh."Loh, masih belum selesai juga masalah yang tadi?" Bu Indah menarik kursi untuknya duduk, sedangkan Pak Bahar kelihatan heran."Ada masalah apa?" katanya ikut menimbrung.Seharusnya Putri tidak akan menolak jika permintaan langsung datang dari sang ayah. Aku tersenyum hangat, menatap Pak Bahar dengan rasa penuh hormat. Putri pikir mungkin hanya dia yang bisa bermain-main."Gak ada yang serius, kok, Pak. Putri mau pergi ketemu kawannya. Saya cuma khawatir apalagi kaki Putri belum sepenuhnya pulih. Jadi saya mau menemani dia ke luar.""Loh, suami perhatian gini kenapa ditolak, Put? Mama aja gak pernah digituin sama ayah." Aku semakin melebarkan senyum ketika tahu mendapatkan dukungan dari Bu Indah.Pak Bahar tidak merasa tersinggung dengan ucapan istrinya barusan. Laki-laki pemilik kumis tebal itu memilih mengangg
Baca selengkapnya
Bab 7
Aku dapat mengingat dengan jelas wajah laki-laki itu. Seseorang dengan jas putih dan wajah sangat tenang. Dia persis seperti yang kulihat di WhatApps Putri. Aku bahkan berani bertaruh uang atas keyakinan ini. Aku ingin sekali menghampiri dan jujur mengenai kekecewaan yang kurasakan. Sayangnya aku harus segera mengecek pekerjaan yang sempat tertunda. Kali ini akan kubiarkan dia lolos. Kedua kali, entahlah. Tapi aku sudah memikirkan untuk mengajaknya minum kopi bersama nanti.Dua hari terlewati. Sampai saat ini aku tidak ada niatan untuk menjemput Putri. Aku menginginkan agar wanita itu yang tidak memintanya lebih dahulu. Sayangnya tidak ada pesan apapun yang masuk. Aku mencoba untuk berpikir positif. Barangkali berpisah sementara waktu seperti ini adalah jalan terbaik. Aku juga harus meluruskan pikiran yang kusut antara pekerjaan dan pernikahan.Syukurnya makan dan tidurku mulai membaik lagi. Setidaknya aku harus membanggakan hal ini karena artinya telah berhasil bertahan di antara s
Baca selengkapnya
Bab 8
"Enggak," balas Putri cepat."Maka dari sekarang sampai tiga bulan ke depan kamu harus mikirin saya. Kalau gak bisa, ya sudah paksakan saja." Aku berusaha mencairkan suasana tegang kami. Tapi ternyata semakin bertambah tegang."Kalo aku gak mau?""Mas bikin mau. Bisa karna terpaksa, begitu peribahasa lama.""Apa, Mas? Peribahasa dari mana? Ngaco!"Sehabis itu dia tertawa. Barangkali menganggap ucapanku tadi lucu. Melihat itu aku bagai menyelami sisi lain Putri. Selama ini wanita itu hanya terus bersungut sebal padaku."Kamu manis banget Dik, kalau ketawa begitu," pujiku."Mana ada!" Dia kembali lagi ke wujud asalnya.Aku tersenyum. Harusnya kusimpan sendiri saja manisnya diam-diam. Di dalam sini, ada desir yang tidak bisa kujelaskan. Rasanya hangat, mendebarkan, sekaligus menyenangkan."Dari sekarang cobalah untuk banyak tersenyum, Dik." Aku memberikan nasihat. "Jangan lupa juga buat melibatkan Mas terus dalam urusanmu."***Kulihat Putri tengah merawat tanaman-tanamannya. Pemandangan
Baca selengkapnya
Bab 9
Aku tidak mengerti kenapa masalah ini bisa membuat Putri merasa sangat tak nyaman. Memang artinya salah satu dari kami perlu mengosongkan ruang kamar dan tidur bersama. Tapi ini seharusnya bukan masalah besar. Ya, seharusnya begitu."Mas, aku gak mau pindahin barang-barangku ke kamar kamu," tukasnya dengan lantang."Terus Mas yang pindah?" Aku memberikan pengertian, tapi dia malah menggeleng kuat."Aku juga gak mau Mas pindah ke kamarku."Alisku bertaut heran. "Terus gimana? Setidaknya kamu harus mau kalau gak mau ibu sama bapak curiga.""Ya cari cara lain dong Mas. Pokoknya aku gak mau satu kamar sama Mas."Aku tersenyum miring, mendekatkan wajah ke arahnya. "Kenapa emangnya sampai tidak boleh sekamar? Sudah mulai takut jatuh cinta sama saya, ya?""Apa sih, Mas. Ya enggaklah!" Dia menarik diri dariku. Pasang badan seolah nyawanya tengah terancam.Aku terkekeh melihat sikapnya yang menggemaskan itu."Ya ... pokoknya aku gak mau satu kamar sama Mas!" kukuhnya."Kasih saya alasan," bala
Baca selengkapnya
Bab 10
Aku baru saja masuk mobil ketika Putri mengirimkan pesan. Dia memberitahu kalau ibu sudah berada di rumah kami bersama bapak juga. [Mas kok gak ada di toko?] tanyanya kemudian. Astaga aku lupa memberitahu sedang ada urusan di luar.[Mas di luar, Dik. Sebentar lagi pulang.][Gak ada masalah 'kan di rumah?] Lanjutku. Aku membalas dan langsung disambut dengan centang biru.[Enggak, sih, Mas. Cuma tadi Ayah nanyain Mas.][Apa katanya?][Mungkin ada yang mau diomongin?]Aku mulai menebak.[Tapi kalau Ayah ngomong yang aneh-aneh, gak usah diladenin, Mas.]Sayangnya tidak ada satu opsi pun yang muncul di kepalaku. Namun, bisa jadi tidak jauh-jauh dari masalah toko seperti biasa. Aku bersiap untuk pulang. Sejenak menatap sekeliling parkiran rumah sakit yang lumayan ramai. Lalu mengirimkan pesan kepada Putri dan segera mengakhiri obrolan kami.Aku tiba di rumah tepat pukul sebelas. Ketika itu, orang yang pertama menyambutku adalah Pak Bahar. Laki-laki paru baya yang tengah menonton berita te
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status