Kamar Serba Pink

Indra Aharon, seorang eksekutif muda yang baru saja lulus kuliah, tidak pernah menyangka, jika dirinya yang baru saja diangkat oleh ayahnya menjadi orang nomor satu di perusahaan, akan terlibat pernikahan dengan seorang wanita yang jauh lebih dewasa diatas umurnya. Bahkan wanita itu layak dia sebut sebagai seorang Tante. Berawal dari pertemuan keduanya di sebuah klub malam. Membuat hubungan mereka semakin kacau, saat foto-foto mereka yang sedang tidur bersama di sebuah kamar hotel, tersebar luas ke mana-mana. Sehingga para orang tua, mengharuskan mereka untuk menikah. Yana Ilone awalnya menolak keras pernikahan itu. Karena pria yang akan dinikahinya masih sangat muda. Akankah pernikahan itu bisa menyatukan perbedaan usia, yang sangat jauh membentang diantara mereka? Ataukah mereka harus berpisah dan memilih jalan masing-masing? Plagiarisme Melanggar Undang-Undang Hak Cipta nomor 28 tahun 2014.

A faint moan escaped her lips as Williams released her mouth and attacked her neck. He sucked on her his favorite spot making sure to leave a mark there just as how a wolf would leave a mark after he claim his mate.      "You are mine" He whispered as he moved away from her.    Raw frustrating was only want she could feel as Melissa opened her eyes to find herself in Williams's arms. Even when she feels like she hates him, she wants more of what only he can give her.    She still wants his lips on her and every other place it would be after there. She wants to wrap her legs around his waist and pull him closer, screaming his name as they climax in a rough ride of blissful pleasure.    "Let's make it a contract" Williams gave her the pen.     Just as if her brain had just started working, Melissa blinked. She stared widely at the pen than at Williams's face.   His lips look pink and inviting, his eyes still have that dark glitters it always has whenever he wants her. Even as he held the pen to her face, his eyes were not glued to hers, they were staring at her slightly swollen lips.     She sucked in her lower lips and blinked innocently.    "Fvck!!!" Williams groaned "You know what you do to me whenever you do that!" He smirked and lean closer to her "But let's make an agreement first".

"Tidak, aku belum siap Darren, semua perlu proses, aku-" Dengan gerakan kilat lelaki itu menarik rambut Diana, membuat gadis itu langsung menengadah, ia mengaduh kesakitan. Menurut Diana ini adalah KDRT pertama. Bagus, hidupnya akan semakin sengsara. "Akh... Apa yang kamu lakukan ?! Bukannya kau tidak mau menyentuhku ?" "Aku hanya memegang rambutmu!" "Akhh...memegang ? Kau menariknya!" teriak gadis itu semakin menjadi. "Aku hanya-" "Tetap saja kau menyentuhku!" "Pokoknya aku tidak mau tahu, mulai besok kamu harus menutup rambutmu, kalau tidak aku sendiri yang akan mencukurnya sampai botak!" Dengan segera Diana pergi meninggalkan kamar itu. GILA, batinnya. Darren benar benar otoriter. Diusapnya rambut hitam legam dengan lembut. Ia tidak rela jika dirinya botak. Mau ditaruh di mana wajah cantiknya ini ? Entah keberuntungan atau kesialan, yang jelas Diana begitu terkejut dengan kehidupannya yang berubah seratus delapan puluh derajat. Sekarang ia sadar, kehidupan ini tak lagi miliknya.

Amelia gadis cantik dan mempunyai suara yang indah. Sayang,karena ia bertubuh gemuk ia tidak bisa menjadi seorang penyanyi seperti impiannya sejak kecil. Amelia harus puas bernyanyi sebagai penyanyi latar. Bahkan, ia harus bernyanyi untuk Karla kakak kandungnya. Karla tenar dengan suara indah Amelia. Setiap bernyanyi , Karla selalu lipsing dan Amelia yang bernyanyi untuknya. Amelia ikhlas melakukan itu karena permintaan David sebagai eksekutif produser yang sangat Amelia cintai. Namun, pada suatu hari karena mabuk David dan Amelia tidak sengaja berada dalam satu kamar hotel setelah konser tunggal Karla. Akibat kejadian itu Amelia hamil dan pergi ke luar negeri. Ia memilih tinggal di Korea, dan di sana ia melahirkan seorang putri yang cantik yang ia titipkan pada sahabatnya yang berada di sana. Sementara ia kembali ke Indonesia dengan penampilan baru yang lebih cantik dan langsing. Demi tujuannya menjadi bintang dan membalas dendam.

Bagaimana perasaanmu jika suami yang kau cintai kedapatan berciuman dengan kakakmu sendiri? Terlebih di malam pertamamu sebagai pengantin. Bening Ayu tak pernah menyangka jika suaminya berkhianat. Parahnya dengan sang kakak sendiri. Bening kira pernikahannya akan bahagia, tetapi ternyata pernikahan itu penuh kepalsuan semata. “Kalian tega,” desis Bening dengan bibir bergetar. Air matanya sengaja ditahan. Tangisnya baru luruh saat Bening melarikan diri di malam itu. Ia ingin marah pada takdir Tuhan. Ingin marah kepada kakak dan juga suaminya. Namun, yang terjadi justru Bening sekarang tengah duduk di sebuah tempat makan di pinggir kota. Makan tanpa akal. Tak peduli tatapan semua mata. Sakit hati dan merasa dikhianati membawa langkah Bening kian gila. Menegak minuman haram dan berakhir di sebuah kamar bersama seorang pria yang ia temui di pinggir jalan. “Kamu boleh lakuin apapun yang kamu mau!” ucap Bening dengan gila.

