Meniti Lautan Luka

Meniti Lautan Luka

Oleh:  Noya Wijaya  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 Peringkat
18Bab
1.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Maya memiliki kekasih yang sangat dicintai bernama Lukman. Mereka menjalin hubungan serius, hingga Maya hamil. Lalu, siapa sangka kedok Lukman terbongkar? Kemudian, seorang teman baik Maya yang bernama Aldi begitu setia di sisinya. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah Maya tetap bersama Lukman atau memilih Aldi?

Lihat lebih banyak
Meniti Lautan Luka Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
user avatar
Mini Adila
Bikin penasaran ceritanya, Thor. Lanjut
2021-06-07 22:30:15
0
user avatar
CahyaGumilar79
Langsung suka... Dan menarik alurnya bagus
2021-06-06 22:34:32
1
user avatar
absurdaul
Pilih Lukman atau Aldi? Penasaran banget, semangat up ya kak
2021-06-06 22:08:39
1
user avatar
Senada
Next lagi kk yang semangat yah.
2021-06-06 22:07:34
1
18 Bab
Bab 1
Rambut pendekku masih basah, handuk pun belum berganti piyama saat dering ponselku terus menerus mengalunkan lagu All of Me. Berulang. Tampang pria berkemeja putih dengan rambut cepak berwarna hitam pekat terpampang di layarnya."Udah sampai, Bang?" tanyaku sambil menyisir.Suara lembutnya menyambutku ceria."Sudah, Sayang. Baru aja. Ini masih antre bagasi," jawabnya dengan semangat.Laki-laki itu memang sangat pengertian."Kangen.""Besok Abang ke sana, jam makan siang."Kalau sudah mendengar janji itu, hatiku langsung berdebar-debar. Terbayang akan wajah tampannya yang selalu membuaiku dengan senyum. Kata-kata lembutnya yang menenangkan. Semua itu benar-benar membuat hatiku luluh. Tidak ada bagian di dalamnya yang aman dari virus cintanya. Semuanya terjangkit."Oke.""Emuach!"Selalu seperti itu. Kadang,
Baca selengkapnya
Bab 2
Hari sudah siang. Matahari bahkan mulai tergelincir ke barat. Suasana toko komputer tempatku bekerja sedang penuh pelanggan."Bu, nggak jadi keluar makan siang?""Aduh, saya mau sebenarnya, tapi kalian bisa nggak? Repot nggak? Banyak pelanggan. Anak-anak marketing takut ketereran.""Udah, nggak apa-apa. Teman-teman bisa. Ibu pergi aja nggak apa-apa, beneran."Atikah lagi-lagi menjadi penolong kali ini."Saya titip toko, ya, Tik. Tengkyu banget." Kutepuk pelan pundaknya yang berseragam hitam itu. Kemudian, aku menuju ruang admin untuk berpamitan. Di sana, kubilang kepada gadis berkerudung yang sedang mengetik di laptop itu bahwa aku ingin pergi untuk makan siang."Ya, Bu. Silakan. Saya jamin uang aman."Ada senyum yang tercipta di bibir itu."Oke."Kuambil kunci mobil dinas yang diberikan perusahaan sebagai fasilit
Baca selengkapnya
Bab 3
Aku masih berkutat dengan laporan dari seluruh admin toko yang kupegang."Bu, saya duluan, ya. Udah malam." Sasti, admin toko Computer Shop—toko terbesar di Techno Group—pamit.Aku mengangguk dan melambaikan tangan."Hati-hati!""Ya, Bu. Ibu juga hati-hati, udah sepi." Sasti berkata sambil terkikik. Dia memang senang menakutiku dengan cara seperti itu."Kamu aja kalau pacaran nyari yang sepi."Dia tertawa lagi. Kemudian, ia melambaikan tangan dan keluar ruangan. Sekarang, aku sudah benar-benar sendiri.Hening.Detak jarum jam di dinding terdengar jelas.Kupingku bahkan mulai mendengar langkah."May, belum pulang? Udah sepi. Pulang!""Astaga, Aldi, kirain siapa, bikin kaget aja."Aku melempar gumpalan kertas sisa fotokopi identitas pelanggan yang memakai kartu kredit. Tepat kena jidatn
Baca selengkapnya
Bab 4
Pak Agus memanggilku ke kantor pusat.Demi nama baik toko, karyawan, dan juga namaku, akhirnya kuputuskan untuk mengganti uang kekurangan setoran. Hanya 200 ribu rupiah memang. Semoga ke depannya tidak ada lagi kejadian semacam ini."May, itu kenapa bisa ada kehilangan uang?"Pak Agus mulai menginterogasiku.Jujur saja aku bingung menjawabnya."Adminku itu biasanya nggak gini, Pak."Jangan kaget kalau kugunakan sebutan 'aku' saat berbicara dengan kepala bagian keuangan ini. Ya, hubunganku dan dia sangat baik. Saking baik dan dekatnya, jarang terdengar 'saya', alih-alih 'aku' di hampir seluruh pembicaraanku dengannya. Kecuali, di rapat resmi."Ya, terus ini salah siapa? Uang setoran kurang. Nggak mungkin kebetulan."Aku memikirkan hal yang sama. Akan tetapi, mungkin berbeda tersangka. Jujur saja aku justru curiga kepada petugas yang mengambil setor
Baca selengkapnya
Bab 5
What would I do without your smart mouthDrawing me in, and you kicking me outGot my head spinning, no kidding, I can't pin you downWhat's going on in that beautiful mindI'm on your magical mystery rideAnd I'm so dizzy, don't know what hit me, but I'll be alrightMy head's underwaterBut I'm breathing fineYou're crazy and I'm out of my mindCause all of meLoves all of youLove your curves and all your edgesAll your perfect imperfectionsGive your all to meI'll give my all to youYou're my end and my beginningEven when I lose I'm winningHow many times do I have to tell youEven when you're crying you're beautiful tooThe world is beating you down, I'm around through every
