Terikat dalam Pernikahan Mendadak

Terikat dalam Pernikahan Mendadak

last updateLast Updated : 2025-09-19
By:  nanaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
8Chapters
16views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

“Aku nggak pernah mengenalnya. Tapi tiba-tiba aku jadi istrinya.” Lyra Auristella, mahasiswi tingkat dua berusia 21 tahun, terbangun di apartemen mewah—dengan cincin berkilau di jari manis, sementara buku nikah resmi tergeletak di sampingnya Di hadapannya berdiri seorang pria, terlalu dewasa, terlalu berkuasa, dan terlalu asing baginya. Bintang Skylar, CEO muda dingin dengan jaringan bisnis internasional dan uang tanpa batas, hanya mengucapkan satu kalimat datar, “Aku tidak butuh cintamu, Lyra. Aku hanya butuh kau di sisiku.” __________________________________________________________________She falls first... but he falls harder!

View More

Chapter 1

1. Bangun di tempat asing

Lyra Auristella membuka mata dengan kepala berat dan tubuh lemas. Kelopak matanya seperti direkatkan lem, dan butuh tenaga ekstra hanya untuk menyingkap dunia di sekitarnya. Pandangannya berputar, kabur, sebelum akhirnya fokus pada ruangan asing yang sama sekali tidak dikenalnya.

Langit-langit tinggi berornamen klasik. Lampu gantung kristal memantulkan cahaya keemasan. Tirai tebal warna marun menutup rapat jendela, menahan sinar matahari pagi. Seprei ranjang yang ia tempati begitu halus, wangi lavender samar bercampur dengan aroma kayu manis—terlalu mewah, terlalu asing, terlalu jauh dari kos kecilnya yang sempit.

Dengan refleks, Lyra bangkit setengah duduk. Pandangannya jatuh pada meja samping ranjang: sebuah buku nikah bersampul hijau tua. Namanya tercetak jelas di situ, berdampingan dengan nama seorang pria yang sama sekali tidak ia kenal.

Jari-jarinya bergetar ketika menyentuh permukaan buku itu. Dan yang membuatnya makin panik: di jari manisnya melingkar cincin sederhana, berkilau dingin di bawah cahaya lampu.

Deg.

Jantung Lyra berdetak kencang, kepalanya seakan ingin pecah. Otaknya mencari alasan logis. Buku itu mungkin palsu. Cincin ini mungkin hanya mainan. Semua ini mungkin sekadar mimpi buruk setelah ia mabuk semalam.

Namun, kertas itu terlalu nyata. Cap resmi itu terlalu sah. Dan cincin di jarinya terlalu berat untuk sekadar mimpi.

“Tidak… ini tidak mungkin…” bisiknya, hampir tanpa suara.

Suara langkah tenang terdengar dari arah pintu. Lyra sontak mendongak. Seorang pria dewasa muncul di ambang pintu, mengenakan setelan hitam rapi. Tubuhnya tegap, sorot matanya tajam bagaikan bilah pedang. Wajahnya terlalu sempurna untuk sekadar manusia biasa, terlalu tenang untuk situasi yang seabsurd ini.

Bibir Lyra bergetar. “Siapa… kamu?”

Pria itu berjalan mendekat, langkahnya mantap dan terkendali, seolah ruangan ini adalah kerajaannya. Ia berhenti tepat di hadapan Lyra, menundukkan kepala sedikit, dan berkata dengan suara dalam yang nyaris tanpa emosi:

“Aku tidak butuh persetujuanmu, Lyra. Aku hanya butuh keberadaanmu.”

Malam sebelumnya…

“Lyra, dengar baik-baik!” suara Tante Rarasati menggema di ruang tamu megah rumahnya. “Lelaki itu punya tanah, properti, bisnis batu bara! Kamu tinggal bilang iya, dan hidupmu terjamin. Kamu pikir kamu bisa dapat lebih baik dari itu?”

Lyra berdiri kaku, masih mengenakan seragam kuliah yang kusut. Ransel berat menggantung di punggung. Tubuhnya lelah, kepalanya pusing, hatinya remuk. Ia hanya ingin masuk kamar kos, tidur, dan melupakan dunia. Namun tantenya tak pernah memberi kesempatan.