Bagaimana rasanya terjebak dalam permainan seorang pria kaya yang memintamu menjadi istrinya secara tiba-tiba? Orang yang sama sekali tidak dikenal dan memintamu menjadi istrinya dalam jarak dua bulan saja bahkan saat kau baru saja putus dengan kekasihmu karena berselingkuh? Hal itu dialami oleh Kaylee Caitlin, gadis berusia dua puluh tiga tahun yang harus mengalami nasib sialnya. Setelah melihat sang kekasih berselingkuh tepat dihadapannya lalu melarikan diri untuk bersembunyi justru hal itu membuatnya terjebak karena permintaan menikah oleh orang yang memiliki kamar hotel yang ia gunakan sebagai tempat persembunyian. Nicole Barayev telah lama menantikan pertemuan antara dirinya dengan Kaylee, karena tidak mau membuang waktu lebih banyak lagi Nicole langsung meminta menikah dengan Kaylee dan dengan tegas tidak menerima penolakan. Hal itu karena Nicole tidak mau kehilangan sosok Kaylee untuk kali kedua. Akankah permintaan Nicole menikah disetujui oleh Kaylee atau justru Kaylee memilih meninggalkannya?

Istri orang terkaya di Kota Silo sangat suka menyiksa para gadis muda yang cantik. Aku terlahir dengan anugerah tidak bisa merasakan sakit sedikit pun dan karena itulah aku menjadi kandidat sempurna di matanya. Jadi saat lagi-lagi aku diseret ke kamar mandi untuk disiksa .... Sang suami datang membawa wartawan dari Kota Silo dan menyatakan aku adalah putri mereka yang selama ini sudah menghilang. Demi memiliki kehidupan yang lebih baik, aku pun menjadi putri orang terkaya kota ini, menduduki status yang didambakan semua gadis di kota ini. Namun di balik topeng kebaikan mereka, ternyata mereka yang akan membuat luka lamaku terselubung luka baru. Mereka bilang, ini adalah harga yang harus kubayar untuk kesempatan menyandang status sebagai putri orang terkaya. Mereka bilang, kematianku adalah bentuk balas budi terpantas. Mereka benar, memang seharusnya begitu. Hanya saja ... merekalah yang akan mati, bukan aku.

"Hayden, you have been a bad boy have you not?" Vincenzo said to me as he unclasped his belt and drew it off his waist, his muscles flexing. "What do you mean-" "Turn around!" He demanded from me as he did so before I could do it. He wrapped the belt around my hands and tightened it. "Vincenzo?" I whisper yelled at him with a glare. "Get on your knees little prince and open your mouth for me. Daddy needs to punish you." "Why?" "Shut your mouth before I do it with my dick Hayden," he threatened me with an evil smirk. "You would not dare!" I snapped at him before letting out a gasp as he pulled his hardened cock out of his boxers, the cap of the monster pink and shiny with precum. "Oh little prince, I would dare," he said as he forced me to my knees with a hand on my shoulder. "Good boy," he groaned as he slid his dick into my mouth, my wetness wrapping around his cock. "Ah, your mouth feels so good," he murmured. And then he began to move, his cock growing more inside of my mouth. ...... Hayden and Vincenzo clash in a battle of wits and strength. Though they are attracted just as much as they despise each other, they are drawn together in an intense and dangerous game. It takes two to tango. It takes two to play the dangerous game. And the winner takes all.

Two pink lines on a pregnancy test. I was going to surprise my husband, Vince, the Moretti family heir. Instead, the surprise was on me. A pair of black lace panties—not mine—left in his car. The air reeked of cheap perfume and betrayal. I stormed his casino, demanding answers. But I found her in his private suite. Sophia. She smirked, looking me up and down. “You must be the wife. I’ve seen your picture on the nightstand. Vince says you’re a boring little nun. Says he can’t even get hard looking at you.” I snapped. My hand shaking, I hurled a glass of red wine in her face. She shrieked, stumbled back, and crashed into a glass cabinet. Blood bloomed across the carpet. Vince burst in and slapped me so hard I hit the floor. "Are you insane?! She's carrying my heir!" My heart shattered. As I fell, a darker pool of blood spread beneath me. Our baby. I was miscarrying. And when forced to choose between his wife and his whore, Vince chose her. He forgot who put him on his throne. I’m not some trophy wife he can discard. I am a DeLuca. A princess of the underworld. So for revenge, I married his worst enemy, Dante Costello. And when we burned his empire to the ground, Vince finally broke. He got on his knees and begged me to come back.

As my murderer's claws tear into my abdomen inch by inch, my father and brother are seated in our family's banquet hall. They're celebrating Carly's 18th birthday and coming-of-age. "You'll always be my little girl." "Happy birthday, Carly." They light 18 pink candles for her. On top of the exquisite red velvet cake is a wolf figurine that they carved for her, and there are well wishes and laughter all around. Meanwhile, I'm curled up in a sewer filled with liquid silver as I bleed to death. My phone has been crushed, and I can't get out. I can only cry for help. A few days later, my father and brother show up together at the autopsy room. My brother stands by the operating table with a scalpel. He slices open the body and sews it back up like it's nothing. My father just covers his nose as he shoots a disgusted glance at my body. He urges my brother to hurry up with the autopsy report. "The victim is a young female wolf presumed to be of pure lineage. Before her death, she was subjected to prolonged captivity and torture. Her throat is nearly severed, her cervical spine is dislocated, and her chest cavity has collapsed. She was also injected with liquid silver before death." Hearing the report, my father looks so calm that it's just like a case study of no consequence. Neither of them can recognize that the body belongs to me—their daughter and sister!