Baca selengkapnya
Bab 6
Jam pulang kerja memang aku selalu terakhir."May, pulang, yuk, udah malam, nih!""Duluan aja, Al, aku masih lama kayaknya.""Kamu kenapa, sih, selalu forsir tenaga begitu? Sayang badan kenapa?" Aldi memulai ceramahnya."Julid banget, sih, Al. Aku udah biasa." Aku butuh uang, jadi wajar saja memforsir tenaga untuk mendapatkannya. Ya, selama aku mampu.Aldi yang sedari tadi duduk di salah satu kursi tamu, di ruang depan terlihat mengeluarkan ponsel. Dia sepertinya mulai asyik dengan benda itu. Bahkan, kakinya diselonjorkan di atas meja."Aku tunggu di sini sampai kamu selesai.""Nggak usah. Aku bisa sendiri. Lagian kamu kayak nggak punya kerjaan aja, sih.""Jam kerjaku udah selesai setengah jam lalu, May! Hidup itu dinikmati. Sekali-kali."Aku memajukan bibir menanggapi pembicaraannya."Ya udah, pulang, yuk
Baca selengkapnya
Bab 7
Hari ini memang jadwalku libur."May, aku di depan, buka pintu donk!"Suara itu tidak asing di telingaku.Aku yang baru saja mandi bergegas mengambil handuk dan melilitkannya ke badan. Mengintip sebentar lewat balik gorden, memastikan pendengarku tidak salah. Benar saja, dia di sana.Bukan langsung membuka pintu, aku justru tergesa memakai pakaian sekenanya.Sebuah gaun katun motif bunga berwarna cerah melekat di tubuhku. Kuhampiri pintu dan membukanya. Dia masih di sana. Menatapku dengan tatapan yang entah. Aku mempersilakannya masuk."Kamu masih marah sama aku, May?" tanyanya."Marah atau nggak bukannya nggak penting?""Kenapa gitu, sih, May? Cuma hal sepele." Dia menatapku intens. Mungkin kecewa atau apa, aku kurang peduli."Udahlah nggak penting juga dibahas.""Nggak penting gimana? Kamu marah." Dia ta
Baca selengkapnya
Bab 8
Siang ini suasana toko kembali sepi. Anak-anak marketing beberapa ada yang menyebar brosur di pinggir jalan raya yang dari tempatku duduk dapat terlihat dengan jelas. Sedangkan, aku menyibukkan diri dengan laporan harian. Mengecek lapran stok di seluruh toko, agar dapat memantau ketersediaan barang.Baru saja beberapa menit mulai, aku dikejutkan oleh telepon dari Pak Agus."May, gimana hasil pemeriksaan CCTV tokomu?""Astaga, Pak! Mohon maaf banget, aku malah lupa ngecek. Ya ampun aku pikun."Ada desahan berat yang kudengar dari Pak Agus di seberang sana. Aku jadi merasa bersalah. Padahal sebenarnya itu aku yang berkepentingan."Ya udah kalau kamu udah nggak perlu nggak usah. Yang penting sekarang udah nggak ada kehilangan lagi," katanya kemudian. Akan tetapi, aku justru jadi penasaran. Segera kudekati monitor yang tersambung ke perangkat CCTV, kemudian mengecek rekaman di tanggal
Baca selengkapnya
Bab 9
Jam tutup toko sudah berlalu setengah jam lalu. Akan tetapi, aku masih berdiam diri di dalam ruangan kaca ini. Mengecek rekaman CCTV."May, pulang, yuk! Udah malam, nih, May."Aku terlonjak saat suara itu tiba-tiba menyusup telinga. Suara yang sangat kukenal. Apalagi, akhir-akhir ini dia sering sekali menggangguku."Aldi suka ngagetin mulu, nih, sebel, tau!"Aku merajuk dan melemparkan kertas bekas nota yang tadi kuremas-remas tanpa sengaja saat mengecek rekaman CCTV toko. Kena. Sukurin! Dia memang kebiasaan menyelonong begitu saja tanpa rasa bersalah. Ditegur pun tidak mempan. Malah seolah-olah tidak mendengar apa yang kuutarakan. Bahkan, berkali-kali kepalanya terkena lemparan kertas yang berukuran sebesar bola kasti. Tetap saja dia tak mengacuhkan."Lagi ngecek apaan, sih, serius amat, May?""Aku lagi pengen tau kerja anak-anak aja."
Baca selengkapnya
Bab 10
Aldi tersenyum dengan riang. Di tangannya tergantung satu plastik bening yang sepertinya berisi bubur seperti katanya tadi. Dia mengulurkan plastik itu kepadaku.Sebenarnya enggan, tetapi aku butuh."Aku tau dari semalam kamu belum makan."Dia benar-benar mirip cenayang, ya."Mau masuk dulu? Atau mau langsung ke toko?" Aku sebenarnya tidak suka mengajak laki-laki lain masuk, tetapi Aldi sudah begitu baik masa iya aku bersikap buruk kepadanya? Jadi, sekadar basa-basi kutawarilah dia masuk. Untung saja dia tidak mau."Aku cuma ambil pakaian ganti si Yudi.""Oh, ya, dia apa kabar? Parahkah?" tanyaku ingin tahu. Namun, belum lagi Aldi menyahut, mual di perutku kembali mengganggu.Mau kutahan, tetapi rasanya sangat tidak mungkin. Rasa mualnya luar biasa. Jadi dengan kilat, aku berlari ke dalam, menuju kamar mandi."Kamu masuk masuk angin kayakn
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status