“Tante…” suaranya lirih, bergetar. “Dia seumuran tante sendiri dan sudah punya dua istri.”

“Dan apa salahnya?!” potong sang tante dengan nada tajam. “Dia mau sama kamu, Lyra. Gadis yatim piatu yang nggak punya apa-apa. Kamu harusnya bersyukur, bukan membantah!”

Kalimat itu menusuk lebih tajam daripada pisau.

Lyra menggigit bibirnya, menahan gemetar. Ia bukan tidak tahu diri—ia justru mati-matian berjuang. Sejak masuk universitas ternama, ia bertahan dengan beasiswa penuh di jurusan Teknik Informatika. Beasiswa itu syarat hidupnya; tanpa itu, ia tidak akan pernah bisa kuliah. Di sela-sela kelas, ia bekerja paruh waktu di kafe untuk sekadar membayar kos kecilnya.

Tapi bagi tantenya, semua itu tak ada artinya. Lyra tetap dianggap beban.

~~~

Malam itu, Lyra duduk di kamar kos sempitnya—tempat yang ia sebut satu-satunya ruang bernapas. Tangannya gemetar saat menggenggam ponsel lama. Air mata menggenang tapi tak jatuh.

Kalau aku tetap di sini, aku akan gila.

Dengan dorongan terakhir, ia mengetik pesan.

“Ray, temenin aku ke klub malam ini. Aku nggak pengen mabuk. Aku cuma butuh hiburan.”

Balasan datang cepat.

“Oke. Gue jemput.”

~~~~

Lampu neon berkelip liar saat Lyra melangkah masuk ke klub bersama Ray. Musik EDM menghentak keras, membuat lantai bergetar. Udara penuh dengan bau alkohol, parfum mahal, dan asap rokok.

Lyra tampak kontras. Hoodie abu-abu kebesaran, jeans lusuh, sneakers putih yang sudah usang. Wajahnya polos tanpa riasan. Di tengah keramaian glamor itu, penampilannya justru mencolok—bukan karena kemewahan, tapi karena kesederhanaan.

Ray menyodorkan segelas minuman bersoda bercampur alkohol ringan. “Kalau lo mabuk, gue yang gotong. Gue sih ngga nolak.”

Lyra tertawa kecil, meneguk. Rasa getir menyebar di lidahnya. “Tenang aja. Aku cuma pengen lupa sebentar, Ray. Lupa kalau hidup aku udah kayak barang dagangan.”

Ray menatapnya lama, lalu menghela napas. “Lo bisa kabur kapan aja, Ly. Lo cuma terlalu takut.”

Lyra tak menjawab. Kata-kata itu terlalu benar untuk ia bantah.

Di lantai atas, dari balik kaca balkon VIP, seorang pria berdiri dalam diam. Setelan gelap membalut tubuh tegapnya. Di dada jasnya tersemat pin perak berbentuk phoenix bermahkota—simbol eksklusif yang hanya dimiliki lingkaran bisnis elit.

Mata emerald-nya menatap lurus ke arah Lyra di kerumunan. Sorotnya tenang, dingin, penuh perhitungan.

Tanpa menoleh, ia berkata pada pengawal di belakangnya. Suaranya rendah, datar, namun tegas.

“Aku menginginkan gadis itu. Pastikan tidak ada yang mendekat.”

Kembali ke sekarang…

Lyra menggenggam buku nikah itu erat, jari-jarinya gemetar. Potongan-potongan ingatan semalam berkelebat tak teratur. Suara musik, gelas kedua, rasa pusing yang tiba-tiba, langkah Ray yang menjauh… lalu semuanya gelap.

Dan kini, ia terbangun di ruangan asing, cincin melingkar di jari, buku nikah sah di sampingnya.

Matanya kembali menatap pria di hadapannya. Napasnya tercekat.

Ia ingin berteriak bahwa semua ini salah. Ia ingin menolak kenyataan yang dipaksakan kepadanya. Tapi tatapan pria itu menusuk terlalu dalam, seolah berkata: semua ini sudah diatur. Kamu tak punya pilihan.

Lyra menelan ludah, suaranya pecah. “Apa yang kamu lakukan padaku…?”

Pria itu hanya tersenyum tipis. Senyum yang lebih menyeramkan daripada ancaman.

“Selamat datang di pernikahanmu, Lyra.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status